Meski Erupsi, Status Gunung Anak Krakatau Masih Level Waspada

Erupsi ini bersifat trombolian dan tak sebabkan tsunami

Jakarta, IDN Times - Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) menjelaskan bahwa melalui pengamatan visual, Gunung Anak Krakatau telah mengalami empat kali erupsi selama Januari 2020 yakni tanggal 1, 7 dan 15 Januari.

Lalu, pada 6 hingga 11 Februari terdapat rangkaian erupsi berwarna putih kelabu tebal dengan ketinggian maksimal 1000 meter dari atas puncak. Selain itu pada 18 Maret 2020 terdapat dua kali erupsi yang menghasilkan kolom erupsi berwarna putih kelabu setinggi 300 meter dari atas puncak.

Tetapi pada kesimpulannya, tingkat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau masih tetap dalam level II (Waspada).

"Berdasarkan hasil pengamatan visual dan instrumental serta potensi bahaya Gunung Anak Krakatau selama Januari hingga 10 April 2020, tidak ada peningkatan ancaman. Tingkat aktivitas vulkanik G. Anak Krakatau masih tetap pada Level II (Waspada)," kata BNPB melalui keterangan tertulis, Sabtu (11/4).

1. Erupsi tebal baru terjadi kemarin

Meski Erupsi, Status Gunung Anak Krakatau Masih Level Waspada(Tangkapan layar ketika terjadi erupsi di Gunung Anak Krakatau pada Jumat 10 April 2020) Kementerian ESDM

BNPB juga menjelaskan bahwa selama tidak terjadi erupsi, terlihat hanya ada embusan asap berwarna putih tipis dengan tinggi maksimal 150 meter dari atas puncak. Baru pada Jumat (10/4) terjadi dua kali erupsi dengan kolom erupsi berwarna kelabu tebal setinggi kurang lebih 500 meter ke atas.

"Diikuti dengan erupsi menerus tipe strombolian. Tidak terdengar suara gemuruh atau dentuman akibat erupsi," kata BNPB.

Baca Juga: Mengenang Letusan Dahsyat Gunung Krakatau 137 Tahun Lalu

2. Masih ada gempa vulkanik jelang dan selama erupsi

Meski Erupsi, Status Gunung Anak Krakatau Masih Level Waspada(Foto ketika Gunung Anak Krakatau erupsi) Dokumentasi Kementerian ESDM

BNPB juga menjelaskan menjelang dan selama erupsi, gempa-gempa vulkanik masih terekam dengan jumlah yang belum signifikan. Hal itu menunjukkan masih terjadinya suplai magma menuju kedalaman yang lebih dangkal.

"Pengamatan deformasi dengan tiltmeter berfluktuasi dan menunjukkan gejala kenaikkan yang tidak signifikan sejak 5 April 2020 hingga kejadian erupsi pada 10 April 2020 pkl. 22:35 WIB, diduga akibat energi yang relatif tidak terlalu besar," pungkas BNPB.

3. Material batu pijar terbawa kepermukaan saat erupsi kemarin

Meski Erupsi, Status Gunung Anak Krakatau Masih Level WaspadaIDN Times/Pos pantau Gunung Anak Krakatau Lampung

Selain itu, menurut data kegempaan dan deformasi, aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau masih berfluktuasi. Jenis fluida yang ada di rangkaian erupsi sejak awal 2020 hingga Maret didominasi oleh gas atau uap air.

Sedangkan pada erupsi Jumat (10/4) kemarin, material batu pijar sudah terbawa kepermukaan dengan intensitas yang belum signifikan.

"Jauh lebih kecil dibandingkan rangkaian erupsi pada periode Desember 2018-Januari 2019," jelas BNPB.

4. Potensi lava dan hujan abu perlu diwaspadai

Meski Erupsi, Status Gunung Anak Krakatau Masih Level WaspadaDok./istimewa

Selain itu untuk potensi bahaya dari aktivitas gunung anak krakatau BNPB menyebutkan ada lontaran material lava, aliran lava dan hujan abu lebat di sekitar kawah dalam radius 2 kilometer dari kawah aktif.

Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat terpapar di area yang lebih jauh bergantung pada arah dan kecepatan angin. Erupsi masih berpotensi terjadi tetapi tidak terdeketeksi apakah ada gejala vulkanik menjuju kepada intensitas erupsi yang lebih besar.

",Aktivitas vulkanik berupa erupsi tipe Strombolian saat ini, lontaran material pijar hanya tersebar di sekitar kawah (masih dalam batas kawasan rawan bencana yang direkomendasikan)," ujar BNPB.

Baca Juga: BMKG: Erupsi Gunung Anak Krakatau Tidak Sebabkan Tsunami

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya