Komnas Perempuan: Pelaku Pelecehan Tidak Boleh Naik Transportasi Umum

Sebagai sanksi pada pelaku pelecehan di transportasi umum

Jakarta, IDN Times - Komisioner Komisi Nasional Perempuan Magdalena Sitorus prihatin kasus pelecehan seksual di transportasi umum biasanya hanya diselesaikan secara damai.

Menurutnya perlu ada sanksi bagi pelaku pelecehan seksual, seperti melarang pelaku untuk menggunakan transportasi umum dalam kurun waktu tertentu.

Hal ini merupakan respons Magdalena mengenai hasil Survei Nasional Pelecehan Seksual di Ruang Publik yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KPRA) yang menunjukkan bahwa 3 dari 5 perempuan dan 1 dari 10 laki-laki pernah mengalami pelecehan di ruang publik.

1. Larang pelaku masuk transportasi umum beberapa waktu

Komnas Perempuan: Pelaku Pelecehan Tidak Boleh Naik Transportasi UmumMagdalena Sitorus, Komisioner Komnas Perempuan (IDN Times/Lia Hutasoit)

Kurangnya sanksi yang diberikan pada pelaku pelecehan seksual di transportasi publik dianggap tidak solutif. Banyak kasus pelecehan seksual yang berakhir dengan kalimat damai.

Dia menyarankan agar pelaku dapat diberi sanksi, seperti dilarang menggunakan transportasi umun dalam kurun waktu tertentu atau dengan kenakan denda.

"Kalau ada pelaku, jalan keluarnya jangan damai. Perlu ada sanksi yang jelas," kata Magdalene dalam acara peluncuran hasil survei nasional Pelecehan di Transportasi Publik di Komnas Perempuan, Jakarta, Senin (27/11).

2. Mencatat data dan NIK pelaku pelecehan seksual

Komnas Perempuan: Pelaku Pelecehan Tidak Boleh Naik Transportasi UmumIDN Times/Asrhawi Muin

Pelaku perlu dicatat nama dan NIK-nya lalu kemudian tidak dibolehkan naik transportasi umum dalam kurun waktu yang tertentu. Informasi ini dapat disebarkan ke transportasi umum lainnya, guna mengunci pelaku agar tidak memiliki pilihan sarana trasportasi umum lainnya.

"Saya tidak menyarankan penjara juga, tapi perlu ada sanksi yang tegas," kata Magdalena.

Baca Juga: Pelecehan Perempuan Paling Banyak Terjadi di Transportasi Online

3. Masyarakat harus bisa bereaksi pada tindakan pelecehan di tempat umum

Komnas Perempuan: Pelaku Pelecehan Tidak Boleh Naik Transportasi UmumMagdalena Sitorus, Komisioner Komnas Perempuan (IDN Times/Lia Hutasoit)

Magdalena juga menekankan agar masyarakat dapat turut bereaksi ketika melihat tindakan pelecehan seksual di ruang publik. Hal itu diharapkan akan membuat pelaku berpikir dua kali untuk melakukan tindakan seperti itu.

Menurutnya edukasi yang baik juga diperlukan agar masyarakat dapat lebih peka terhadap kasus pelecehan seksual di tempat umum.

"Seolah perempuan layak menerima kekerasan yang harusnya menjadi pengetahuan yang perlu disosialisasikan," kata dia.

4. Pelecehan terbanyak terjadi di transportasi umum

Komnas Perempuan: Pelaku Pelecehan Tidak Boleh Naik Transportasi UmumIDN Times/Aditya Daniel

Argumen yang disampaikan Magdalena adalah respons dari Survei Nasional Pelecehan Seksual di Ruang Publik yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KPRA). Survei ini berhasil mengumpulkan 62.000 responden, hasilnya menunjukkan bahwa 46,80 persen responden mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di transportasi umum.

Moda transportasi tempat pelecehan seksual terjadi antara lain adalah bus 35,08 persen angkot 29,49 persen, KRL 18,14 persen, ojek online 4,79 persen, dan ojek konvensional 4,27 persen.

 ”Penting untuk masyarakat tahu beragam bentuk pelecehan ini agar lebih dapat mengidentifikasi sehingga kemudian dapat membantu mengintervensi ketika pelecehan terjadi,” kata salah satu anggota KPRA Rastra itu.

Baca Juga: KPAR: Siulan Jadi Pelecehan Seksual Tertinggi di Transportasi Publik

Topik:

  • Rochmanudin
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya