Napak Tilas Pemerkosaan Mei 1998: Catatan Sejarah yang Kelam

Berharap segera dikategorikan sebagai pelanggaran HAM

Jakarta, IDN Times - Mei 1998 dikenal sejarah sebagai catatan kelam dengan berbagai kerusuhan dan penyiksaan di berbagai titik Jakarta dan wilayah lainnya di Indonesia.

Salah satu kejadian yang masih menyesakkan adalah kejahatan kemanusiaan atau kejahatan atas tubuh perempuan pada masa Orde Baru. Pada 13 hingga 15 Mei 1998 permerkosaan rasial pada perempuan Indonesia terjadi, umumnya korban adalah perempuan keturunan Tionghoa.

Ketua Perempuan Mahardhika Mutiara Ika Pratiwi mengungkapkan, kejadian tragedi dan pemerkosaan Mei 1998 tak boleh lagi terulang. 

“Mei adalah bulan yang menyisakan catatan kelam, kejahatan kemanusiaan dan kekerasan pada tubuh perempuan yang melibatkan militer orde baru,” kata dia dalam agenda Napak Tilas 24 tahun Tragedi Perkosaan Mei 98 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Selasa (24/5/2922).

1. Negara berkelit saat ditagih keadilan soal tragedi Mei 1998

Napak Tilas Pemerkosaan Mei 1998: Catatan Sejarah yang KelamKetua Perempuan Mahardhika Mutiara Ika Pratiwi dalam agenda napak Tilas 24 tahun Tragedi Pemerkosaan Mei 98 di TPU Pondok Ranggon (24/5/2922) oleh Perempuan Mahardhika (IDN Times/Lia Hutasoit)

Meskipun fakta-fakta pemerkosaan Mei 1998 tidak dapat disangkal, tetapi negara masih belum bisa mengungkapkannya. Ika menyebut, ketika ditagih keadilan bagi korban justru berkelit bahwa kasus pemerkosaan Mei 1998 suli untuk diusut.

“Karena tidak ada korban yang mau bersaksi,” kata dia.

2. Pelaku tak pernah diadili hingga korban tak dapat jaminan hukum

Napak Tilas Pemerkosaan Mei 1998: Catatan Sejarah yang KelamAgenda napak Tilas 24 tahun Tragedi Pemerkosaan Mei 98 di TPU Pondok Ranggon (24/5/2922) oleh Perempuan Mahardhika (IDN Times/Lia Hutasoit)

Kondisi itu, kata dia, menunjukkan minimnya komitmen pemerintah untuk mau menuntaskan kasus pemerkosaan Mei 1998.

“Pelaku tidak pernah diadili, tidak ada jaminan pemulihan (pada korban) dan tidak ada jaminan bagi korban serta keluarga korban,” kata Ika.

Selama 24 tahun setelah reformasi, Indonesia sudah memiliki UU baru yang mencakup perlindungan hukum terkait tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).

Baca Juga: Kelamnya Pemerkosaan di Glodok 1998 yang Menimpa Perempuan Tionghoa

3. UU TPSK sebagai terobosan di masa kini

Napak Tilas Pemerkosaan Mei 1998: Catatan Sejarah yang KelamMenteri PPPA Bintang Puspayoga dalam Rapat Paripurna DPR RI saat pengesahan RUU TPKS pada Selasa (12/4/2022). (dok. KemenPPPA)

UU 12 tahun 2022 tentang TPKS dianggap jadi terobosan. Mekanismenya hadir dari perspektif bahwa setiap orang berhak bebas dari penyiksaan atau perbuatan yang merendahkan martabatnya.

“Bahwa peraturan perundang-undangan ini dibuat karena sebelumnya diakui oleh negara, bahwa undang-undang yang ada belum memenuhi hak korban kekerasan seksual serta belum mengatur secara komprehensif hukum acara,” bebernya.

Dengan adanya UU TPKS serta bertepatan dengan peringatan tragedi Mei 1998 sudah dalam suasana punya payung hukum yang mengampu isu TPKS.

4. Harapan kasus pemerkosaan Mei 1998 dikategorikan sebagai pelanggaran HAM

Napak Tilas Pemerkosaan Mei 1998: Catatan Sejarah yang KelamAgenda napak Tilas 24 tahun Tragedi Pemerkosaan Mei 98 di TPU Pondok Ranggon (24/5/2922) oleh Perempuan Mahardhika (IDN Times/Lia Hutasoit)

Ika mengatakan adanya UU TPKS adalah capaian yang perlu diingat, karena terobosan dan cara pandang yang kini ada mematahkan argumen sebelumnya bahwa untuk membuktikan kasus kekerasan seksual harus ada saksi.

“Semoga UU yang baru ini, dan pergerakan yang akan kita terus rawat dalam menuntut keadilan bagi korban terutama pemerkosaan dan tragedi Mei 1998 sudah ada pengadilan,” ujarnya.

Dia berharap agar kasus pemerkosaan Mei 1998 dikategorikan sebagai pelanggaran HAM dan tidak ada alasan untuk menundanya.

Baca Juga: Ngeri, Simak 6 Fakta Peristiwa Mei 1998 yang Perlu Diingat

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya