Pakar Hukum: Pemanggilan Anies soal Rizieq di Polda Metro Mengada-Ada

Harusnya Anies cukup dipanggil Mendagri

Jakarta, IDN Times - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memenuhi panggilan polisi untuk memberikan klarifikasi terkait pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 yang ada di wilayahnya, tepatnya dalam acara pernikahan putri Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat.

Menanggapi hal ini, Pakar Hukum Acara Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berpandangan bahwa hal tersebut terbilang berlebihan, karena pemanggilannya bersifat pribadi. Sedangkan yang disangkakan adalah perbuatan dalam jabatannya.

"Pemanggilan Anies itu mengada-ada, karena dalam urusan pelanggaran PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) kapasitas Anies itu bukan pribadi, sedangkan proses pidana itu memeriksa dan mengadili pribadi-pribadi, orang yang disangka melakukan, bukan jabatan. Sedangkan Anies kapasitasnya sebagai pejabat negara," kata dia kepada IDN Times, Senin (17/11/2020).

Baca Juga: Soal Denda Rizieq, Anies: Sanksi Rp50 Juta Bukan Basa-basi! 

1. Jika kesalahan di Anies maka yang berhak memanggil adalah Mendagri

Pakar Hukum: Pemanggilan Anies soal Rizieq di Polda Metro Mengada-AdaIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Fickar mengatakan jika memang ada pelanggaran dalam kinerja Anies atau istilahnya quod non yang artinya sesuatu yang tidak benar, maka pemanggilan bisa dilakukan, itu juga bukan oleh kepolisian.

Maka yang berhak memanggil, kata Fickar, adalah atasannya secara administratif, yakni Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

2. Polisi diharapkan tidak masuk ranah politis

Pakar Hukum: Pemanggilan Anies soal Rizieq di Polda Metro Mengada-AdaGubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Polda Metro Jaya (Dok.Humas Pemprov DKI Jakarta)

Fickar menilai pemanggilan Anies oleh polisi itu berlebihan serta mengada-ngada, karena polisi tidak punya kompetensi atau kewenangan memanggil seseorang dalam kapasitas pejabat negara dalam urusan kebijakan.

"Hendaknya kepolisian tidak masuk ke ranah politis, sangat berbahaya ini bagi demokrasi," ujar dia.

3. Jika masalahnya terkait kebijakan bisa dibawa ke PTUN

Pakar Hukum: Pemanggilan Anies soal Rizieq di Polda Metro Mengada-AdaBendera Bergambar Rizieq Shihab saat Aksi Bela Muslim Uighur (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Fickar menjelaskan jika memang pelanggarannya berkaitan dengan suatu kebijakan dari seorang kepala dearah, maka hal ini bisa dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sedangkan, terkait pejabatnya bisa ke kementerian yang membawahi kepala daerah tersebut, yakni Kementerian Dalam Negeri. "Karena kapasitasnya sebagai pejabat negara, pidana itu objeknya orang atau individu dan korporasi, bukan jabatan," kata Fickar.

Mengutip dari surat denda yang dikeluarkan Satpol PP ke Rizieq, Pemprov DKI telah mengeluarkan denda atau sanksi administratif berdasarkan Pergub Nomor 79 Tahun 2020, dan Pergub Pemprov DKI Jakarta Nomor 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif. Rizieq dikenakan sanksi administratif denda Rp50 juta akibat penyelenggaraan Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan anaknya.

Menanggapi hal itu, Fickar mengatakan, pembayaran denda berdasarkan mekanisme Perda, namun tetap setiap penjatuhan sanksi hukum (pidana atau denda atau ganti rugi) didasarkan pada putusan pengadilan, seperti juga pengadilan tilang (pelanggaran lalu lintas), di mana denda bisa dibayar titip sambil adanya putusannya.

"Setelah diputus resmi baru masuk ke kas daerah," kata dia.

Jadi sebenarnya, kata Fickar, jika ada proses pidana di kasus ini, maka ini akan menjadi redunden berlebihan. "Menurut saya bisa Nebis in Idem, karena satu perbuatan tidak bisa diadili dua kali. Karena pelanggaran Perda pun diadili dengan peradilan Tipiring (Tindak Pidana Ringan dan bersifat administratif)," kata dia.

4. Sanksi pidana tidak bisa diterapkan pada PSBB

Pakar Hukum: Pemanggilan Anies soal Rizieq di Polda Metro Mengada-AdaSuasana penjemputan Rizieq Shihab di sekitar bandara Soekarno-Hatta (Front TV)

Fickar mengatakan selama wilayah belum ditetapkan sebagai daerah karantina wilayah (lockdown), tidak ada sanksi pidana yang dapat diterapkan.

"Sanksi pidana memang tertuang dalam UU 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, termasuk Pasal 93 nya, namun sanksi tersebut seluruhnya untuk pelanggaran atas penetapan karantina (lockdown)," kata dia.

Sedangkan saat ini, kata dia, pemerintah hanya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), itu pun tidak diberlakukan di seluruh wilayah.

"Jadi tidak bisa sanksi pidana diterapkan, cuma seharusnya masyarakat sadar bahwa tindakannya (berkerumun) itu sangat berbahaya bagi kesehatan," kata Fickar.

5. Sejumlah kerumunan terjadi sejak Rizieq Shihab kembali dari Arab Saudi

Pakar Hukum: Pemanggilan Anies soal Rizieq di Polda Metro Mengada-AdaPimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Kerumunan massa sejak Rizieq Shihab kembali ke Indonesia terjadi beberapa kali di dua wilayah hukum, yakni Polda Metro Jaya dan Polda Jawa Barat.

Pertama, saat Rizieq tiba di Indonesia dari Arab Saudi pada Selasa (10/11/2020). Saat itu, kerumunan massa menyambut kedatangan Rizieq di kawasan Bandara Soekarno-Hatta.

Kedua, kerumunan di Jalan KS Tubun, Petamburan, lokasi kediaman Rizieq. Sebagian pendukung Rizieq menyambut meriah di kediamannya yang tidak bisa turut menyambut di bandara.

Ketiga, kerumunan massa kembali terjadi saat Rizieq berkunjung ke Tebet, Jakarta Selatan, dan kawasan Puncak, Bogor, pada Jumat (13/11/2020).

Keempat, kerumunan massa terjadi saat Rizieq menggelar acara pernikahan putrinya di Petamburan. Ia menikahkan putrinya, Sharifa Najwa Shihab, sekaligus menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Selama kerumunan massa tersebut, terjadi pelanggaran protokol kesehatan seperti tidak menjaga jarak, pembatasan jumlah massa, dan memakai masker. Sebagian ada yang memakai masker tapi dilepas.

Pemprov DKI Jakarta melalui Satpol PP telah menjatuhkan denda Rp50 juta kepada Rizieq karena dianggap melanggar protokol kesehatan, dengan tidak membatasi jumlah massa yang hadir, baik pada saat acara pernikahan maupun Maulid Nabi Muhammad SAW.

6. Jokowi minta jajarannya tindak tegas siapa pun yang melanggar protokol kesehatan

Pakar Hukum: Pemanggilan Anies soal Rizieq di Polda Metro Mengada-AdaPresiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Presiden Joko "Jokowi" Widodo memberikan teguran keras kepada jajarannya malam rapat terbatas pada Senin (16/11/2020). Hal dilakukan usai terjadinya kerumunan di acara yang digelar oleh Rizieq Shihab pada Sabtu 14 November 2020.

Jokowi memperingatkan para jajarannya agar kegiatan yang menimbulkan kerumunan massa seperti itu tidak terjadi lagi di tengah pandemik COVID-19. Ia pun meminta Kapolri, Panglima TNI, Ketua Satuan Tugas COVID-19 untuk menindak tegas siapapun yang mengumpulkan massa di tengah wabah virus corona.

Jokowi menegaskan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Pada masa pandemik ini, pemerintah telah memutuskan pembatasan sosial, termasuk pembubaran kerumunan. pria asal Solo itu meminta penegakan displin dalam menjalankan protokol kesehatan harus terus dilakukan.

"Untuk itu, saya minta pada Kapolri, Panglima TNI, Ketua Satgas untuk menindak secara tegas jika ada yang melanggar pembatasan-pembatasan sosial tersebut berdasarkan peraturan yang ada. Jangan hanya sekadar imbauan-imbauan saja, tapi harus diikuti dengan pengawasan dan penegakan aturan secara konkret di lapangan," kata Jokowi.

Agar penanganan COVID-19 berjalan efektif, dibutuhkan kepercayaan dari masyarakat terhadap apa yang telah dikerjakan pemerintah. Maka Jokowi meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian menegur kepala daerah yang tidak bisa menjadi contoh bagi masyarakat.

"Saya juga minta pada Menteri Dalam Negeri untuk mengingatkan, kalau perlu menegur kepala daerah, baik gubernur, bupati, wali kota untuk bisa memberikan contoh-contoh yang baik pada masyarakat, jangan malah ikut berkerumun," kata eks Gubernur DKI Jakarta ini.

Jokowi pun mengingatkan, setiap daerah wajib menjalankan dengan baik Peraturan Daerah (Perda) tentang protokol kesehatan. Tindakan hukum harus dilakukan bagi yang melanggar dan tanpa pandang bulu.

"Tugas pemerintah mengambil tindakan hukum dan ketegasan aparat dalam mendisiplinkan masyarakat dan menegakan protokol kesehatan adalah keharusan," ujarnya.

Baca Juga: Anies Hingga Ketua RT Diperiksa Polisi Hari Ini, Terancam Hukuman?

Topik:

  • Rochmanudin
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya