KPAI Kecam Guru di Buton yang Hukum Siswa Makan Sampah karena Berisik

Murid trauma dan takut ke sekolah gara-gara ulah sang guru

Jakarta, IDN Times - Seorang guru di salah satu sekolah dasar negeri (SDN) di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara berinisial MS menghukum belasan muridnya dengan memaksa mereka makan sampah plastik karena dianggap berisik. Total ada 16 murid dalam kejadian ini dan berdasarkan pengakuan para korban, sampah itu diambil dari dalam bak sampah di depan kelas.

"Pelaku guru kelas 4 (empat), sedangkan korban siswa kelas 3," kata Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti, Sabtu (29/1/2022).

1. Guru marah karena kelas berisik hingga jejali murid dengan sampah

KPAI Kecam Guru di Buton yang Hukum Siswa Makan Sampah karena BerisikKomisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti di gedung KPAI (IDN Times/Indiana Malia)

Peristiwa itu menimpa murid kelas 3A. Retno menjelaskan, murid di kelas itu ribut karena guru kelasnya belum datang. Oknum guru tersebut, yang sedang mengajar di kelas 4, mendatangi kelas 3A. Dia mengimbau kepada murid agar tidak ribut.

"Karena murid ribut lagi, MS mendatangi kembali kelas 3A sambil menutup pintu kelas. MS mengambil sampah (plastik bekas bungkus makanan kering jajanan anak-anak) dan memasukan sampah-sampah tersebut ke mulut ke-16 siswa kelas 3A," kata Retno.

Korban merasa trauma akibat kejadian itu, sejumlah murid mengalami trauma dan takut untuk masuk sekolah.

Baca Juga: Hasil Pengawasan KPAI pada PTM: Masih Ada Sekolah Langgar Prokes

2. MS dibebastugaskan sebagai guru

KPAI Kecam Guru di Buton yang Hukum Siswa Makan Sampah karena BerisikIlustrasi sekolah tatap muka di tengah pandemik (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

Pihak sekolah mengaku telah menegur oknum guru tersebut dan melaksanakan mediasi dengan para orang tua. Pihak Dinas Pendidikan Buton juga mengaku sudah menemui pihak sekolah dan kemudian membebastugaskan oknum guru tersebut untuk sementara.

"Dinas Pendidikan Buton masih menunggu perkembangan kejadian ini. Terlebih lagi, kasus ini telah dilaporkan ke kepolisian oleh salah seorang keluarga siswa," ujar Retno.

Retno mengungkapkan polisi sudah menerima laporan dari salah satu keluarga korban dan juga telah melakukan pemeriksaan terhadap korban dan orangtuanya.

Selanjutnya akan memeriksa para saksi, termasuk anak-anak. Saksi-saksi yang dipanggil adalah dari pihak sekolah dan juga murid lain yang menjadi korban MS.

3. KPAI kecam tindakan MS dan sebut itu bentuk kekerasan

KPAI Kecam Guru di Buton yang Hukum Siswa Makan Sampah karena BerisikIlustrasi Kekerasan pada Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

KPAI mengecam aksi oknum guru SD memasukkan sampah ke mulut belasan peserta didik yang dianggap bersalah karena berisik. Sanksi semacam ini jelas sangat tidak mendidik, membahayakan kesehatan peserta didik dan merupakan salah satu bentuk kekerasan.

Retno mengungkapkan bahwa KPAI mendorong Satuan Pendidikan dan Dinas Pendidikan Kabupaten Buton untuk menggunakan ketentuan atau mekanisme pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan yang berpedoman pada Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulan Kekerasan di satuan pendidikan.

"Dalam Permendikbud tersebut, ada panduan untuk satuan pendidikan membangun sistem pencegahan kekerasan, yaitu dengan membentuk satgas anti kekerasan yang tidak hanya melibatkan perwakilan warga sekolah tapi juga stake holder terkait seperti Babinsa, Polsek terdekat, RT/RW, dan lain-lain," kata Retno.

Sekolah juga diwajibkan memiliki sistem pengaduan, di mana pengaduan tidak tunggal hanya ke sekolah, tetapi bisa juga melibatkan KPAD setempat, P2TP2A, dan lainnya. Permendikbud ini juga memandu tentang penanggulanan jika terjadi kekerasan di lingkungan sekolah yakni ada penindakan karena ada ketentuan sanksi bagi pelaku kekerasan.

Baca Juga: Ini Daftar RS di Jakarta yang Layani Perempuan-Anak Korban Kekerasan

4. KPAI dorong pemulihan psikologis dan perlindungan anak korban

KPAI Kecam Guru di Buton yang Hukum Siswa Makan Sampah karena BerisikIlustrasi anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)

KPAI mendorong sekolah dan Dinas Pendidikan menghormati orangtua yang melapor ke polisi, karena itu adalah hakmereka. Hak anak pelapor harus tetap dipenuhi dan dilindungi. Para korban kata Retno juga wajib di mendapatkan assesmen psikologi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Buton dan selanjutnya mendapatkan pendampingan psikologis agar bisa pulih seperti sediakala dan tidak takut datang ke sekolah.

"KPAI mengapresiasi pihak Kepolisian yang menangani perkara ini karena akan bertindak sesegera mungkin melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan terlapor. Polisi dapat menggunakan pasal 76C dalam UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Mari kita hormati proses ini dan mempercayakan pihak kepolisian untuk bekerja maksimal," kata Retno.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya