Jokowi Diminta Cabut Keppres soal Pelanggaran HAM Berat Nonyudisial

Koalisi minta Keppres dicabut dan dibatalkan

Jakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil menilai petikan pidato Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD RI Tahun 2022 pada Selasa (16/8/2022) adalah bentuk klaim yang keliru, dan bertolak belakang dengan realita kondisi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia.

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Maria Catarina Sumarsih (Keluarga Korban Tragedi Semanggi 1), Suciwati (Istri Munir), KontraS, Imparsial, Insersium, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Human Rights Working Group (HRWG), Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Amnesty International Indonesia, LBH Bandung, menilai kondisi penyelesaian pelanggaran HAM berat mengalami kemunduran.

"Koalisi Masyarakat Sipil menilai petikan Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo di DPR RI pada 16 Agustus 2022 sebagai bentuk klaim yang keliru ,dan bertolak belakang dengan realita kondisi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di Indonesia. Setelah hampir delapan tahun era pemerintahan Presiden Jokowi, kondisi penyelesaian beban Bangsa Indonesia ini justru mengalami kemunduran," tulis koalisi, Jumat (19/8/2022).

Baca Juga: Komnas HAM Kawal 3 Kasus Dugaan Pelanggaran HAM di Papua

1. Kepura-puraan Presiden semata pada kasus pelanggaran HAM berat

Jokowi Diminta Cabut Keppres soal Pelanggaran HAM Berat NonyudisialPresiden RI, Joko (Jokowi) Widodo dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD RI Tahun 2022 pada Selasa (16/8/2022). (youtube.com/MPR)

Dalam pidatonya, Jokowi menyelipkan kata "menjadi perhatian serius" dalam konteks penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Koalisi Masyarakat Sipil menilai hal itu jadi kepura-puraan Presiden semata. Karena dalam banyak kesempatan, mereka menyebut, pemerintahan yang ada saat ini tidak serius.

Hingga delapan tahun Jokowi menjabat, kata mereka, baru ada satu pengadilan HAM yang akan digelar yakni peristiwa Paniai 2014, belum lagi hanya ada satu tersangka dan digelar di pengadilan Makassar, bukan di Papua.

"Pengadilan HAM yang akan segera berlangsung diprediksi gagal menghadirkan keadilan bagi publik dan mengulang tiga proses sebelumnya yang tidak menghukum satu pun pelaku," tulis Koalisi.

2. Pembahasan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi perlu ditelisik

Jokowi Diminta Cabut Keppres soal Pelanggaran HAM Berat NonyudisialPresiden RI, Joko (Jokowi) Widodo memberikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR/DPR/DPD RI Tahun 2022 pada Selasa (16/8/2022). (youtube.com/MPR)

Kemudian, Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pernyataan Jokowi mengenai proses pembahasan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dinilai perlu ditelisik lebih jauh.

"Sejauh ini prosesnya tidak melibatkan partisipasi publik utamanya para penyintas dan keluarga korban. Tidak ada pembahasan lebih lanjut mengenai korelasi antara fungsi KKR dan peranannya dalam proses hukum di Pengadilan HAM," kata mereka.

Pengalaman dibatalkannya UU No 27 Tahun 2004 tentang KKR oleh Mahkamah Konstitusi tidak juga membuat pembahasan mengenai bentuk KKR yang sesuai dengan ketentuan hukum dan HAM secara internasional, untuk kepentingan korban dan publik bisa diakses publik.

3. Keppres HAM Berat dinilai jadi jalan pintas

Jokowi Diminta Cabut Keppres soal Pelanggaran HAM Berat NonyudisialAksi peringatan Hari HAM Internasional 2021 di Kota Medan, Sumatra Utara, Jumat (10/12/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Keppres Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu juga dinilai sejumlah polemik yang berpotensi membuat impunitas semakin menguat di Indonesia. Mulai dari proses tertutup, dokumen yang tak bisa diakses, tanda tanya soal latar belakang, motif dan komposisi individu yang dipilih Presiden untuk mengisi tim ini.

"Kami melihat upaya untuk memisahkan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu berbasis metode yudisial dan non-yudisial hanya sebagai kamuflase dari lemahnya Negara untuk menindak para pelaku kejahatan kemanusiaan dan luar biasa di Indonesia ini," sebut Koalisi.

Koalisi belum melihat rujukan regulasi atau standar norma pengaturan yang dipilih presiden dan jajarannya dalam menyusun regulasi ini. Pemerintah, dalam Keppres ini mengutamakan mekanisme non-yudisial dalam penanganan pelanggaran HAM yang dianggap jadi jalan pintas penyelesaian.

Baca Juga: Komnas HAM Belum Terima Salinan Keppres Jokowi soal Pelanggaran HAM

4. Mendesak Keppres ini dibatalkan

Jokowi Diminta Cabut Keppres soal Pelanggaran HAM Berat NonyudisialAksi peringatan Hari HAM Internasional 2021 di Kota Medan, Sumatra Utara, Jumat (10/12/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Koalisi Masyarakat Sipil juga mendesak Jokowi membatalkan Keppres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, dan memerintahkan Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti hasil penyelidikan kasus pelanggaran HAM masa lalu dari Komnas HAM, dengan melakukan penyidikan secara transparan dan bertanggung jawab terhadap peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Kemudian, DPR juga didesak segera merekomendasikan dan atau mengusulkan pembentukan Pengadilan HAM Ad-hoc atas Peristiwa Pelanggaran HAM Berat masa lalu.

"Pemerintah dan DPR RI membahas RUU KKR dan membuka seluas-luasnya partisipasi publik secara bermakna (meaningful participation) khususnya penyintas dan keluarga korban Pelanggaran HAM Berat sesuai dengan mandat Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara No.006/PUU-IV/2006," tulis Koalisi.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya