Minim Literasi Digital, Perempuan Lebih Rentan Jadi Korban Pinjol

Sebanyak 54,95 persen perempuan mendapatkan pinjol

Jakarta, IDN Times - Pada era digital saat ini marak fenomena pinjaman online (pinjol) yang menjerat perempuan. Asisten Deputi (Asdep) Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi Kemen PPPA, Eko Novi Ariyanti mengungkapkan, hal ini terjadi karena perempuan tertinggal dalam hal kecakapan literasi perempuan di dunia finansial, transformasi digital, dan cyber security dibandingkan laki-laki.

“Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat persentase sebesar 54,95 persen perempuan mendapatkan pinjol, sementara laki-laki sebesar 45,05 persen pada tahun 2021. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan menjadi korban dan sasaran pinjol ilegal karena perempuan memiliki literasi finansial yang relatif lebih rendah dibandingkan laki-laki meskipun perempuan dianggap paling bertanggung jawab dalam urusan domestik,” ungkap Eko Novi dalam kegiatan Media Talk Kemen PPPA, dilansir Sabtu (4/2/2023).

Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Seluruh Daerah Siapkan Wilayah Ramah Anak

1. Perempuan terjerat pinjol karena kebutuhan mendesak hingga perilaku konsumtif

Minim Literasi Digital, Perempuan Lebih Rentan Jadi Korban PinjolIlustrasi Mal (IDN Times/Besse Fadhilah)

Eko Novi menjelaskan, rendahnya literasi finansial yang dihadapi perempuan merupakan salah satu kesenjangan gender yang dirasakan oleh perempuan. Kurangnya sosialisasi pengetahuan mengenai cyber security dan perlindungan sistem, data diri, jaringan, privasi juga menjadi faktor lainnya.

Perempuan yang terjerat dalam kasus pinjol, ujar dia, dihadapkan pada kebutuhan mendesak, tekanan ekonomi, biaya kehidupan sehari-hari dan sekolah anak-anak, serta perilaku konsumtif.

"Keberadaan pinjol yang menawarkan pencairan dana yang mudah, cepat, dan tanpa banyak syarat menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi berbagai macam tuntutan yang dihadapi. Namun, keberadaan pinjol ilegal berbunga tinggi mengakibatkan masyarakat justru terlilit utang dan perempuan menjadi salah satu korban terbanyak,” kata dia.

Baca Juga: Derita Gen Z Lunasi Pinjol, Gagal Bayar Cicilan Diteror Penagih Utang

2. Perempuan terjerat pinjol bisa alami kekerasan hingga bunuh diri

Minim Literasi Digital, Perempuan Lebih Rentan Jadi Korban PinjolIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Perempuan yang terjerat dalam pusaran pinjol, kata dia, bisa mengalami kekerasan secara psikis dan fisik. Mereka juga bisa mendapat tekanan sosial yang dalam beberapa kasus bahkan mengakibatkan hilangnya nyawa atau bunuh diri.

Fenomena pinjol, kata dia, tidak hanya terjadi pada perempuan sebagai ibu rumah tangga semata, tetapi juga kepada mahasiswi hingga anak sekolah.

Lebih lanjut, Kemen PPPA memiliki lima arahan Presiden, salah satunya adalah mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan dan anak perempuan. Upaya dilakukan dari sisi edukasi, literasi, dan solusi digital perempuan.

Selain itu upaya lainnya dari sisi kebijakan guna mendukung ekosistem kewirausahaan dan hadirnya Strategi Nasional Keuangan Inklusi Perempuan (SNKI-P) untuk memastikan semua perempuan pelaku usaha di Indonesia memiliki pengetahuan, kapasitas, sumber daya, dan peluang untuk dapat mencapai dan menikmati pemberdayaan ekonomi.

Baca Juga: Megawati Sebut Pahlawan Perempuan di HUT PDIP, Kode Capres Perempuan?

3. Perlu hidupkan lagi fungsi koperasi di masyarakat

Minim Literasi Digital, Perempuan Lebih Rentan Jadi Korban PinjolWakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utara (Sumut) Musa Rajekshah melakukan tinjauan serta berdiskusi dengan para peserta pelatihan koperasi di UPT Balai Latihan Koperasi dan UKM (Istimewa/IDN Times)

Dia mengatakan, pemanfaatan koperasi juga dapat kembali digencarkan karena berasas pada kekeluargaan dan gotong royong. Koperasi dinilai mempunyai peran sebagai tiang pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya bagi kelompok rentan dan marginal.

Koperasi disebut terbukti mampu membantu dan memberikan akses perekonomian dan sumberdaya pada perempuan secara berkelanjutan.

“Koperasi merupakan budaya masyarakat Indonesia yang sangat tua yang berawal dari tanggung renteng. Ketika koperasi dibuat dan melibatkan suatu kelompok masyarakat dan salah satu anggotanya meminjam, maka anggota tersebut memiliki rasa tanggung jawab untuk mengembalikan sehingga masyarakat yang di dalamnya pun memiliki kelembagaan keuangan yang sehat dan berkelanjutan,” kata Eko Novi.

4. Cyber security bagi perempuan harus terus ditingkatkan

Minim Literasi Digital, Perempuan Lebih Rentan Jadi Korban PinjolIlustrasi Wanita Bekerja (IDN Times/Dwi Agustiar)

Selain itu, kata dia, perlu ada upaya preventif secara masif dari praktik pinjol melalui kolaborasi dan sinergi multipihak dari akar rumput hingga instansi lain yang terkait.

Tidak hanya itu, akses dan literasi finansial, transformasi digital, serta cyber security bagi perempuan pun harus terus ditingkatkan agar tidak ada lagi kesenjangan yang dirasakan oleh perempuan.

Baca Juga: Jelang 2024, Keterwakilan Caleg Perempuan Disoroti Kemen PPPA

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya