Jelang HUT Bhayangkara, Ini Catatan KontraS untuk Polri

KontraS beberkan temuannya terkait kinerja kepolisian

Jakarta, IDN Times - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menerbitkan catatan untuk kepolisian RI periode Juli-Juni 2021, dalam rangka memperingati Hari Bhayangkara ke-76 yang akan jatuh pada 1 Juli 2022. Hari Bhayangkara tahun ini mengangkat tema "Perbaikan Palsu Institusi Polri” yang dianalisis dalam instrumen hak asasi manusia internasional. 

"Berbagai catatan ini disusun berdasarkan data pemantauan dan advokasi yang dikerjakan KontraS, sebagai bentuk partisipasi masyarakat sipil dalam upaya mewujudkan reformasi sektor keamanan. Selain itu, laporan ini juga dibuat sebagai bentuk dorongan serius terhadap perbaikan kinerja institusi Kepolisian dalam kerangka agenda reformasi Polri," tulis KontraS dalam keterangannya, Kamis (30/6/2022).

KontraS mengungkapkan, semboyan Presisi yakni Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan masih jadi jargon yang sloganistik tanpa diikuti perbaikan riil di lapangan.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan UU Polri soal Kewenangan Polri Geledah HP Warga

1. Polisi kerap berlindung ketika ada kasus pelanggaran yang berlawanan dengan fungsi Kepolisian

Jelang HUT Bhayangkara, Ini Catatan KontraS untuk PolriIlustrasi Garis Polisi (IDN Times/Arief Rahmat)

Berbagai temuan KontraS menunjukkan bahwa praktik kekerasan, kesewenang-wenangan, arogansi, tindakan berlebihan hingga tak manusiawi masih dilakukan oleh Kepolisian.

Polisi disebut kerap berlindung di balik terminologi ‘oknum’ ketika ada kasus pelanggaran yang dinilai kontraproduktif dengan fungsi Kepolisian, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.

Disebutkan juga, praktik penggunaan senjata api tak terukur, penyiksaan, dan bentuk kekerasan lainnya masih kerap terjadi. Dalam periode Juli 2021-Juni 2022, KontraS mencatat setidaknya telah terjadi 677 peristiwa kekerasan oleh kepolisian. Sejumlah kekerasan yang terjadi telah menimbulkan 928 jiwa luka-luka, 1.240 jiwa ditangkap, dan 59 orang tewas.

"Pelanggaran didominasi oleh penggunaan senjata api sebanyak 456 kasus. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kekuatan yang cenderung berlebihan dan tak terukur, ruang penggunaan diskresi yang terlalu luas oleh aparat, dan enggannya petugas di lapangan untuk tunduk pada Perkap No. 1 Tahun 2008," beber KontraS.

2. Polisi sering memusatkan kekuatan untuk berhadapan dengan aksi penyampaian ekspresi

Jelang HUT Bhayangkara, Ini Catatan KontraS untuk PolriLogo organisasi KontraS (www.kontras.org)

Disebutkan, polisi juga sering memusatkan kekuatan untuk berhadapan dengan aksi penyampaian ekspresi masyarakat. Cara represif paling sering ditemukan di penanganan kasus demo dan kriminalisasi pada pembela HAM.

Polisi juga dinilai anti kritik dengan menghapus mural, menangkap pembentang poster, dan mengejar pembuat konten. 

Langkah tegas ini tak terlihat saat berhadapan dengan pelanggar hak minoritas, tak hadirkan rasa aman bagi kelompok marginal.

Hingga adanya dugaan tebang pilih hukum dan memihak kepentingan perusahaan. KontraS juga turut melirik pendekatan kepolisian pada Papua dengan wujud operasi Damai Cartenz, yang disebut tak berimplikasi pada de-eskalasi kekerasan dan perubahan situasi di Papua.

3. Viralnya tagar #PercumaLaporPolisi memperlihatkan banyak kasus tak ditindaklanjuti

Jelang HUT Bhayangkara, Ini Catatan KontraS untuk Polri(Ilustrasi garis polisi) Polisi memasang garis dilarang melintas (IDN Times/Fadly Syahputra)

Sejumlah hastag di media sosial juga viral berkenaan dengan institusi kepolisian seperti #PercumaLaporPolisi, #1Day1Oknum, dan #ViralForJustice. Fenomena ini ramai di media sosial, sebab begitu banyak kasus-kasus yang tidak ditindaklanjuti atau ditolak Kepolisian dengan berbagai alasan. 

"Masalah krusial lainnya tentu saja berkaitan dengan ketidakseriusan institusi dalam menjatuhkan hukuman pada pelanggar disiplin, etik maupun pidana. Kasus-kasus yang telah memuat pidana seringkali diselesaikan lewat mekanisme internal, yang terbukti tidak menjerakan pelaku. Faktor inilah yang akhirnya memantik berulangnya peristiwa. Para pelaku dapat bebas menikmati impunitas tanpa merasakan diadili lewat mekanisme hukum yang memadai," tutur KontraS.

KontraS menilai, rentetan permasalahan ini cukup memberi desakan agar Korps Bhayangkara bisa evaluasi kinerja. Sejumlah langkah konkret juga harus dilakukan guna menciptakan kepolisian yang lebih transpraran, akuntabel, dan profesional.

Baca Juga: KontraS Tolak Irjen Pol Remigius Sigid Calon Komisioner Komnas HAM

Topik:

  • Sunariyah
  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya