Kisah Bocah 12 Tahun HIV, Potret Kekerasan Seksual Orang Terdekat

Di RI, mayoritas kasus kekerasan seksual oleh orang terdekat

Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan seksual menimpa bocah 12 tahun berinisial J di Medan, Sumatera Utara. Kerap mengalami kekerasan seksual berulang bahkan pernah diberikan uang Rp300 ribu usai menemui laki-laki. J belakangan terinfeksi HIV dan dirawat di rumah sakit karena penyakit yang menggerogotinya.

Kekerasan seksual terhadap anak juga masih menjadi jenis kekerasan yang mendominasi kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia.

Melansir dari majalah forum anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dari Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 menunjukkan tiga dari 10 anak laki-laki pernah alami satu jenis kekerasan seksual semasa hidupnya, sedangkan pada anak perempuan perbandingannya, 4 dari 10 anak.

Padahal dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta Konvensi Hak-Hak Anak dijelaskan bahwa setiap anak punya hak. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 berbunyi: 

"Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi."

Baca Juga: Kemen PPA Pantau Kasus Kekerasan Seksual Anak hingga Kena HIV di Sumut

1. Kisah J jadi korban kekerasan seksual kekasih ibunya, adik neneknya hingga dijual muncikari

Kisah Bocah 12 Tahun HIV, Potret Kekerasan Seksual Orang TerdekatIDN Times/Arif Rahmat

Kasus kekerasan seksual yang dialami J sudah dilaporkan ke polisi pada akhir Agustus 2022 lalu.  Korban tinggal bersama ibunya di Kota Medan, sejak bayi hingga 2017. Sang ibu sudah berpisah dengan ayahnya. Di rumah itu, ibunya juga tinggal bersama kekasihnya yang berinisial B.

“Korban mengaku bahwa ibunya bekerja pada malam hari dan sering ditinggal berdua bersama B dan pengakuan korban bahwa B pertama yang melecehkannya,” kata David.

Kemudian usai ibunya kemudian meninggal dunia. J kemudian dirawat ayahnya. Dia tinggal bersama nenek dan adik neneknya berinisial CA. Di sana, korban juga diduga dilecehkan CA hingga CA diusir. Dari kejadian itu, nenek korban mengajak korban ke Palembang di tempat keluarga yang lain. Sementara ayah korban kabur dari rumah karena memiliki banyak utang.

Sepulang dari Palembang, korban bersama neneknya kembali ke Medan. Mereka tinggal bersama anak dari kakak neneknnya berinisial A. Kurang lebih dua tahun mereka tinggal hingga 2021. A diduga sebagai seorang muncikari. Dari pengakuan korban, dia bersama anak A sempat diajak menemui laki-laki. Mereka kemudian diberikan uang Rp300 ribu.

Berdasarkan keterangan korban, selama tinggal di rumah A, ia kerap mendapatkan perilaku kekerasan termasuk kekerasan seksual. Korban pernah dibawa ke Hotel Danau Toba. Korban juga sering mendapatkan perlakuan kasar dari A, salah satunya dari suami A, yakni Al. Pengakuan korban bahwa dia pernah ditelanjangi dan digantung dengan tulisan di lehernya menyebutkan dia pencuri.

Tidak lama, korban kemudian pindah ke rumah teman neneknya selama delapan bulan. Mereka kemudian pindah lagi ke tempat lain. Di tempat ini, korban mulai sakit-sakitan. Setelah dibawa ke rumah sakit, barulah terdeteksi bahwa korban terinfeksi HIV.

Baca Juga: Pelaku Kekerasan Seksual pada 12 Anak di NTT Pernah Jadi Korban

2. Catatan kasus kekerasan seksual pada anak

Kisah Bocah 12 Tahun HIV, Potret Kekerasan Seksual Orang Terdekatilustrasi kekerasan pada anak/perempuan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2022 menunjukkan persentase kekerasan di lingkungan pendidikan juga dialami anak perempuan di jenjang pendidikan TK, SD, hingga SMP.

Sedangkan data di Robinopsnal Bareskrim Polri mencatat sejak Januari hingga Mei 2022, 2.267 anak di seluruh wilayah di Indonesia menjadi korban kejahatan. Sebanyak 2.071 di antaranya adalah kasus persetubuhan atau pencabulan terhadap anak.

3. Masyarakat harus terus bantu laporkan kasus kekerasan seksual pada anak

Kisah Bocah 12 Tahun HIV, Potret Kekerasan Seksual Orang TerdekatMenteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga saat melakukan kunjungan kerja ke Ponorogo (dok. KemenPPPA)

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, mengatakan ada penurunan kasus kekerasan seksual. Berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021, prevalensi anak usia 13-17 tahun yang pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya mengalami penurunan dibandingkan pada 2018.

“Menurun sebesar 21,7 persen bagi anak perempuan dan 28,31 persen bagi anak laki-laki dalam kurun waktu tiga tahun. Penurunan prevalensi juga terlihat bagi anak yang mengalami jenis kekerasan seksual," ungkap Bintang.

"Meskipun penurunan prevalensi kekerasan terhadap anak ini merupakan berita yang baik, namun patut menjadi perhatian kita semua bahwa angkanya masih cukup tinggi dan memprihatinkan kita semua," sambungnya.

Masyarakat dapat melaporkan kekerasan seksual yang diketahui ataupun dialaminya kepada lembaga yang berwenang di daerah. Pelaporan bisa dilakukan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA), maupun Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) setempat.

Masyarakat dapat juga menghubungi layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 melalui Call Center 129 dan Whatsapp 08111-129-129.

Baca Juga: Kemen PPA Pantau Kasus Kekerasan Seksual Anak hingga Kena HIV di Sumut

4. Dampak kekerasan seksual pada anak

Kisah Bocah 12 Tahun HIV, Potret Kekerasan Seksual Orang TerdekatIlustrasi anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)

Dikutip dari Majalah Forum Anak yang dirilis KemenPPPA, kekerasan seksual merupakan tindakan yang sangat merugikan bagi korban khususnya korban yang masih usia anak.

Kekerasan seksual pada anak memberikan berbagai dampak negatif, mulai dari dampak fisik. Anak korban kekerasan seksual bakal mengalami berbagai gangguan pada tubuh, seperti gangguan pola makan, gangguan imunitas, dan gangguan pola tidur. Anak korban perkosaan juga akan mengalami nyeri dan tidak nyaman pada bagian alat reproduksi.

Dampaknya secara psikis, anak bakal menarik diri dari keluarga dan mengalami perubahan sikap, takut bertemu orang lain, depresi dan bahkan bisa menyakiti diri sendiri. Secara sosial, dampak kekerasan seksual pada anak bisa membuatnya dirundung atau dijauhi.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya