KemenPPPA: Kekerasan Seksual Bukan dari Pasangan Naik Selama Pandemik

Tiga dari 10 remaja laki-laki juga alami kekerasan seksual

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengatakan saat ini kekerasan seksual dengan pelaku yang bukan pasangan korban di masa COVID-19, meningkat jadi 5,2 persen pada 2021 meningkat dari 4,7 persen saat 2016

Dia mengatakan, isu perempuan dan anak memang seharusnya menjadi perhatian bersama, dan dibutuhkan sinergi serta kolaborasi, khususnya dalam penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Terlebih, prevalensi kekerasan seksual yang dilakukan pelaku yang bukan pasangan korban di masa pandemi Covid-19 meningkat dari 4,7 persen pada tahun 2016 menjadi 5,2 persen pada tahun 2021, ini data dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2021," kata dia, dalam sambutannya secara virtual pada kegiatan Road to Urban 20 Summit High Level Talkshow, dikutip, Rabu (31/8/2022).

Baca Juga: Konten Intim Disebar, Kekerasan Seksual dengan Dalih Balas Dendam

1. Satu dari empat perempuan usia 15-64 tahun pernah alami kekerasan fisik atau seksual

KemenPPPA: Kekerasan Seksual Bukan dari Pasangan Naik Selama PandemikIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Pandemik COVID-19 turut menciptakan tantangan dan kerentanan yang lebih besar bagi perempuan, yaitu The Shadow Pandemic atau peningkatan angka kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan selama pandemik COVID-19.

Sementara, Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu, menjelaskan berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021, satu dari empat perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya.

"Selain itu, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 pun menunjukkan 4 dari 10 remaja perempuan dan 3 dari 10 remaja laki-laki usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan, baik secara fisik, psikis, maupun seksual dalam bentuk apapun sepanjang hidupnya. Hal tersebut menunjukkan peningkatan data kekerasan terhadap perempuan dan anak selama pandemi COVID-19," ujar dia.

2. Layanan pengaduan perempuan dan anak

KemenPPPA: Kekerasan Seksual Bukan dari Pasangan Naik Selama PandemikIlustrasi Telepon. (IDN Times/Aditya Pratama)

Pribudiarta mengemukakan, dalam mengantisipasi serta menuntaskan persoalan yang turut muncul ke permukaan karena pandemik COVID-19, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai macam kebijakan dan pendekatan, yaitu melalui Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Pandemik COVID-19.

KemenPPPA tergabung di dalamnya disebut turut berpartisipasi dalam pencegahan, dan penanganan kekerasan berbasis gender (KBG) yang kian meningkat selama pandemik COVID-19.

“Kami telah menyusun lima protokol perlindungan khusus anak dan memastikan seluruh protokol yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas itu responsif hak anak, dan memberikan perlindungan kepada anak. Selain itu, KemenPPPA pun kini memiliki Layanan Pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang dapat di akses oleh siapapun secara 24 jam,” kata Pribudiarta.

Baca Juga: Memahami Perbedaan Pelecehan Seksual dan Kekerasan Seksual

3. UU TPKS beri kekuatan bagi perempuan dan anak

KemenPPPA: Kekerasan Seksual Bukan dari Pasangan Naik Selama PandemikKampanye pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual di Kereta Api oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) wilayah Daop 1 Jakarta (dok. Humas PT KAI Daop 1 Jakarta)

Pribudiarta menuturkan, lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pindana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memberikan kekuatan bagi perempuan dan anak akan kepastian hukum, serta kepastian atas hak penanganan, hak perlindungan, dan hak pemulihan. Saat ini, KemenPPPA juga secara marathon menyusun aturan turuan dari UU TPKS.

“Kami berharap agar peraturan turunan UU TPKS dapat segera dirampungkan sehingga dalam penanganan kasus tindak pindana kekerasan seksual, yang saat ini sering kita dengar terjadi di berbagai macam daerah dapat menggunakan UU TPKS. Selain itu, dibutuhkan sinergi, kolaborasi, dan kerja sama dari berbagai macam pihak untuk menuntaskan berbagai macam bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak,” katanya Pribudiarta.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya