Pemerintah Sesalkan Rizieq Shihab Tolak Penelusuran Kontak COVID-19
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah menyesalkan sikap pendiri Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab yang menolak untuk penelusuran kontak COVID-19.
"Kami sangat menyesalkan sikap saudara Muhammad Rizieq Shihab yang menolak untuk dilakukan penelusuran kontak, mengingat yang bersangkutan pernah melakukan kontak erat dengan pasien COVID-19," kata dia dalam keterangan pers di Graha BNPB Jakarta, Minggu (29/11/2020).
Baca Juga: Dirut RS Ummi Bogor: Rizieq Shihab Memaksa Pulang, Hasil Tes Belum Ada
1. Pemerintah ambil langkah hukum
Pemerintah akhirnya mengambil langkah hukum terkait kasus ini. Keputusan itu diambil setelah Mahfud rapat dengan tujuh lembaga, mulai dari Satgas Penanganan COVID-19 hingga Mabes Polri.
"Pemerintah akan melakukan langkah dan tindakan tegas bagi yang melanggar ketentuan keselamatan dan kesehatan masyarakat. Terkait dengan itu, maka pemerintah menegaskan akan terus dilakukan proses-proses hukum sesuai dengan hukum yang berlaku demi keselamatan bersama," kata dia.
Untuk diketahui, pentolan FPI, Rizieq Shihab menolak hasil tes COVID-19 dibuka ke publik. Sebelumnya dia menjalani perawatan di Rumah Sakit Ummi, Bogor, Jawa Barat.
2. Data pasien memang dilindungi tapi ada UU lainnya
Editor’s picks
Terkait penolakan Rizieq, pemerintah kata Mahfud, akan terus melakukan proses hukum. Hal ini dilakukan untuk kebaikan bersama di tengah pandemik COVID-19.
Menurut Mahfud, sudah ada undang-undang (UU) yang mengatur tentang catatan medis pasien bisa dibuka terkait wabah penyakit menular.
"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memang ada ketentuan hak paten untuk tidak membuka atau untuk meminta agar catatan kesehatannya itu tidak dibuka, artinya itu dilindungi setiap pasien berhak untuk meminta agar record kesehatannya tidak dibuka kepada umum," ujar Mahfud.
Namun pada UU 29/2004 tentang praktek kesehatan dan UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, catatan medis pasien bisa dibuka dengan alasan tertentu.
"Di sini berlaku dalil lex specialis derogat legi generalis. Bahwa ada hukum khusus ketentuan umum bisa disimpan untuk tidak harus diberlakukan," kata dia.
3. Data pasien hanya untuk kepentingan penanganan kasus
Mahfud mengatakan, pelaksanaan 3T (testing, tracing, dan treatment) adalah upaya pemerintah dalam memutus mata rantai penularan COVID-19, dan data yang dihimpun juga tidak akan disebarluaskan.
"Melainkan hanya untuk kepentingan penanganan kasus," ujar dia.
Baca Juga: Dianggap Tutupi Hasil Tes COVID-19 Rizieq Shihab, Ini Jawaban RS UMMI