Korban Dugaan Kekerasan Aparat Polres Halmahera Utara Alami Intimidasi

Korban dan keluarga diteror dan dipaksa berdamai

Jakarta, IDN Times - Dugaan kekerasan menimpa Yolius Yatu (22 tahun) mahasiswa Universitas Halmaharea (UNIERA). Kekerasan diduga dilakukan oleh anggota Polres Halmahera Utara.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi lantas mengecam keras tindakan intimidasi dan teror yang menimpa Yolius Yatu serta orangtuanya. 

"Bahwa terkait tindak penyiksaan yang dialami, korban telah mengajukan pelaporan dugaan tindak pidana penganiayaan ke Polda Maluku Utara. Namun pasca melakukan pelaporan pidana, korban dan keluarga korban mendapat intimidasi, dan teror dari berbagai pihak," kata KontraS dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/10/2022).

Dia mengalami kekerasan karena unggahan story WhatsAapp foto anggota polisi memegang anjing pelacak saat mengawal aksi, yang disertai tulisan "Tara (tidak) berani tangan dengan tangan baru pakai anjing pelacak".

Keesokannya, korban kemudian didatangi empat pria ke rumahnya di Tobelo dan dipukuli. Korban lalu melapor peristiwa itu ke Polisi.

1. Korban diteror dari telepon dan dimaki

Korban Dugaan Kekerasan Aparat Polres Halmahera Utara Alami IntimidasiIlustrasi Hacker (IDN Times/Mardya Shakti)

KontraS menjelaskan, rangkaian teror dan intimidasi pada Yolius yang bermula pada 27 September 2022 lalu, ketika ada dua nomor ponsel yang tak dikenal tiba-tiba menghubungi korban.

Telepon pertama mengaku dari polisi. Orang tersebut lalu mengintimidasi korban dan meminta untuk segera mencabut laporan pidana yang telah dibuat. Korban disebut sempat dihina dengan kalimat 'orang bodoh' karena tak mau difasilitasi untuk selesaikan kasus ini dengan jalan damai.

Telepon kedua, kemudian menyapanya. Si penelepon di panggilan kedua tersebut mengaku dari seseorang di Polres Halmahera Utara dan menjelaskan jika proses penyelesaian perkara bisa dilakukan melalui mekanisme restorative justice.

Berikutnya pada pada 28 September 2022, ada tiga orang yang mengaku sebagai pejabat Kabupaten Halmahera Barat mendatangi rumah kedua orangtua korban di Laba Besar. Ketiga orang itu datang dan mengaku untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan, namun ditolak dengan tegas.

2. Orangtua korban dijemput paksa dan didatangi rumahnya berkali-kali

Korban Dugaan Kekerasan Aparat Polres Halmahera Utara Alami IntimidasiAudiensi KontraS Sumut dengan IDN Times Sumut awal Juli 2021. (Dok IDN Times)

Pada Kamis, 6 Oktober 2022, orangtua korban kemudian dijemput paksa oleh dua orang tak dikenal. Si penjemput mengaku sebagai pegawai Kecamatan Kao. Mereka kembali diminta untuk menyelesaikan kasus dengan jalan damai.

Kemudian pada, Jumat 7 Oktober 2022, dalam satu hari, setidak-tidaknya kediaman korban dikunjungi enam kali oleh sejumlah orang yang mengaku sebagai keluarga dari pelaku.

Dalam pertemuan tersebut, mereka menyampaikan apabila anak-anak mereka dipecat dari Kepolisian, maka keluarga besar pelaku tak akan tinggal diam, dan mengancam keselamatan korban.

"Lalu, pada Sabtu 8 Oktober 2022, sekelompok orang datang ke rumah salah satu keluarga korban di daerah Kao Bara dan melakukan pengancaman dengan menyatakan bahwa korban dapat dilaporkan balik oleh Kepolisian serta keluarga pelaku, dengan tuduhan pencemaran nama baik, apabila pelaporan pidana korban tak segera dicabut."

"Selain itu, mereka juga menyampaikan ancaman berupa adanya risiko drop out (korban) dari kampus bilamana dia terus melanjutkan laporan pidana," ujar KontraS.

Baca Juga: 362 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Terjadi di Makassar

3. Aksi teror, intimidasi dan dorongan damai buat trauma

Korban Dugaan Kekerasan Aparat Polres Halmahera Utara Alami IntimidasiIlustrasi kekerasan (IDN Times/Sukma Shakti)

KontraS dan LBH Marimoi mengatakan, sederet tindakan yang dilakukan kemudian menimbulkan trauma tersendiri bagi korban dan keluarga. Apalagi ada rententan aksi teror yang mendesak mereka untuk menyelesaikan kasus kekerasan ini dengan jalan damai. 

"Kami juga menyoroti proses hukum yang sedang berjalan terkesan sangat lamban. Sejak pelaporan dibuat pada 27 September 2022 lalu, hingga saat ini kami belum melihat perkembangan yang signifikan atas tindak lanjut dari laporan pidana tersebut," kata KontraS.

Baca Juga: Kemenag NTB Kawal PMA, Rayuan dan Siulan Masuk Kekerasan Seksual  

4. Minta Kapolda Maluku Utara segera percepat proses penyidikan

Korban Dugaan Kekerasan Aparat Polres Halmahera Utara Alami IntimidasiIlustrasi tersangka (IDN Times/Bagus F)

Padahal, KontraS menilai, melalui berbagai alat bukti yang ada, terdapat bukti yang cukup untuk menindaklanjuti pelaporan dengan segera menetapkan para terduga pelaku sebagai tersangka dan melimpahkannya ke pihak Kejaksaan untuk dapat segera disidangkan.

KontraS dan LBH Marimois juga turut mendesak ke Kapolda Maluku Utara agar memerintahkan jajarannya untuk cepat menyelesaikan proses penyidikan terhadap terduga pelaku, dan kemudian dilimpahkan ke pihak Kejaksaan agar dapat segera dituntut dan diadili melalui mekanisme peradilan pidana.

KontraS dan LBH Marimois juga meminta adanya upaya perlindungan proaktif dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar bisa menjamin keselamatan korban dan orangtuanya dari segala bentuk serangan, intimidasi, dan teror selama proses hukum berjalan.

Apalagi, hal ini sudah tertuang jelas di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya