Pakar UI: Jokowi Marah sebagai Bentuk Tekanan pada Menteri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) dr. Pandu Riono menjelaskan kemarahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo kepada para menteri bukan tanpa alasan.
Menurut dia, pemilihan waktu pengunggahan video yang lebih lama dibanding pidato asli adalah bentuk tekanan Presiden Jokowi kepada para menterinya.
Pandu mengatakan ini adalah gertakan karena ketika ditegur para menteri belum bergerak, maka dia mengambil keputusan untuk perlihatkan hal itu pada publik, serta sebagai bentuk permintaan dukungan publik agar para menteri bisa bergerak.
"Sebenarnya lihat timing, ya sudah dimarah-marahi menterinya gerak gak? Ternyata gak juga, ya sudah Presiden kini minta dukungan publik," kata dia kepada IDN Times, Senin (29/6).
1. Bentuk permintaan dukungan pada publik
Pandu mengatakan bahwa ini adalah bentuk permintaan dukungan dari Presiden kepada masyarakat. Serta menjadi salah satu contoh bahwa Presiden sudah melakukan komunikasi pada para menteri.
"Jadi strategi Presiden adalah akan melakukan tindakan atau publik jadi tahu bahwa ini Presiden sudah berbuat sesuatu, yang ternyata menterinya juga masih santai saja begitu," kata dia.
Baca Juga: Pak Jokowi, Jangan Cuma Marah! Segera Reshuffle Menteri
2. Para menteri dinilai kurang inisiatif
Bagi Pandu hal ini adalah efek dari kurangnya inisiatif para menteri menghadapi COVID-19. Dia menyebutkan bahwa para menteri kerap hanya menunggu instruksi karena sejak awal tidak ada visi misi menteri, yang ada hanyalah visi-misi Presiden.
"Sebagai menteri nunggunya diperintahkan, apalagi Presiden sejak awal sudah menyatakan tidak ada visi-misi menteri adanya visi-misi Presiden," ujarnya.
Editor’s picks
3. Pernyataan visi-misi Presiden nampaknya salah persepsi
Pandu mengatakan bahwa pernyataan visi dan misi itu bisa saja membuat para menteri menjadi salah persepsi dan tidak melakukan inisiatif di masa krisis seperti ini.
Walau Presiden yang memegang kendali dan keputusan, bagi Pandu, ide-ide seharusnya bisa terus berjalan dan pengawasan harus lebih ditekankan.
"Jadi sense of crisis itu terlihat dari kebanyakan orang bikin aturan tetapi ketika aturan tidak bisa dilaksanakan gak dilakukan perubahan, tidak turun ke lapangan, tidak melihat masalah ada di mana-mana," ujarnya.
4. Kemarahan Presiden Jokowi pada kabinetnya
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi merasa jengkel terhadap kinerja para menterinya dalam penanganan COVID-19. Dalam video berdurasi 10 menit, Jokowi mengungkapkan bahwa kinerja para menterinya tidak ada progres signifikan, dia akhirnya mengancam untuk melakukan reshuffle kabinet.
"Bisa saja membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," ujar Jokowi dalam sebuah video yang diunggah di channel YouTube Sekretariat Presiden pada Minggu (28/6).
Jokowi menilai nihilnya progres signifikan dari kinerja para menteri ini terlihat dari lambatnya belanja anggaran penanganan COVID-19. Salah satu yang disinggung oleh mantan Wali Kota Solo ini adalah perihal anggaran penanganan COVID-19 sektor kesehatan sudah disiapkan Rp75 triliun.
Dari angka itu, baru 1,53 persen yang sudah diserap.
"Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya. Karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat nanti akan naik. Saya beri contoh, bidang kesehatan itu dianggarkan Rp75 triliun. Rp75 triliun baru keluar 1,53 persen coba," kata dia.
Baca Juga: Minta Menteri Lakukan Terobosan, Jokowi: Jangan Datar-datar Saja!