KontraS: Soal RKUHP, DPR Minim Pengetahuan soal Pelanggaran HAM Berat

Berbagai pendapat aliansi dinilai tidak direspons Komisi II

Jakarta, IDN Times - Komisi III DPR-RI melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Aliansi Nasional Reformasi KUHP terkait pembahasan lanjutan mengenai Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Salah satu yang hadir adalah Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Berbagai pandangan dikemukaan soal bagaimana nantinya beleid ini akan dipergunakan di tengah masyarakat.

"Sayangnya, berbagai pendapat yang telah disampaikan tersebut mendapat minim bahkan hampir tidak ada respons dari Komisi III DPR-RI," kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, Rabu (16/11/2022).

Fatia menjelaskan, satu-satunya respons catatan kritis KontraS adalah saat anggota Komisi III menyatakan pengaturan terkait ancaman hukuman maksimal pada tindak pidana yang berat terhadap HAM dilakukan untuk semangat rekodifikasi hukum pidana.

"Entah apa yang menjadi kaitan antara semangat “rekodifikasi” yang disebutkan dengan dimasukkannya tindak pidana yang berat terhadap HAM ke dalam RKUHP. Komisi III DPR-RI juga tidak merespons pendapat kami terkait tidak adanya urgensi untuk memasukkan tindak pidana yang berat terhadap HAM ke dalam RKUHP," ujarnya.

1. DPR harusnya paham implikasi keputusan mereka

KontraS: Soal RKUHP, DPR Minim Pengetahuan soal Pelanggaran HAM BeratGedung Pengadilan Negeri Semarang. ANTARA/I.C.Senjaya

Fatia mengatakan, ada kesan bahwa pemerintah dan DPR tak secara khusus beri perhatian pada pelanggaran HAM berat yang ada. Selain itu DPR juga dianggap tidak punya pemahaman yang memadai mengenai konsekuensi yang ditimbulkan dengan dimasukkannya pengaturan tindak pidana yang berat terhadap HAM.

"DPR-RI seharusnya memahami implikasi yang dapat ditimbulkan jika tindak pidana yang berat terhadap HAM dimasukkan ke dalam RKUHP, penyesuaian besar-besaran serta penyatuan kembali persepsi mengenai tindak pidana yang berat terhadap HAM perlu dilakukan sehingga akan semakin menghambat dan memperlama proses penyelesaian pelanggaran HAM Berat masa lalu," ujarnya.

Baca Juga: ICJR Usul Penjara karena Hina Presiden di RKUHP Diganti Kerja Sosial

2. Harusnya DPR bisa kaji secara detil rancangan tersebut

KontraS: Soal RKUHP, DPR Minim Pengetahuan soal Pelanggaran HAM BeratANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Dia menyarankan agar seharusnya DPR bisa mengkaji secara detil rancangan itu dan mendorong penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat lewat UU Pengadilan HAM.

"KontraS berpendapat bahwa dalam konteks perumusan tindak pidana yang berat terhadap HAM ke dalam R-KUHP baik pemerintah dan DPR telah menunjukkan pengabaian dan minimnya perhatian terhadap isu pelanggaran HAM berat," ujarnya.

Baca Juga: Di RKUHP Terbaru, Hina DPR Hingga Polisi Bisa Dipenjara 1,5 Tahun

3. Tak ada urgensi atur tindak pidana berat pada HAM

KontraS: Soal RKUHP, DPR Minim Pengetahuan soal Pelanggaran HAM Beratilustrasi rancangan undang-undang (IDN Times/Aditya Pratama)

KontraS menyatakan menolak dimasukkannya tindak pidana yang berat terhadap HAM ke dalam RKUHP, yaitu genosida dan tindak pidana terhadap kemanusiaan dalam Bab Tindak Pidana Khusus, yaitu pada Pasal 600 dan Pasal 601 RKUHP.

Mereka berpendapat, tidak ada urgensi untuk mengatur mengenai tindak pidana yang berat terhadap HAM karena Indonesia telah memiliki UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM) yang di dalamnya telah mengatur dua jenis pelanggaran HAM Berat yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

4. Jika diterapkan, dinilai persulit proses pengungkapan kasus dan adili pelaku

KontraS: Soal RKUHP, DPR Minim Pengetahuan soal Pelanggaran HAM BeratANTARA FOTO/Aprillio Akbar

KontraS juga menyoroti RKUHP yang dengan tegas mengatur mengenai asas non-retroaktif serta daluarsa penuntutan. Kedua pengaturan itu, jika diterapkan pada tindak pidana yang berat terhadap HAM, tentu bakal menyulitkan proses pengungkapan kasus serta upaya mengadili pelaku Pelanggaran HAM Berat masa lalu.

Fatia juga mengatakan, patut dikritisi juga bahwa ancaman pidana maksimum pada tindak pidana genosida dan tindak pidana terhadap kemanusiaan dalam RKUHP lebih rendah dibanding UU Pengadilan HAM, jika UU Pengadilan HAM mengatur ancaman pidana maksimal 25 tahun bagi Pelanggaran HAM Berat, maka RKUHP memberikan ancaman pidana maksimal 20 tahun bagi tindak pidana yang berat terhadap HAM.

Hal tersebut menurut KontraS turut mendegradasi kekhususan dari Pelanggaran HAM Berat sebagai tindak pidana paling keji karena menyamakan ancaman hukumannya dengan tindak pidana lain.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya