Pemerintah Diminta Lindungi Buruh Migran dari Hukuman Mati

Eksploitasi buruh migran untuk peredaran gelap narkotika

Jakarta, IDN Times - Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI) menuntut kepada
Pemerintah Republik Indonesia untuk menghapus hukuman mati dari hukum pidana nasional dan memberikan perlindungan kepada Buruh Migran Indonesia dengan menyelamatkan mereka dari hukuman mati dan eksekusi mati.

Pemerintah diharapkan sudah seharusnya konsisten dalam implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan mensosialisasikannya kepada penegak hukum. Isu ini diangkat berkenaan juga dengan peringatan Hari Anti Hukuman Mati se-Dunia pada tanggal 10 Oktober 2022.

"Sehingga dalam penanganan kasus buruh migran, terutama buruh migran perempuan memperhatikan unsur-unsur TPPO sejak awal proses hukum. Pemerintah juga harus segera mengkaji kebijakan lain yang berkontradiksi dengan kebijakan TPPO, misalnya UU Narkotika dimana undang-undang ini banyak mengorbankan buruh migran berhadapan dengan hukuman mati," ujar Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI) dalam keterangan tertulis, Selasa (11/10/2022).

1. Permintaan penghapusan hukuman mati

Pemerintah Diminta Lindungi Buruh Migran dari Hukuman Mati(Poster agar Saudi menghentikan hukuman mati) IDN Times/Indiana Malia

Pemerintah Indonesia juga didesak  menunjukan komitmennya dengan
memberikan perlindungan yang maksimal untuk segera membebaskan buruh migran yang menghadapi eksekusi mati di Indonesia. Hal ini seperti yang dialami Mary Jane Veloso dan Merri Utami, terlebih bagi Mary Jane Veloso untuk diberikan ruang bersaksi atas kasus TPPO yang
sedang diperiksa oleh penegak hukum di Filipina.

Marry Jane Veloso dan Merri Utami yang merupakan buruh migran korban dari sindikat peredaran gelap narkotika sekaligus korban tindak pidana perdagangan orang  Eksploitasi buruh migran untuk tujuan peredaran gelap narkotika dialami juga oleh Tutik seorang warga negara Indonesia.

"Selamatkan Mary Jane, Merri Utami, Tutik dan buruh migran dari hukuman nati. Hapus hukuman mati sekarang juga," kata JATI.

Baca Juga: Minta Hukuman Mati Dihapus, KontraS: Tak Beri Efek Jera

2. Dari 145 terdakwa 119 berasal dari kasus narkotika

Pemerintah Diminta Lindungi Buruh Migran dari Hukuman MatiKonferensi Pers untuk menyatakan sikap bersama atas penolakan hukuman mati (dok. Komnas Perempuan)

JATI menjelaskan, penghapusan hukuman mati telah dipraktekkan di lebih dua pertiga negara di dunia namun tidak memberikan legitimasi dan dorongan yang cukup bagi Pemerintah Indonesia untuk menghapus hukuman mati dari hukum pidana nasional.

Setidaknya ditemukan lebih dari 10 undang-undang yang menerapkan pidana mati dan paling sering digunakan adalah Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Bahkan dalam situasi pandemi sejak awal Maret 2020, vonis mati masih kerap dijatuhkan.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Reprieve, sepanjang Maret 2020-2021 terdapat 145 terdakwa yang divonis mati, diantaranya 119 terdakwa berasal dari kasus narkotika dan diantaranya terdapat 2 terdakwa perempuan.

3. Potensi kasus serupa yang dialami oleh buruh migran yang lain

Pemerintah Diminta Lindungi Buruh Migran dari Hukuman MatiKonferensi Pers untuk menyatakan sikap bersama atas penolakan hukuman mati (dok. Komnas Perempuan)

JATI menjelaskan, kasus serupa yang dialami oleh Mary Jane Veloso dan Tutik potensial dialami oleh banyak buruh migran yang lain, oleh karenanya pendekatan yang dilakukan sepatutnya mempertimbangkan kemungkinan mereka sebagai korban tindak pidana perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi penyelundupan narkotika. Sayangnya, yang terjadi saat ini,
kasus-kasus penyelundupan narkotika yang menjerat buruh migran masih didekati semata-mata dengan pendekatan kejahatan narkotika dan mengabaikan kondisi rentan, dimensi pidana perdagangan orang di dalamnya.

"Sehingga, mereka yang terjerat sindikat pengedar narkotika dan perdagangan orang untuk tujuan penyelundupan narkotika menjadi
korban berkali-kali yang menempatkan mereka dalam mimpi buruk hukuman mati dan bayang-bayang eksekusi mati," kata JATI.

Baca Juga: KontraS: Praktik Hukuman Mati dan Penyiksaan Masih Marak di Indonesia

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya