KemenPPPA Libatkan Tokoh Agama hingga Anak Muda Cegah Sunat Perempuan

Sunat perempuan lekat dengan adat, padahal tak ada manfaat

Jakarta, IDN Times - Plt Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan, mengakui praktik pemotongan dan perlukaan genital perempuan (P2GP) atau dikenal sunat perempuan masih kerap dijumpai. Padahal menurutnya sunat perempuan berbahaya.

Untuk mencegahnya, Indra mengatakan perlu melibatkan lembaga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, media massa, hingga generasi muda. Penyetopan sunat perempuan menurutnya memerlukan sinergi dari berbagai pihak.

“Pemerintah Indonesia secara serius berkomitmen mencegah terjadinya praktik sunat perempuan (P2GP), hal ini diperkuat dengan hadirnya roadmap dan rencana aksi pencegahan P2GP dengan target hingga 2030 yang telah disusun KemenPPPA bersama pihak terkait. Ruang lingkup upaya pencegahan yang dapat kita lakukan sangatlah luas, hal ini tentunya harus diikuti dengan sinergi berbagai pihak,” kata Indra dalam acara Diseminasi Hasil Penelitian P2GP di Lampung dan Sulawesi Tenggara secara daring, Senin (4/10/2021).

1. Ada penelitian yang dilakukan soal sunat perempuan

KemenPPPA Libatkan Tokoh Agama hingga Anak Muda Cegah Sunat PerempuanIlustrasi perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Indra menambahkan, masalah sunat perempuan menjadi perhatian bersama pemerintah dan pihak lainnya untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017. Khususnya, pada tujuan 5.3 terkait penghapusan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan usia anak, perkawinan dini dan paksa, serta sunat perempuan.

Perempuan DAMAR dan Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia telah melaksanakan penelitian P2GP untuk mengetahui pandangan masyarakat, khususnya generasi muda, terkait sunat perempuan di Lampung dan Sulawesi Tenggara. Penelitian ini melibatkan para remaja dan anak muda.

Advokasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan, serta mendorong pemerintah daerah untuk melindungi perempuan dari praktik berbahaya sunat perempuan.

“Hasil penelitian dan hasil kajian inilah yang kita tunggu dan diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan sekaligus menjadi bahan diskusi untuk menetapkan langkah dan upaya bersama dalam mencegah praktik sunat perempuan di Indonesia," kata dia.

Baca Juga: Cowok Nonmuslim Juga Sunat Kok, Ini 7 Manfaatnya untuk Kesehatan

2. Praktik sunat perempuan di Lampung 39 persen, Sulawesi Tenggara 60 persen

KemenPPPA Libatkan Tokoh Agama hingga Anak Muda Cegah Sunat PerempuanIlustrasi (IDN Times/Larasati Rey)

Koordinator Pelaksana Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia, Niken Lestari, menjelaskan penelitian P2GP di Lampung dan Sulawesi Tenggara dilaksanakan untuk menindaklanjuti beberapa penelitian terkait sunat perempuan sebelumnya.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan pada 2013, diketahui Lampung dan Sulawesi Tenggara memiliki prevalensi praktik sunat perempuan yang tinggi. Rinciannya sebanyak 60 persen di Lampung dan 39 persen di Sulawesi Tenggara.

"Hal inilah yang melatarbelakangi dipilihnya dua provinsi ini sebagai perwakilan wilayah barat dan timur Indonesia sebagai tempat pelaksanaan penelitian kami,” kata Niken.

3. Rekomendasi hasil penelitian

KemenPPPA Libatkan Tokoh Agama hingga Anak Muda Cegah Sunat PerempuanIlustrasi Riset (IDN Times/Arief Rahmat)

Penelitian terkait sunat perempyan menghasilkan beberapa rekomendasi. Seperti pentingnya konseling dari para tenaga kesehatan kepada keluarga bahwa tidak ada manfaat medis dari sunat perempuan.

Kemudian, melibatkan peran ulama laki-laki maupun ulama perempuan dalam mencegah sunat perempuan melalui media mainstream. Rekomendasi berikutnya melibatkan komunitas perempuan muda dalam menyusun konten tentang sunat perempuan di media sosial dan melibatkan generasi muda dalam diskusi kritis tentang praktik sunat perempuan.

4. Lekat dengan adat dan pemahaman agama

KemenPPPA Libatkan Tokoh Agama hingga Anak Muda Cegah Sunat PerempuanSejumlah tenaga kesehatan menangis saat memberi penghormatan terakhir kepada mendiang bidan Ilah Kurnia di RSUD Indramayu, Jawa Barat, Jumat (2/7/2021). Penghormatan tersebut diberikan kepada bidan Ilah Kurnia yang meninggal dunia akibat COVID-19 (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Sementara itu, Ketua Ikatan Bidan Indonesia Lampung Mery Destiaty menjelaskan tingginya angka sunat perempuan di Lampung hingga 39 persen dipengaruhi dengan tradisi adat dan pemahaman agama. Sunat diyakini dapat memuliakan perempuan.

“Padahal, sunat perempuan secara medis tidak ada manfaatnya. Secara anatomi genitalia maupun fungsi reproduksi antara perempuan dan laki-laki pun sangat berbeda. Hal inilah yang belum dipahami seluruh masyarakat,” jelas Mery.

Bidan, kata dia, juga kerap mengalami dilema karena jika tidak melaksanakan sunat bakal dinilai tak punya kemampuan medis, padahal hal ini berbahaya.

Baca Juga: Sunat Perempuan, Ritual Diskriminatif yang Terus Melebar

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya