Komnas Perempuan: RUU PPRT Mendesak dan Sangat Dibutuhkan

Sudah 18 tahun RUU PPRT belum ada perkembangan

Jakarta, IDN Times - Pada 16 Juni, dunia internasional merayakan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT). Hari internasional bagi PRT diperingati untuk mendorong aksi nyata baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mengakui kontribusi, memanusiakan, dan menjamin PRT terlindungi. DPR RI telah mengeluarkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) pada 2004 tetapi belum membuahkan hasil. 

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani berpandangan, RUU tersebut sudah lama dinantikan, bukan hanya untuk mendesak adanya legislasi baru namun karena benar-benar sangat dibutuhkan.

"Mengingat kondisi yang dialami oleh perempuan pekerja rumah tangga ini membutuhkan payung hukum yang lebih baik," kata dia di Agenda "Panggung Ekspresi: Rekatkan Dukungan. Sahkan RUU PPRT" oleh Komnas Perempuan, Selasa (21/6/2022).

2. PRT butuh perlindungan lebih baik

Komnas Perempuan: RUU PPRT Mendesak dan Sangat DibutuhkanIlustrasi Keluarga. (IDN Times/Aditya Pratama)

Andy mengungkapkan, banyak sekali situasi yang membuat perempuan bisa menjadi pekerja rumah tangga, kondisi ini sangat dipengaruhi mulai dari kapasitas tata kelola ekonomi, penegakkan hukum hingga pendidikan.

Kini usaha yang dilakukan bersama untuk mendorong RUU PPRT segera disahkan adalah penghormatan bagi pekerja rumah tangga yang jadi tulang punggung keluarga.

Mereka butuh perlindungan yang lebih baik untuk penuhi hak konstusionalnya sebagai warga negara. Agenda yang diselenggarakan ini adalah upaya pengakuan dan perlindungan PRT.

2. RUU KIA yang dibahas saat ini belum dapat langsung dinikmati PRT

Komnas Perempuan: RUU PPRT Mendesak dan Sangat DibutuhkanIka menunjukan luka akibat disiksa majikannya. Istimewa

Andy menilai, RUU PPRT adalah suatu yang mendesak dan perlu segera direspons oleh pemangku kebijakan. Pekerja rumah tangga menghadapi berbagai kerentanan karena jenis pekerjaannya belum diakui dan dilindungi hukum di Indonesia.

RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang kini jadi pembahasan pun, menurut dia perlu ditelisik lagi. Pasalnya UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 terkait maternitas belum menjangkau mereka yang bekerja di sektor nonformal, termasuk di dalamnya pekerja rumah tangga.

"RUU KIA belum dapat langsung dinikmati oleh sebagian besar perempuan yang bekerja, khususnya perempuan pekerja di sektor non-formal seperti rekan-rekan pekerja rumah tangga," kata dia.

Baca Juga: KSP Bakal Inisiasi Pembentukan Gugus Tugas RUU PPRT 

Baca Juga: Komnas Perempuan Desak Bamus DPR Agendakan Sidang Paripurna RUU PPRT

3. Banyak kasus kekerasan dialami PRT

Komnas Perempuan: RUU PPRT Mendesak dan Sangat Dibutuhkanilustrasi kekerasan pada anak/perempuan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Komnas Perempuan mencatat, dalam rentang waktu 2005-2020 ada lebih dari 2.332 kasus kekerasan yang dialami pekerja rumah tangga.

"Kalau menghitung 2.332 ini, artinya setiap 2 hari sekali ada satu perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga menjadi korban kekerasan," ujar Andy.

Pada 2021, terdapat lima kasus yang secara khusus dilaporkan kepada Komnas Perempuan dan 12 kasus yang dilaporkan kepada sejumlah lembaga yang berkoordinasi dengan Komnas Perempuan.

Kasus yang dimaksud terdiri dari kekerasan ekonomi fisik seksual dan kekerasan psikis.

"Data-data ini bisa jadi hanya puncak gunung es dari persoalan yang ada, tetapi semakin menegaskan bahwa RUU PRT sangat dibutuhkan," kata dia.

Pada masa pandemik COVID-19, lapisan kerentanan PRT bertambah dengan ancaman kehilangan pekerjaan tanpa gaji dan pesangon, serta tak terdaftar dari program jaring pengaman sosial. Termasuk kerentanan terinfeksi virus, ketiadaan jaminan sosial, baik itu jaminan kesehatan maupun jaminan Ketenagakerjaan.

Baca Juga: Nasib RUU PPRT Terkatung-katung karena Isu PRT Minta Gaji UMR

Baca Juga: Bu Puan, Komnas Perempuan Sambut Baik RUU KIA, Tapi ... 

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya