Joko Tjandra, Buron Licin yang Beraksi Lagi Usai 11 Tahun Menghilang 

Joko Tjandra sebelumnya pengusaha grosir di Jayapura

Jakarta, IDN Times – Nama buronan kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Sudiarto Tjandra atau Tjan Kok Hui mendadak ramai diperbincangkan media nasional akhir-akhir ini. Dia sudah buron sejak tahun 2009 dan kabur ke Papua Nugini sehari sebelum dijebloskan ke penjara. Kini dia dikabarkan sudah berada di Tanah Air sejak beberapa bulan lalu.

Sejumlah aksi licin dia lakukan untuk lolos dari jerat hukum, mulai dari membuat paspor, e-KTP, surat jalan menuju Kalimantan Barat hingga penghapusan namanya dari red notice Interpol yang terbit sejak 2009.

Dalam melancarkan aksinya untuk menghindari jeratan hukum, setidaknya sudah ada satu lurah dan tiga jenderal kepolisian yang dicopot dari jabatannya karena diduga membantu Joko Tjandra.

Isu upaya meloloskan Joko Tjandra juga dibahas dalam sebuah utas di media sosial Twitter oleh akun @xdigeeembok, sederet nama dan kejadian dilampirkan untuk membuka usaha sang buron kelas kakap melalang buana di luar dinginnya jeruji besi penjara.

Baca Juga: [BREAKING] Buntut Surat Joko Tjandra, Brigjen Prasetijo Jadi Tersangka

1. Mengenal Joko Tjandra, pengusaha grosir di Jayapura yang jadi buron

Joko Tjandra, Buron Licin yang Beraksi Lagi Usai 11 Tahun Menghilang Surat Jalan Djoko Tjandra (Dok. MAKI)

Dikutip dari Kompas 2008, Joko Tjandra adalah seorang pebisnis yang tergabung dalam Grup Mulia, yang menaungi 41 anak perusahaan di dalam dan di luar negeri. Grup Mulia berawal dari nama Mulialand.

Grup Mulia merupakan besutan keluarga Tjandra Kusum atau Tjan Boen Hwa bersama ketiga anaknya yakni Eka Tjandranegara (Tjan Kok Hui), Gunawan Tjandra (Tjan Kok Kwang), dan sang buron Joko Soegiarto Tjandra (Tjan Kok Hui).

Joko Tjandra lahir di Sanggau, Kalimantan Barat, 27 Agustus 1951. Demi menghindari jeratan hukum, Joko bahkan tidak berani pulang ke Indonesia saat ayahnya Tjandra Kusuma meninggal awal 2015.

Dia menikah dengan Anna Boentaran dan dikarunia tiga orang anak. Pada 1968 dia membuka toko grosir bernama Toko Sama-sama di Jayapura, Papua.

2. Awal mula skandal cassie Bank Bali mencuat hingga Joko kabur sehari sebelum divonis

Joko Tjandra, Buron Licin yang Beraksi Lagi Usai 11 Tahun Menghilang ANTARA FOTO/Maha Eka Swasta dan MAKI

Joko adalah pendiri dan Direktur PT Era Giat Prima (EGP) bersama mantan Ketua DPR RI Setya Novanto. Skandal cessie Bank Bali dimulai saat bank itu kesulitan menagih utang pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUN), dan Bank Tiara pada 1997, dengan total piutang mencapai Rp3 triliun.

Meski ketiga bank masuk perawatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), namun tagihan tidak cair. Direktur Utama Bank Bali Rudy Ramli kemudian bekerja sama dengan PT EGP, dalam perjanjian kerja sama yang diteken oleh Rudy Ramli, Direktur Bank Bali Firman Sucahya dan Setya Novanto.

Lewat perusahaan ini, perkara korupsi muncul dalam bentuk cessie dengan nilai sekitar Rp905 miliar. Dari dana yang diberikan Bank Indonesia dan BPPN itu, PT EGP menerima Rp546 miliar, sedangkan Bank Bali Rp359 miliar. Dana itu lalu dicairkan dan Joko diadili atas tuduhan penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pada 2008 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pernah memvonis bebas Joko, tetapi Kejaksaan Agung tidak menerimanya dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

Joko akhirnya dinyatakan bersalah dan divonis dua tahun penjara, Hakim Agung saat itu juga memerintahkan Joko untuk membayar denda Rp15 juta dan uang Rp546 miliar di Bank Bali.

Belakangan diketahui Joko mendapatkan paspor Papua Nugini dan sudah menjadi warga negara sana. Mantan Direktur Era Giat Prima itu meninggalkan Indonesia dengan pesawat sewaan dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009, tepat sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya.

3. Licin bak belut, Joko Tjandra beraksi lagi di Tanah Air pada 2020, 11 tahun setelah jadi buron

Joko Tjandra, Buron Licin yang Beraksi Lagi Usai 11 Tahun Menghilang Dugaan swafoto Anita Kolopaking dan Brigjen Pol Prasetyo Utomo (Twitter.com/xdigeeembok)

Pada 2020 Joko muncul kembali di Tanah Air dengan gerak-gerik yang mulus. Dia melakukan sederet kehebohan setelah lama tak terdengar dan terendus jejaknya. Pada awal Juni 2020, dia datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan Sidang Peninjauan Kembali (PK), tepat di bulan yang sama ketika dia kabur 11 tahun lalu.

  • Pada 5 Mei 2020, red notice Joko Tjandra di Interpol hilang

Diketahui, data red notice Joko Tjandra telah terhapus pada 5 Mei 2020. Menurut keterangan, data itu terhapus sejak 2014 karena tak ada lagi permintaan dari Kejaksaan Agung.

Terbaru, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol. Argo Yuwono mengatakan, nama Joko terhapus secara otomatis.

Penelusuran Indonesia Police Watch (IPW), terdapat dugaan keterlibatan polisi dalam kasus ini. Sekretaris National Central Bureau (NBC) Interpol Indonesia Divhubinter Polri Brigjen Nugroho mendadak mengeluarkan surat penyampaian penghapusan Interpol red Notice Joko pada Dirjen Imigrasi lewat surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020.

Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, pencabutan red notice dilakukan karena adanya surat dari istri Joko, Anna Boentaran, pada 16 April 2020 pada NCB Interpol Indonesia. Anna bersurat 12 hari setelah Nugroho menjabat sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.

Nugroho akhirnya dicopot dari jabatannya pada Jumat, 17 Juli 2020, dan masih menjalani pemeriksaan dan ditetapkan sebagai tersangka pada Senin, 27 Juli 2020.

  • 8 Juni 2020, lurah dicopot karena membuat e-KTP Joko

Joko melalui kuasa hukumnya, Anita Kolopaking, membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan pada 8 Juni 2020. Karena itu, Lurah Grogol Selatan Asep Subahan dicopot oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan setelah terbukti membantu seorang buronan membuat e-KTP. Joko juga terungkap mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

  • 18 Juni 2020

Terungkap pada 18 Juni 2020, mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo membuat surat jalan untuk Joko, dari Jakarta menuju Pontianak, untuk kepentingan koordinasi dan konsultasi. Joko dituliskan sebagai konsultan di Bareskrim Polri.

Karena itu, Brigjen Prasetijo dicopot dari jabatannya pada 15 Juli 2020 dan dimutasi menjadi Perwira Tinggi (Pati) Pelayanan Masyarakat Yanma Mabes Polri.

  • 23 Juni 2020

Joko diketahui mencetak paspor di kantor Imigrasi Jakarta Utara. Data itu terungkap saat rapat dengar pendapat (RDP) antara Ditjen Imigrasi dan Komisi III DPR RI 13 Juli 2020.

  • 29 Juni, 6, 20, dan 27 Juli Joko mangkir dari sidang Peninjauan Kembali (PK)

Sidang PK yang diajukan sebelumnya oleh Joko rencananya akan digelar pada 29 Juni, tetapi dia mangkir lantaran sakit. Kemudian pada 6 Juli, dia juga mangkir dan sidang kembali ditunda. Terakhir pada 20 Juli, lagi-lagi Joko tidak menunjukkan batang hidungnya. Alasannya masih sama, sakit. 

‘Klien kami masih belum pulih. Berikut saya sampaikan kembali dan juga ada surat yang ditujukan pada Majelis," kata kuasa hukum Joko, Andri Putra Kusuma di PN Jakarta Selatan, Senin 20 Juli 2020. Pada Senin, 27 Juli 2020, Joko kembali mangkir hingga akhirnya PK-nya dibatalkan.

4. Red notice Joko Tjandra terhapus, ada persekongkolan?

Joko Tjandra, Buron Licin yang Beraksi Lagi Usai 11 Tahun Menghilang Foto Dokumentasi ANTARA - Terdakwa kasus Bank Bali sekaligus Dirut PT Era Giat Prima, Joko S Tjandra mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Rabu (23/2/2000) (ANTARA FOTO/Maha Eka Swasta)

Terkait dengan hilangnya red notice Joko Tjandra dari Interpol, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, red notice atau pencekalan dalam proses pidana sebelum ada putusan pengadilan, memiliki jangka waktu yaitu selama enam bulan sejak adanya permintaan penerbitan.

“Tetapi jika sudah ada putusan yang tetap dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka red notice terhadap terpidana apalagi buron tidak akan pernah berakhir sampai terpidana menjalankan hukumannya,” kata Abdul Fickar kepada IDN Times, Kamis (23/7/2020).

Meminjam penjelasan dari situs pengacara kriminal Stephane Babonneau, sba-avocats.com, red notice memiliki validitas standar selama lima tahun, kecuali red notice ditarik lebih awal atas permintaan negara.

Abdul juga mengatakan bahwa dalam kasus penghapusan red notice Joko Tjandra, Interpol serta kepolisian harus berkoordinasi dengan kejaksaan sebagai eksekutor. Hal ini juga berkaitan dengan tugas kewenangan polisi sebagai penanggung jawab keamanan dalam negeri untuk mengamankan buronan.

“Tetapi Jika polisi membiarkan saja red notice terhapus dan justru tidak memberitahukan, maka jelas ini pelanggaran terhadap tugas dan kewajibannya,” kata dia.

Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) menduga ada persekongkolan antara oknum kepolisian untuk melindungi Joko dari jerat hukuman.

"Melalui surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Brigjen Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan Interpol Red Notice Joko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane dalam keterangannya, Kamis 16 Juli 2020.

Alasan pencabutan red notice itu diyakini karena adanya surat dari istri Joko yakni, Anna Boentaran, pada 16 April 2020 kepada NCB Interpol Indonesia. Surat itu dikirim Anna 12 hari setelah Brigjen Nugroho menduduki jabatan sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.

"Begitu mudahnya Brigjen Nugroho membuka red notice buronan kakap yang belasan tahun diburu Bangsa Indonesia itu," kata dia.

Situs resmi Interpol, interpol.int, menjelaskan bahwa tidak ada paksaan otoritas penegak hukum di masing-masing negara anggota Interpol untuk menangkap subjek yang ada dalam red notice. Setiap negara punya hak untuk menentukan apakah red notice itu memiliki muatan hukum dan perlukah penegak hukum melakukan penangkapan.

Meski red notice Joko diterbitkan kembali dan seluruh negara anggota menerima notifikasinya, belum tentu mereka akan dan mau melakukan penangkapan. Selain itu, Interpol juga tidak punya kewenangan menangkap seorang buronan.

5. Polri: red notice terhapus otomatis di Interpol pusat, Prancis

Joko Tjandra, Buron Licin yang Beraksi Lagi Usai 11 Tahun Menghilang Dok. IDN Times/MAKI dan IPW

Masalah red notice Joko Tjandra ini kepolisian bersuara. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol. Argo Yuwono mengatakan, nama buronan Joko Tjandra terhapus secara otomatis di Interpol Pusat di Lyon, Prancis.

"Teman-teman tahu adanya red notice Joko Tjandra di tahun 2009. Kemudian ada isu berkembang kok sudah terhapus atau ter-delete di tahun 2014? 2009-2014 itu sudah 5 tahun, itu adalah delete by system," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat 17 Juli 2020.

Menurut penjelasan Argo, seorang polisi tidak bisa menghapus nama seseorang di Interpol. Karena itu, kata dia, mantan Sekretaris NBC Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibobo hanya bersurat pada Ditjen Imigrasi bahwa nama Joko Tjandra terhapus. Surat yang diberikan hanya sekadar informasi.

"Kalau yang kemarin khusus surat oleh Pak Ses (sekretaris) NBC menyampaikan ke imigrasi, ini lho red notice, ini sudah terhapus gitu lho, menyampaikan ke Imigrasi," kata dia.

6. Mengherankan, Joko hadir di pengadilan saat ajukan PK tapi tidak langsung ditangkap

Joko Tjandra, Buron Licin yang Beraksi Lagi Usai 11 Tahun Menghilang Deretan ulah Joko Tjandra (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, Joko Tjandra juga mangkir di tiga Sidang Peninjauan Kembali (PK) yang harusnya dia hadiri. Joko mangkir pada 29 Juni, 6 dan 20 Juli, alasannya selalu sakit, dan pada Senin 27 Juli 2020 Joko kembali mangkir dan akhirnya PK-nya ditolak.

Lalu apakah sebenarnya Joko bisa dijemput karena sudah tiga kali mangkir? Abdul Fickar menjelaskan bahwa pengadilan pidana dalam konteks permohonan PK hanya punya wewenang untuk memeriksa berkas perkara dan menyidangkannya. Setelah itu, baru diserahkan kepada Mahkamah Agung sebagai pihak yang memiliki wewenang memutus PK.

"Yang mempunyai legal standing dalam permohonan PK adalah terpidana, artinya orang yang sudah dihukum dengan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan terpidana itu biasanya berada di dalam tahanan Lembaga Pemasyarakatan (LP), dalam keadaan normal, maka jaksa sebagai eksekutor (pelaksana hukuman) bertanggung jawab menghadirkan terpidana yang mengajukan PK, Jadi yang punya kewenangan memanggil dan membawa adalah jaksa," ujar dia.

Namun, hingga saat ini Joko belum memenuhi kewajibannya menjalani hukuman selama dua tahun penjara dan malah buron.

Yang paling mengherankan, Joko begitu leluasa hadir mengajukan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan awal Juni 2020 atau tepat di bulan yang sama ketika dia kabur 11 tahun lalu, dimana seharusnya dia bisa langsung ditangkap oleh jaksa dan dijebloskan ke penjara. 

7. Presiden diminta turun tangan, Polri beri sinyal akan tangkap Joko Tjandra

Joko Tjandra, Buron Licin yang Beraksi Lagi Usai 11 Tahun Menghilang Terpidana kasus cessie Bank Bali, yang sekarang buron dan memiliki kewarganegaraan Papua Nugini, Djoko Tjandra (Dok. ANTARA News)

Melihat licinnya Joko Tjandra menghindari jerat hukum, mantan Wakil Kapolri Adang Daradjatun khawatir ada upaya yang terorganisir untuk melindungi Joko. Karena itu, dia berharap agar Bareskrim Polri bisa mengusut tuntas dugaan tersebut.

"Tiap hari bicara dengan Bareskrim, kalau memang case ini sudah terorganisir dan masuk pidana ya lakukan. Sekarang gak bisa lagi (untuk diam), masyarakat sudah kritis, kalau Polri terus tertutup nanti justru akan terpuruk " kata Adang dalam diskusi yang diadakan Polemik Trijaya FM, Sabtu (18/7/2020).

Adang juga mengimbau Polri bisa menuntaskan kasus Joko dan berharap tidak ada pihak yang dilindungi jika nama-nama tokoh besar lainnya muncul.

Anggota Komisi III DPR RI ini juga mengaku keterlibatan anggota Polri sangat memalukan. Dia mengatakan bahwa reformasi di institusi Polri belum sepenuhnya usai, terutama soal reformasi budaya.

"Sangat memalukan terjadi case menyangkut anggota Polri, apabila ditanyakan apakah ini sindikat dan sebagainya, saya tidak melampaui," kata dia.

Sedangkan, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, berharap Presiden Joko "Jokowi" Widodo bisa membantu Kejaksaan Agung memboyong buronan Joko Tjandra kembali ke Indonesia, melalui upaya diplomasi dengan pihak Malaysia karena beredar isu bahwa Joko ada di negara itu.

Hubungan diplomatik antara Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, diharapkan bisa mempermudah penangkapan Joko Tjandra.

"Presiden Jokowi (dapat) meminta pada Perdana Menteri Malaysia untuk menangkap orang ini. Karena upaya Jaksa Agung sebelumnya, Pak Prasetyo, lima tahun gak pernah goal. Sekarang mumpung momentum ini membuat goal bisa nangkap Joko Tjandra di Kuala Lumpur, dipulangkan ke Indonesia," kata Boyamin.

Sinyal penangkapan Joko juga mulai digaungkan oleh Polri baru-baru ini. Argo Yuwono menjelaskan bahwa pihaknya tengah melakukan upaya untuk memulangkan dan menangkap sang buronan.

"Tentunya kita sedang melakukan suatu kegiatan yang berupaya untuk melakukan penangkapan atau memulangkan yang bersangkutan," kata Argo di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 22 Juli 2020.

Baca Juga: Pimpinan DPR: Kasus Joko Tjandra Berpengaruh pada Kepercayaan Investor

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya