Mas Menteri Nadiem, Ini Deretan Catatan soal Permen PPKS di Kampus
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) telah menerbitkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi (Permen PPKS). Permen ini diterbitkan guna merespons sejumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tanggi.
Namun, menurut Koordinator Jaringan Muda Setara, Eva Nurcahyani, masih banyak kampus yang belum mengimplementasikan Permen PPKS ini.
"Banyak kampus yang masih sangat tertinggal dalam proses implementasi Permen PPKS, belum ada proses pembentukan panitia seleksi (pansel) dan satuan tugas (satgas) PPKS," kata Eva dalam konferensi pers secara daring, Senin (21/3/2022).
Baca Juga: Menteri PPPA Minta Semua Kampus Segera Bentuk Satgas Kekerasan Seksual
1. Belum ada sosialisasi pencegahan kekerasan seksual dan tanda peringatan
Eva mengatakan, belum ada upaya penyusunan peraturan anti kekerasan seksual tingkat kampus. Selain itu, dia juga menilai belum ada sosialisasi pencegahan kekerasan seksual atau pembuatan tanda peringatan larangan kekerasan seksual di kampus.
Dia juga membahas bagaimana sejumlah kampus berupaya melakukan modifikasi guna mengimplementasikan Permen PPKS, salah satunya penyesuaian crisis center yang sudah ada sebelumnya tanpa melalui mekanisme Permen PPKS.
"Adanya proses pembentukan Satgas PPKS yang tidak mengikuti mekanisme Permen PPKS, tidak adanya upaya untuk melibatkan partisipasi mahasiswa dalam proses pembentukan Pansel dan Satgas PPKS, proses pengimplementasian Permen PPKS ‘tertahan’ di birokrasi kampus yang tidak memiliki perspektif keberpihakan pada korban, sehingga penerapannya menjadi nihil di lingkungan kampus," ujarnya.
2. Masih ada narasi tak sesuai terkait Permen PPKS
Editor’s picks
Eva juga mengatakan, ada wacana untuk merevisi Permen PPKS di kalangan birokrat kampus. Hal ini terjadi akibat masifnya berbagai narasi yang tidak sesuai soal Permen PPKS.
"Padahal, Permen PPKS justru merupakan salah satu jawaban atas kekosongan hukum mengenai perlindungan korban kekerasan seksual di kampus," kata Eva.
Selain itu, dia mengatakan, Permen PPKS juga lahir untuk merespons situasi kekerasan seksual di kampus yang semakin intens terjadi, dan seringkali mendiskriminasi korban saat proses penyelesaiannya.
3. Ada birokrat kampus yang menilai kekerasan seksual bukan isu prioritas kampus
Dari temuan implementasi Permen PPKS, Eva menjelaskan, ada beberapa birokrat kampus masih beranggapan bahwa isu kekerasan seksual bukan isu prioritas kampus.
"Hal ini merupakan ‘tanda bahaya’, karena birokrat kampus merupakan salah satu aktor dalam proses mewujudkan kampus aman dan bebas kekerasan seksual," katanya.
Menurut Jaringan Muda Setara, birokrat kampus yang tak punya perspektif
korban dan tak responsif pada situasi darurat kekerasan seksual dapat membuat proses implementasi Permen ini jadi terhambat.
"Salah satunya karena kesadaran yang minim di tingkat birokrat kampus mempersulit terjalinnya sinergi antara berbagai elemen kampus seperti dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan untuk mewujudkan kampus aman dan bebas kekerasan seksual," katanya.
Baca Juga: Penting! Mekanisme Pelaporan Kasus Kekerasan Seksual di Kampus