Menteri PPPA: Media Jangan Sudutkan Korban Kekerasan Perempuan

Hindari clickbait karena pengaruhi mindset masyarakat

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengungkapkan pemberitaan yang membahas kasus kekerasan terhadap perempuan perlu memperhatikan beberapa hal, salah satunya tidak menyudutkan korban.

Media, kata dia, memiliki peran promotif dan preventif dalam isu kekerasan seksual. Menurut dia, media seharusnya tak lagi menempatkan korban yang mayoritas perempuan sebagai objek bernuansa pemberitaan seksual.

"Tidak melakukan seksualisasi, stereotyping, dan menjadikan perempuan sebagai objek seksual," kata dia dalam acara webinar "UBAH NARASI: Peran Media dalam Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan" berkenaan dengan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan dimulainya kampanye 16 hari penghapusan kekerasan terhadap perempuan, Kamis (25/11/2021), 

1. Clickbait pengaruhi mindset dan psikologi tentang isu kekerasan perempuan

Menteri PPPA: Media Jangan Sudutkan Korban Kekerasan PerempuanMenteri PPPA Bintang Puspayoga (dok Humas KPPA)

Pemberitaan dengan kode etik jurnalistik kata Bintang juga harus tetap diterapkan dalam pemberitaan kekerasan terhadap perempuan. Media kata dia harus bisa mengemas berita sesuai etika yang berlaku tanpa memanfaatkan unsur penjudulan untuk menguntungkan perusahaan media semata atau clickbait. Pembaca kata dia akan tertipu dan menyalahartikan isu kekerasan terhadap perempuan.

"Praktik-praktik media seperti ini perlu kita hapuskan. Karena dapat memengaruhi mindset dan psikologi masyarakat dalam melihat, beropini, serta mengambil sikap dalam isu kekerasan terhadap perempuan," kata dia.

Baca Juga: MenteriPPPA: Kekerasan Terhadap Perempuan Adalah Pelanggaran HAM

2. Media minim perspektif gender

Menteri PPPA: Media Jangan Sudutkan Korban Kekerasan PerempuanIlustrasi kekerasan pada perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Vertanyo Sihotang mengatakan media punya kontribusi menjadi suara penyambung para korban dengan cara mengawal kasus kekerasan yang mereka alami dan memberitakan isu tersebut tanpa menambah trauma korban. Mirisnya, media saat ini menurut dia terbilang minim perspektif gender.

"Ada media yang mengungkap kronologis kasus secara detail, misalnya dengan mengungkap identitas korban dan menggunakan diksi yang vulgar. Ada juga media yang membela pelaku, menebar narasi hoaks dan menjauhkan korban atas pemenuhan haknya, yaitu keadilan, perlindungan dan pemulihan, sehingga banyak korban trauma dan malah tak ingin melapor," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Isu kekerasan terhadap perempuan kata Veryanto dapat berhubungan erat jika ada perspektif perempuan dalam suatu media, salah satunya dengan keterlibatan pemimpin perempuan di kantor media. Isu ini menurutnya bisa tersaring. 

3. Media perlu sisipkan nomor darurat saat beritakan suatu isu

Menteri PPPA: Media Jangan Sudutkan Korban Kekerasan PerempuanIlustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)

Sementara, National Project Officer Communication and Information UNESCO, Cresti Fitriana mengungkapkan pemberitaan terkait kasus kekerasan seksual terhadap perempuan tidak jadi satu-satunya isu yang diceritakan, namun ada hal lain yang juga perlu disuarakan seperti perlindungan hingga keperdulian pada korban.

“Berfokus pada respons terhadap kekerasan yang terjadi, seperti mengungkapkan organisasi perlindungan dan kepedulian pada korban, sehingga memiliki efek bermanfaat bagi korban,” ujar Cresti.

Salah satu hal yang bisa dilakukan adlaah dengan memasukkan nomor darurat yang bisa dihubungi korban atau pembaca berita yang mungkin tengah mengalami kasus kekerasan. Hal ini jadi manfaat lebih saat berita kekeraan terhadap perempuan dibahas di media.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Terus Meningkat

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya