Pakar: Pasal Pencemaran Nama Baik Dicabut, Bentuk Hak Berekspresi

Hal ini disebut juga sebagai upaya mendukung demokrasi

Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai baik pencabutan Pasal 27 dan 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Transaksi Elektronik (UU ITE) melalui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Hal ini dinilai dia sebagai upaya yang sangat mendukung pengembangan demokrasi dan hak berekspresi masyarakat.

"Ini adalah hal positif dalam kebebasan ekspresi masyarakat, meskipun dalam RUU KUHP masih ada juga bagian bab yang mengatur tindak pidana terhadap informatika dan elektronik, sebagaimana Pasal 332 sampai Pasal 335 hanya mengatur tindakan pidana dalam mengakses komputer atau merusak sistem elektronik orang lain, yang mana ketentuan pidana UU ITE ini tidak lagi mengatur kategori penghinaan atau pencemaran nama baik," kata dia, dikutip Rabu (30/11/2022).

1. Pencemaran nama baik dan fitnah perlu penyesuaian keadaan

Pakar: Pasal Pencemaran Nama Baik Dicabut, Bentuk Hak BerekspresiMassa buruh melakukan demo menuntut kenaikan UMP 2022 pada Rabu (8/12/2021). (IDN Times/Athif Aiman)

Meski demikian regulasi KUHP karakteristik dan sifatnya perlu keseimbangan kewajiban, hak dan tanggung jawab tiap warga negara dengan negara. Sehingga menurut Azmi, terkait pencemaran nama baik dan fitnah perlu penyesuaian keadaan dalam upaya mendukung demokrasi, hak ekspresi masyarakat dan pemanfaatan kemajuan tehnologi yang cerdas.

"Jadi Pasal 27 dan Pasal 28 ITE dicabut sepanjang terkait pencemaran nama baik dan fitnah karena sudah diatur, dan telah dilakukan peyesuaian norma termasuk diatur pula syarat pembuktian kebenarannya terkait kategori perbuatan, yang dapat dinyatakan sebagai penghinaan atau menyerang nama baik," ujarnya.

Baca Juga: Deretan Kritik Terhadap RKUHP, Banyak Pasal Masih Dianggap Bermasalah 

2. Bukan pencemaran nama baik, jika untuk kepentingan umum dan terpaksa bela diri

Pakar: Pasal Pencemaran Nama Baik Dicabut, Bentuk Hak BerekspresiIlustrasi demo. IDN Times/Mardya Shakti

Azmi menjelaskan, dalam naskah RKUHP November 2022, ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam ITE dialihkan pada bab XVII tentang pencemaran nama baik dan fitnah, tepatnya pada pasal 433 hingga 437 RKUHP.

"Namun dalam naskah RKUHP ini dibuat ketentuan dan syarat dimana disebutkan bukanlah sebagai pencemaran nama baik jika itu untuk kepentingan umum dan terpaksa membela diri dengan mekanisme pembuktian kebenarannya ini akan diuji oleh hakim di Pasal 437 ayat 3 dan Pasal 438 RKUHP," ujar dia.

3. Unsur melawan hukum jadi hilang dan ditiadakan

Pakar: Pasal Pencemaran Nama Baik Dicabut, Bentuk Hak BerekspresiIlustrasi sidang daring. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Azmi mengatakan, jelas jika mengacu pada ketentuan dan persyaratan tersebut, jika sesuatu informasi yang disampaikan tersebut berisi kebenaran dan demi kepentingan umum, serta dalam upaya membela diri, maka sifat melawan hukumnya menjadi hilang atau ditiadakan, karena dikategorikan sebagai alasan pemaaf sehingga perbuatan pelaku bukanlah termasuk kategori pencemaran nama baik atau fitnah.

Karenanya pada pelaku tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana, syarat dan keadaan ini adalah suatu indikator dan mekanisme di nilai Azmi sangat tepat guna mendukung penegakan keadilan, pengembangan demokrasi dan hak berekspresi masyarakat, termasuk mewujudkan cita-cita hukum pidana nasional.

Baca Juga: Wamenkumham: Pasal Pencemaran Nama Baik Dihapus dari RKUHP

4. Pasal pencemaran nama baik dihilangkan dari RKUHP

Pakar: Pasal Pencemaran Nama Baik Dicabut, Bentuk Hak BerekspresiWamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/11/2022).(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edwar Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengatakan pemerintah bersama DPR telah sepakat akan menghapus pasal pencemaran nama baik dan penghinaan di dalam UU ITE. Melalui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Hal yang penting diketahui, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum itu dihapuskan, itu kemudian kami tambahkan ada pasal 240 RKUHP terkait penghinaan terhadap pemerintah, yang itu juga sangat dibatasi, bahwa pemerintah di sini adalah lembaga kepresidenan," ujar Eddy di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/11/2022).

"Sementara, penghinaan terhadap lembaga negara itu, terbatas legislatif yaitu DPR MPR DPD, sementara terhadap yudikatif hanya dibatasi untuk MA dan MK, dan itu delik aduan," sambungnya.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya