Kekerasan Seksual Jadi Dosa Besar di Dunia Pendidikan Indonesia

Pengesahan RUU TPKS sangat mendesak!

Jakarta, IDN Times - Bapak pendidikan nasional Indonesia, Ki Hadjar Dewantara mengatakan, “Pendidikan dan pengajaran di dalam Republik Indonesia harus berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia, menuju ke arah kebahagiaan batin serta keselamatan hidup lahir.”

Pendidikan jadi suatu yang lekat bagi bangsa ini, dari sebelumnya sulit didapatkan hingga kini menjadi hak setiap orang.Perjuangan di ranah pendidikan bukan hanya mencerdaskan kehidupan bangsa, namun dalam prosesnya banyak hal yang harus diperjuangkan, salah satunya adalah merasakan pendidikan dengan aman dan nyaman.

Kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan bukan hal baru, namun bukan juga jadi hal yang mudah dihapuskan. Baru-baru ini masyarakat Indonesia digemparkan dengan berita 12 santriwati yang diperkosa, padahal mereka seharusnya dapat mengemban pendidikan dengan aman dan nyaman di Madani Boarding School, Bandung, Jawa Barat.

HW yang merupakan tenaga pendidik pondok pesantren tersebut bukannya memberikan pelajaran pada santriwatinya, namun malah melakukan tindak kekerasan seksual pada santriwatinya, alhasil 11 dari 12 orang kini sudah melahirkan.

Potret pendidikan Indonesia jadi kelam dan runyam dengan tingkah orang-orang seperti HW, dunia pendidikan tak menjamin keamanan seseorang untuk bisa menimba ilmu. Kasus pemerkosaan di Madani Boarding School Bandung hanya satu dari sekian banyaknya kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan, salah satunya kasus yang dialami mahasiswi Universitas Riau (UNRI) oleh dosennya di tengah proses penyelesaian tugas akhir. Mahasiswi berinisial L melaporkan dekannya SH ke kepolisian. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik Unri itu melecehkan pelapor saat bimbingan skripsi. SH kemudian melaporkan balik kasus ini dengan dalih pencemaran nama baik.

1. Kasus kekerasan seksual dilakukan 55 persen oleh guru

Kekerasan Seksual Jadi Dosa Besar di Dunia Pendidikan IndonesiaIlustrasi kekerasan anak (IDN Times/Mardya Shakti)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama Januari hingga Desember 2021 mencatat kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan mulai dari pemantauan kasus yang dilaporkan keluarga korban ke pihak kepolisian dan yang diberitakan oleh media massa.

“Selama tahun 2021, ada 3 bulan tidak muncul kasus kekerasan seksual di media massa  ataupun yang di laporkan kepolisian, yaitu pada bulan Januari, Juli dan Agustus, sedangkan 9 bulan lainnya muncul kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan yang dilaporkan ke kepolisian dan diberitakan di media massa,” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti, Selasa (28/12/2021).

Dari data yang diterima IDN Times, tercatat ada 18 kasus kekerasan seksual dengan 19 pelaku dan total 207 korban anak, yang terdiri dari 126 anak perempuan dan 71 anak laki-laki. 

Pelaku kekerasan seksual terbanyak adalah guru 10 orang, pimpinan pondok pesantren atau kepala sekolah 4 orang, sisanya adalah pengasuh, tokoh agama hingga pembina asrama.

Mayoritas kasus terjadi satuan pendidikan berasrama atau boarding school sejumlah 12 kasus dan 6 lainnya di satuan pendidikan non asrama atau sekolah biasa.

Modus yang dilancarkan pelaku pada korban ada berbagai macam, mulai dari iming-iming nilai bagus, dijadikan Polwan hingga permintaan tolong untuk memijat.

Baca Juga: Kaleidoskop 2021: 18 Kasus Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan

2. Jabaran data kekerasan seksual dari tiga lembaga di dunia pendidikan

Kekerasan Seksual Jadi Dosa Besar di Dunia Pendidikan Indonesia15 Bentuk Kekerasan Seksual Menurut Komnas Perempuan (IDN Times/Aditya Pratama)

Data Simfoni dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Sintaspuan Komnas Perempuan dan Titian Perempuan Forum Pengada Layanan menunjukkan bahwa anak perempuan paling rentan mengalami kekerasan seksual, yakni sebanyak 3.248 orang anak dari Simfoni, 152 orang dari Sintaspuan dan 84 anak dari Titian Perempuan. Data ini didapat dari hasil kolaborasi tiga lembaga tersebut dalam Gerak Bersama Dalam Data: Laporan Sinergi Database.

Kepala Biro Data dan Informasi Kemen PPPA. Lies Rosdianty dalam pemaparannya pada Selasa (28/12/2021) di agenda Laporan Sinergi Database Kekerasan Terhadap Perempuan menjelaskan ada 123 korban kekerasan seksual yang masih duduk di bangku TK, 38 PAUD, 1.528 SD, 2.009 SMP, 2.728 SMA da 846 ada di perguruan tinggi.

Daru data Simfoni PPPA juga ditemukan bahwa 96 kasus dilakukan oleh guru, sedangkan dari Titian Perempuan ada 22 kasus dengan pelaku guru dan Sintaspuan mencatat 6 kasus kekerasan seksual oleh guru.

3. Tiga dosa besar dunia pendidikan: perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi

Kekerasan Seksual Jadi Dosa Besar di Dunia Pendidikan IndonesiaKunjungan Kerja Mendikbud Nadiem Makarim ke Sorong, Papua (Dok. BKHumas Kemendikbud)

Darurat kekerasan seksual di dunia pendidikan memang nyata terjadi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim mengungkapkan saat ini dunia pendidikan mengalami tantangan besar dengan adanya tiga dosa besar, yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi. 

Dampak dari ketiganya, kata dia, selain menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang baik, juga memberikan trauma yang bahkan dapat bertahan seumur hidup seorang anak. Untuk itu, Kemendikbud Ristek mengklaim bakal lebih serius menangani tiga dosa besar di dunia pendidikan ini.

Baca Juga: Marak Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan, Ini Rekomendasi KPAI

4. Dua aturan terkait isu kekerasan seksual di lingkungan pendidikan

Kekerasan Seksual Jadi Dosa Besar di Dunia Pendidikan IndonesiaCara Edukasi Cegah Kekerasan Seksual pada Anak Sesuai Usia (IDN Times/Aditya Pratama)

Salah satu usaha yang dilakukan Nadiem dan jajarannya adalah dengan membentuk pokja yang spesifik isu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi di dunia pendidikan.

Menurut dia, konsep Merdeka Belajar yang Kemendikbud Ristek usung tidak hanya berfokus pada proses penyampaian materi di dalam kelas.

“Untuk mencintai belajar, untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, anak-anak harus belajar di lingkungan yang aman dan nyaman, bebas dari kekerasan. Sehingga, Kemendikbud Ristek mengambil langkah berani dan serius untuk mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan pendidikan, mulai dari jenjang paling dasar sampai tinggi,” kata Nadiem di Jakarta, Senin (20/12/2021).

Untuk diketahui, saat ini terdapat dua aturan yang memberikan panduan pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di lingkungan pendidikan, yakni Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan. Serta Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Kementerian Agama sepakat akan membangun kemitraan dengan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) guna mencegah kekerasan seksual anak, khususnya di lembaga pendidikan keagamaan. 

“Kami serius ingin menangani kasus kekerasan seksual anak ini. Terutama menindaklanjuti apa yang terjadi di pesantren di Jawa Barat. Saya kira ini fenomena gunung es, dan harus segera diselesaikan,” ungkap Menteri Agama Yaqut Cholil, dalam keterangannya, Senin (27/12/2021)

5. Nama institusi pendidikan tercoreng jika diam soal kasus kekerasan seksual

Kekerasan Seksual Jadi Dosa Besar di Dunia Pendidikan IndonesiaIlustrasi sekolah dalam pengawasan KPAI (dok. KPAI)

Pendapat soal pemahaman kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan, salah satunya dilontarkan oleh millenial asal Tangerang Selatan. Ia mengungkapkan kasus seperti ini bakal mencoreng nama baik suatu institusi pendidikan jika tidak ditangani.

"Mencoreng nama institusi itu kalau institusinya sendiri diam aja atau bahkan membungkam korban kekerasan seksual yang dialami oleh anggota institusinya," kata dia kepada IDN Times, Kamis (30/12/2021).

Dengan tidak mengambil tindakan keras untuk mengutuk perilaku kekerasan seksual, institusi pendidikan kata dia, tidak memikirkan keselamatan sama kesehatan anggotanya.

"Itu justru akan mencoreng nama institusinya," ujarnya.

Edukasi pendidikan seksual di sekolah yang ada saat ini juga menurut dia masih dianggap kurang, padahal pendidikan seksual apalagi upaya mengantisipasi kekerasannya sangat penting.

"Penting karena kita bisa mengenal tubuh kita sendiri, sama bagian mana aja yang gak boleh orang lain pegang kecuali atas izin kita," kata dia.

6. Edukasi seksual penting diberikan di lingkungan pendidikan sedini mungkin

Kekerasan Seksual Jadi Dosa Besar di Dunia Pendidikan IndonesiaIlustrasi anak-anak (IDN Times/Dwifantya Aquina)

Sementara itu, seorang tenaga pengajar asal Tangerang Selatan berinisial IP mengatakan pemahaman edukasi sejak dini kepada siswa dan siswi mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang asing, teman maupun orang tua kandung menjadi hal yang penting.

“Semisal untuk siswa-siswi SD kelas rendah, biasanya guru akan menyampaikan edukasi tersebut melalui lagu,” ujarnya kepada IDN Times, Jumat (31/12/2021).

Guru juga harus selalu mendampingi siswa-siswi apabila ada siswa-siswi yang ingin ke kamar kecil, sebab dari beberapa kejadian pelecehan seksual yang ada di sekolah biasanya terjadi di kamar kecil.

Jika guru tidak sempat untuk mendampingi, sebaiknya sekolah memiliki petugas yang bertugas untuk menjaga dan mendampingi siswa-siswi saat akan ke kamar kecil, jika tidak ada petugas sekolah bisa mengajak Komite Sekolah untuk bekerja sama dalam hal ini dengan cara memberikan piket orang tua siswa secara bergilir untuk menjaga siswa-siswi selama berada di kamar kecil.

“Berikan pemahaman kepada siswa-siswi untuk menolak ajakan orang yang tidak dikenal, atau jika ada orang asing yang dengan sengaja menyentuh area yang tidak boleh disentuh dengan segera meninggalkan orang asing tersebut,” ujarnya.

Selain itu, penting untuk mengingatkan anak agar tidak mudah percaya dengan orang asing atau orang yang baru dikenal dan buat anak untuk selalu menceritakan jika terjadi sesuatu pada dirinya.

Baca Juga: Tabu.id Jadi Oase Millennials Cari Edukasi Seksual

7. Berani laporkan kasus kekerasan seksual di sekitar!

Kekerasan Seksual Jadi Dosa Besar di Dunia Pendidikan IndonesiaIlustrasi Telepon. (IDN Times/Aditya Pratama)

Ada beberapa cara melaporkan kasus kekerasan seksual di ranah pendidikan. Mulai dari Kemendikbud melalui layanan panggilan ke 177 atau mengirim email ke pengaduan@kemendikbud.go.id.

Pelaporan juga dapat dilakukan melalui konsultasi live chat di situs ult.kemdikbud.go.id.

Atau  di situs Kemendikbud.lapor.go atau melalui aplikasi Lapor versi android.

Hotline pengaduan KemenPPPA:

Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA)

Hotline Telepon: 129

WhatsApp: 08111-129-129

Kemudian Komnas Perempuan:

Telepon: 021-3903963 atau Faks: 021-3903922.

Isi formulir pengaduan terlebih dahulu lewat tautan https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSdkS3HC1aSbk44u6joenNT-F-b1Of5aUKnuDUfrj6KLeuxlpg/viewform

Surel pengaduan pengaduan@komnasperempuan.go.id.

Lalu, ke KPAI melalui link https://www.kpai.go.id/formulir-pengaduan

Pengaduan ke (+62) 021 31901556

Email ke pengaduan@kpai.go.id.

Langkah kecil sangat berarti!

Baca Juga: [WANSUS] Cerita Ibu Korban Disuruh Polisi Tangkap Sendiri Pemerkosa

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya