Pelecehan Seksual Anak di Depok Disebut Kejahatan Sistematis
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang terjadi di lingkungan rumah ibadah di Kota Depok, Jawa Barat, terus dikembangkan. Pelakunya adalah seorang pengurus gereja berinisial SPM (42).
Kuasa hukum korban yakni Azas Tigor Nainggolan menjelaskan, pihaknya sudah menerima laporan 21 anak, namun hanya dua anak korban yang melapor ke Polres Depok. Dia mengatakan bahwa kejahatan SPM dilakukan secara sistematis sehingga pelaku bisa melakukan tindakannya selama 20 tahun.
“Posisi sebagai pembimbing memberi ruang sangat leluasa kepada SPM untuk membangun 'komunitas' khusus anak-anak yang menjadi korbannya. Anak-anak yang kritis dan tidak menjadi targetnya, disingkirkan SPM dan disebut sebagai anak nakal,”kata Tigor dalam keterangannya, Senin (29/6).
1. SPM buat citra baik supaya anak-anak percaya
Tigor menjelaskan bahwa pelaku menanamkan identitas sebagai pembimbing yang baik dan bisa melindungi anak-anak. Secara perlahan, SPM juga melakukan tindak pencabulan pada anak-anak.
“Mulai dari tindakan memangku, memeluk, dan mencium yang ditanamkan sebagai perhatian seorang pembimbing, perlakuan sayang dan akrab,” kata dia.
Baca Juga: Terbongkar Aksi Pencabulan Belasan Anak di Depok, Begini Kronologinya
2. Pelaku mengajak anak-anak berjalan-jalan hingga rapat untuk jalankan aksinya
Editor’s picks
Dia juga mengatakan bahwa pelaku kemudian meningkatkan modus kejahatannya dengan mengajak anak-anak korban untuk rapat, bersih-bersih, jalan-jalan hingga melakukan kegiatan rohani.
Pencabulan juga dilakukan di kamar ganti, WC, bahkan perpustakaan lingkungan rumah ibadah.
“Melalui aktivitas dan label sebagai aktivis rumah ibadah, memberi SPM bisa masuk ke struktur di paroki mengamankan tindakan pencabulannya,” ujar Tigor.
3. Korban takut melapor karena SPM seorang advokat
Tigor juga mengatakan bahwa pengungkapan kasus ini menghadapi banyak hal, salah satunya adalah status SPM sebagai seorang advokat yang membuat korban menjadi takut serta berhati-hati padanya.
Korban dan keluarga takut pada SPM karena dia mengerti hukum.
“Umat dan para korban jadi takut, cerita atau pengakuan para korban akan tidak mudah dipercaya, bahkan dicurigai memfitnah atau akan merusak institusi gereja atau paroki bahkan lagi dipersalahkan kok mau jadi korban?,” katanya.
Baca Juga: KPAI Diminta Bantu Korban Kekerasan Seksual di Depok Melapor Polisi