Ombudsman Kritisi Tes Wajib Bagi Pasien Non-COVID-19 Sebelum Berobat

Bisa membahayakan karena lama dan tak ditanggung BPJS

Jakarta, IDN Times - Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, menerima sejumlah laporan terkait warga penderita penyakit berat yang sulit mengakses fasilitas kesehatan selama penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Teguh mengatakan banyak warga mengadukan birokrasi rumah sakit yang mengharuskan mereka menjalani tes COVID-19, padahal mereka datang karena penyakit lain, bukan karena COVID-19.

"Masalahnya tes covid yang dilakukan ini adalah polymerase chain reaction (PCR), swab test  yang harganya cukup mahal, serta tidak ditanggung oleh BPJS dan tidak ditanggung oleh asuransi swasta," kata dia kepada IDN Times, Senin (4/5)

1. Banyak pasien non-COVID-19 yang mengundurkan diri

Ombudsman Kritisi Tes Wajib Bagi Pasien Non-COVID-19 Sebelum BerobatSuasana RSUD IA Moeis saat pasien N hendak dipindahkan ke rumah sakit lain di Samarinda (Dok.IDN Times/Istimewa)

Teguh mengatakan, walau tes tersebut sesuai standar penanganan COVID-19, tetapi menimbulkan sejumlah polemik bagi pasien non-COVID-19 yang akan menjalani perawatan.

Pasalnya, tidak sedikit dari mereka yang mengundurkan diri untuk dirawat karena tes COVID-19 tidak masuk dalam daftar penanggungan asuransi atau BPJS.

"Pasien mengundurkan diri dan tidak melakukan rawat inap," ujar dia.

2. Waktu menunggu hasil tes bisa membahayakan pasien

Ombudsman Kritisi Tes Wajib Bagi Pasien Non-COVID-19 Sebelum BerobatRapid test massal di lingkungan tempat tinggal pasien positif corona (Dok. Istimewa/IDN Times)

Kekhawatiran lain juga timbul bagi pasien yang ingin menjalani perawatan cuci darah rutin. Mereka harus menunggu hasil tes keluar, baru bisa melakukan cuci darah.

Walaupun hal ini telah sesuai dengan prosedur COVID-19, namun waktu menunggu hasil yang terbilang lama menurut Teguh, bisa membahayakan pasien yang harus secara rutin melakukan cuci darah.

"Padahal cuci darah ini dilakukannya secara rutin, harus dilakukan sesuai dengan tanpa menunggu terlebih dahulu hasil tes COVID-19, apalagi tes PCR yang cukup lama," kata dia.

3. Minta rumah sakit lakukan rapid test saja

Ombudsman Kritisi Tes Wajib Bagi Pasien Non-COVID-19 Sebelum BerobatHasil negatif uji sampel rapid test. (IDN Times/ Deryardli Tiarhendi)

Teguh khawatir jika hal ini terus terjadi angka kematian akibat penanganan yang terlambat pada pasien penyakit berat akan meningkat di DKI Jakarta. Pihaknya meminta Dinas Kesehatan DKI Jakarta melakukan pengawasan kepada rumah sakit-rumah sakit di Jakarta.

Diharapkan rumah sakit bisa menerapkan tes COVID-19 berbasis rapid test, karena hasilnya lebih cepat keluar yakni hanya sekitar 10-15 menit. Sedangkan PCR membutuhkan waktu beberapa jam hingga beberapa hari.

"Nanti jumlah warga yang menderita penyakit-penyakit berat justru tidak tertangani, karena harus melewati tes COVID-19, itu yang akan kami pastikan supaya Dinkes melakukan pengawasan ke rumah sakit, tidak melakukan pendekatan PCR tetapi pendekatan rapid test," katanya.

Baca Juga: [BREAKING] Kian Naik, Kasus COVID-19 di Indonesia Tembus 11.587 Orang

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya