Perempuan dan Anak Rentan Masuk Pusaran Terorisme karena Hal Ini

Kemen PPPA dan BNPT tanda tangani nota kesepahaman

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga menandatangani nota kesepahaman bersama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar. 

Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan mengingat masalah pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam penanggulangan tindak pidana terorisme.

Pemerintah merasa perlu ada perhatian khusus karena perempuan dan anak merupakan kelompok yang rentan berada dalam posisi pusaran terorisme, yakni sebagai kelompok yang rentan terpapar, sebagai korban, dan juga sebagai pelaku.

Dia mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan perempuan rentan dilibatkan dalam aksi terorisme, mulai dari budaya patriarki, ekonomi hingga akses informasi yang terbatas.

 “Sementara itu, keterpaparan kepada anak-anak dipengaruhi karena belum mampu menerjemahkan dan mengambil sikap terkait paham-paham yang sifatnya ekstrem,” kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (20/4/2022).

1. Terdiri dari 11 BAB dan 11 Pasal

Perempuan dan Anak Rentan Masuk Pusaran Terorisme karena Hal IniMenteri PPPA, Bintang Puspayoga menandatangani nota kesepahaman bersama Kepala BNPT, Boy Rafli Amar di Kantor BNPT Jakarta, Selasa (19/4/2022). (dok. KemenPPPA)

Dia menjelaskan nota kesepahaman antara Kemen PPPA dengan BNPT terdiri atas 11 BAB dan 11 Pasal terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak secara ekonomi, sosial, dan aspek lainnya dalam upaya penanggulangan tindak pidana terorisme. 

“Mudah-mudahan nota kesepahaman ini tidak hanya menjadi dokumen semata, tapi betul-betul bisa kita implementasikan dalam bentuk program dan aksi yang nyata dalam hal pencegahan keterpaparan perempuan dan anak dari paham radikalisme dan terorisme,” ujar Bintang.

Baca Juga: BNPT: Millennial dan Gen Z Berpotensi Tinggi Terpapar Radikalisme

2. DRPPA/KRPPA jadi poin penting nota kesepahaman ini

Perempuan dan Anak Rentan Masuk Pusaran Terorisme karena Hal IniMenteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga (dok. KemenPPPA)

Sementara itu, Bintang menyebutkan Desa atau Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA/KRPPA) juga jadi salah satu poin penting dalam nota kesepahaman dengan BNPT.

“Pada 2022 Kemen PPPA mengembangkan DRPPA di beberapa daerah di Indonesia. Selain bekerjasama dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, kami juga bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait apabila suatu daerah memerlukan intervensi khusus. Mudah-mudahan kita bisa turun bersama-sama mewujudkan DRPPA yang bebas dari terorisme,” ujarnya.

3. Ada 14 perempuan Indonesia terlibat dalam kejahatan terorisme

Perempuan dan Anak Rentan Masuk Pusaran Terorisme karena Hal IniMenteri PPPA, Bintang Puspayoga menandatangani nota kesepahaman bersama Kepala BNPT, Boy Rafli Amar di Kantor BNPT Jakarta, Selasa (19/4/2022). (dok. KemenPPPA)

Pada kesempatan tersebut, Boy mengatakan dalam perjalanan kerja BNPT banyak ditemukan perempuan dan anak yang menjadi korban atau pelaku kejahatan terorisme. 

Dia menjelaskan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masih melihat perempuan dan anak dalam posisi korban terorisme, walaupun sudah direkrut menjadi pelaku dan secara fakta memang jadi pelaku, tapi sebenarnya perempuan dan anak adalah korban di dalam proses radikalisasi yang dijalankan oleh jaringan terorisme. 

“Dalam catatan kami kurang lebih ada 14 perempuan Indonesia yang terlibat dalam kejahatan terorisme,” ujar Boy.

Baca Juga: Jokowi Ingatkan PPATK Modus Baru Pencucian Uang untuk Danai Terorisme

4. Ada sekitar 80 anak terlibat di wilayah konflik seperti Irak dan Suriah

Perempuan dan Anak Rentan Masuk Pusaran Terorisme karena Hal IniMenteri PPPA, Bintang Puspayoga menandatangani nota kesepahaman bersama Kepala BNPT, Boy Rafli Amar di Kantor BNPT Jakarta, Selasa (19/4/2022). (dok. KemenPPPA)

Berdasarkan data, BNPT mengidentifikasi adanya keterlibatan 315 anak di beberapa wilayah konflik, seperti Irak dan Suriah. Bahkan sekitar 80 di antaranya masih berusia di bawah 10 tahun. 

“Angka ini menunjukkan bahwa kita perlu melakukan upaya yang lebih terhadap kaum perempuan dan anak, terutama dengan mengedepankan program-program pencegahan anti radikalisme sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, yaitu membangun kesiapsiagaan secara nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. Untuk masyarakat luas yang belum terpapar, maka kami banyak melibatkan perempuan dalam kegiatan-kegiatan, terutama di bidang kesiapsiagaan dan kontra radikalisasi,” kata Boy.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya