Komnas Perempuan Ungkap Pentingnya Perlindungan Perempuan Pembela HAM

PPHAM dan keluarganya alami intimidasi dan ancaman

Jakarta, IDN Times - Tanggal 29 November diperingati sebagai Hari Perempuan Pembela HAM (PPHAM). Catatan tahunan Komnas Perempuan dalam rentang tahun 2015-2021 meyebut, terdapat 87 kasus kekerasan terhadap PPHAM yang diadukan secara langsung.

Data kekerasan terhadap PPHAM itu disebut sebagai fenomena gunung es, yang diyakini jika serangan dalam berbagai bentuk sebenarnya jauh lebih besar dari yang hanya sekadar dilaporkan saat ini.

"Kenaikan signifikan terjadi pada dua tahun ke belakang, tahun 2020 terdapat 36 kasus kekerasan, dan pada 2021 tercatat 23 kasus, sedangkan pada 2019 terdapat 5 kasus," kata Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini, Selasa (29/11/2022).

1. Keluarga PPHAM mengalami intimidasi dan ancaman

Komnas Perempuan Ungkap Pentingnya Perlindungan Perempuan Pembela HAMPerempuan Pembela HAM, Yusan Yeblo dan Den Upe Rambelayuk (dok. Komnas Perempuan)

Komnas Perempuan sendiri diketahui meluncurkan Laporan Kajian Cepat Kriminalisasi terhadap Perempuan Pembela HAM, pada 2 Desember 2021. Laporan itu merinci tentang serangan terhadap PPHAM yang juga terjadi melalui siber, sebut saja seperti doxing, hacking (peretasan), stalking, persekusi, fitnah, dan serangan dos (denial-of-service) pada organisasi PPHAM. Bukan cuma itu, serangan rupanya juga dilakukan terhadap media daring (online) yang memberitakan atau mengangkat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.

"Bahkan keluarga PPHAM mengalami intimidasi dan ancaman, sehingga kehilangan hak atas rasa aman dalam kehidupannya," ujar Theresia.

2. UU ITE jadi sasaran krimimalisasi PPHAM

Komnas Perempuan Ungkap Pentingnya Perlindungan Perempuan Pembela HAMIlustrasi hukum (IDN Times/Sukma Shakti)

Komnas Perempuan pada 2021 juga mencatat, ada 15 PPHAM dari berbagai sektor yang mengalami kriminalisasi --terjadi pada 2018 hingga 2021. Hasil temuan Komnas Perempuan dalam kajian kriminalisasi PPHAM memperlihatkan Pasal 27 dan 28 UU ITE sering dijadikan dasar oleh sejumlah pihak untuk melakukan kriminalisasi terhadap PPHAM.

"Kriminalisasi PPHAM dan serangan siber berdampak buruk bagi PPHAM dan menghambat kerja-kerja pemajuan HAM perempuan di Indonesia. Sayangnya, pembungkaman melalui ancaman, kekerasan, dan kriminalisasi, keberadaan PPHAM belum dilindungi," ujarnya.

Media juga mencatat, bahwa pasal yang kerap disangkakan pada PPHAM tersebut yaitu Pasal 27 ayat 3, Pasal 14 ayat 2, Pasal 15 Undang-Undang ITE, serta Pasal 310, 311, dan Pasal 55 KUHP (Kompas.com).

Di antara kriminalisasi tersebut, tak jarang PPHAM acap dituduh pembuat makar dan provokatif, terutama dalam kasus-kasus tertentu. 

Baca Juga: Deretan Nama Perempuan Pembela HAM, Disiksa dan Terus Berjuang

2. Kerentanan dan kekerasan khusus karena gendernya

Komnas Perempuan Ungkap Pentingnya Perlindungan Perempuan Pembela HAMIlustrasi Kekerasan pada Perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Hasil pemetaan Komnas Perempuan menyebut, ada 19 bentuk kekerasan terhadap para Pembela HAM dan 10 bentuk kerentanan dan kekerasan yang khusus dialami oleh perempuan pembela HAM. Sementara 9 lainnya juga dialami oleh laki-laki pembela HAM.

Adapun kerentanan dan kekerasan khusus karena gendernya yakni pertama, serangan terhadap tubuh dan seksualitas perempuan yang merupakan elemen utama penilaian kesucian dan harga diri di dalam masyarakat patriarkis. Tubuh dan seksualitas perempuan dikatakan tidak henti-hentinya dijadikan obyek kekerasan.

Kedua, serangan terhadap perempuan atas dasar stereotipe dan atas peran gendernya.

Baca Juga: Perempuan-Perempuan Tangguh di Balik Sumpah Pemuda, Ada yang Remaja

3. Langkah yang harus diupayakan pemerintah pada PPHAM

Komnas Perempuan Ungkap Pentingnya Perlindungan Perempuan Pembela HAMilustrasi kekerasan pada anak/perempuan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Dalam rangka Peringatan Hari Perempuan Pembela HAM, Komnas Perempuan lalu merekomendasikan sejumlah hal kepada institusi negara untuk melakukan dan mengupayakan sejumlah langkah.

Sebut saja, DPR diminta untuk segera menyusun kebijakan perlindungan Pembela HAM dan merevisi kebijakan-kebijakan multitafsir yang menghambat aktivitas PPHAM. Sementara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan juga diminta dapat memperkuat pemahaman dan kapasitas terkait penanganan terhadap PPHAM dan tidak menggunakan aturan-aturan hukum untuk tujuan yang bertentangan dengan nilai keadilan dalam masyarakat.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) juga diharapkan bisa mensosialisasikan peran penting PPHAM dan mendorong kebijakan yang melindungi PPHAM, pencatatan kekerasan terhadap PPHAM atau petugas P2TP2A dalam lingkup kerja-kerjanya juga jadi hal yang mendesak.

Sementara Komnas HAM dan LPSK diminta untuk membangun mekanisme perlindungan terpadu bagi PPHAM, untuk menjawab kekosongan payung hukum nasional bersama Komnas Perempuan.

Organisasi atau lembaga yang melakukan kegiatan dalam lingkup Hak Asasi Manusia juga diminta untuk melengkapi mekanisme kerja pembelaan hak asasi perempuan dengan sistem keamanan pembela HAM sebagai bagian pencegahan kekerasan dan kriminalisasi. Dan untuk media massa, diminta untuk terus memantau dan memberi dukungan pada upaya-upya perlindungan PPHAM.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya