Perempuan Pembela HAM Dinilai Masuk dalam Golongan Asnaf fi Sabilillah

Dukungan ke perempuan pembela HAM dinilai menjadi penting

Jakarta, IDN Times - Country Representative Protection International of Indonesia, Damairia Pakpahan, mengatakan dukungan pada perempuan pembela HAM menjadi hal penting. Sebab, mereka yang kerap disebut women human rights defenders (WHRD), rentan mendapat stigma negatif atas apa yang diperjuangkannya.

“Perempuan pembela HAM rentan berbagai stigma, mendapatkan diskriminasi dan kekerasan atas perjuangan yang ia lakukan. Sehingga, penting membuat dukungan bagi mereka,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/11/2021).

Hal tersebut diutarakan Damairia saat diskusi rangkaian “16 Minggu Gerakan Zakat Nasional; Mulai dari Muzakki Perempuan untuk Mustahik Perempuan Korban” yang dilakukan oleh Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan ITB Ahmad Dahlan Jakarta bersama dengan Protection Internasional, Pimpinan Cabang IMM Ciputat, dan LazisMu.

1. Korban kekerasan dalam perspektif fikih

Perempuan Pembela HAM Dinilai Masuk dalam Golongan Asnaf fi SabilillahIlustrasi kekerasan pada perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara dalam perspektif fikih, Mudir Muhammadiyah Boarding School Ki Bagus Hadikusumo Nur Achmad memaparkan konsep wal-mu`allafati qulụbuhum, yakni orang-orang yang sedih dan bimbang hatinya. Menurutnya, korban kekerasan seksual dapat digolongkan dalam konsep tersebut.

Karena, kata Nur, keberadaan mereka yang acap kali ditolak dan mendapatkan stigma negatif dari masyarakat sehingga hatinya menjadi sedih.

“Jadi, kalaupun korbannya kaya, tapi hatinya sedih, maka definisi ini bisa dipakai,” ungkapnya.

Baca Juga: HopeHelps Sediakan Advokasi Kekerasan Seksual di Kampus 

2. Asnaf zakat dalam kaitannya dengan kekerasan perempuan dan anak

Perempuan Pembela HAM Dinilai Masuk dalam Golongan Asnaf fi SabilillahIlustrasi kekerasan (IDN Times/Sukma Shakti)

Lebih lanjut, dia menjelaskan beberapa asnaf zakat dalam kaitannya dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pertama, jika seseorang itu menjadi korban kekerasan dan juga miskin, maka para korban tersebut termasuk kategori fakir dan miskin.

Kemudian, mereka yang berjuang demi hidup para korban yang selama ini mungkin diabaikan negara, maka pembela HAM dapat dikategorikan dalam asnaf fi sabilillah sehingga dana zakat dapat diberikan kepada mereka. Untuk perjuangan hidup dan aktivisme mereka.

Selanjutnya adalah riqab dalam artian korban perbudakan seksual modern saat ini, ataupun trafiking. Dana zakat dapat digunakan supaya mereka bisa terbebas dari eksploitasi seksual tersebut sehingga menjadi manusia yang merdeka. Keempat, para korban kekerasan yang terlilit hutang serta tidak mampu membayarnya. Dari delapan golongan penerima zakat, mereka ini termasuk kategori gharim dalam makna yang lebih luas.

“Korban dan pembela korban, maka ia masuk asnaf fakir, miskin, fi sabilillah, riqab, dan wal-mu`allafati qulụbuhum. Orang-orang yang galau hatinya, tertekan jiwanya agar mereka bisa setara dan bangkit,” kata dia.

3. Perempuan pembela HAM masuk kategori fi sabililah

Perempuan Pembela HAM Dinilai Masuk dalam Golongan Asnaf fi SabilillahIlustrasi kekerasan pada anak (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Kemudian, berkenaan dengan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTB) Ketua PSIPP ITB-AD Jakarta Yulianti Muthmainnah mengungkapkan beberapa hal penting di balik peringatan 16 HAKTP, mulai dari menggalang solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM dan mendorong kegiatan bersama untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi para korban, surviver, penyintas, termasuk pembela HAM.

“Dan kita juga penting mengajak sebanyak mungkin orang terlibat aktif untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan dalam segala lini,” kata dia.

Menurut Yuli, perempuan pembela HAM apabila ditinjau dari delapan golongan penerima zakat, maka mereka masuk kategori fi sabilillah.

“Kenapa sih mereka masuk ke dalam asnaf fi sabilillah? Karena mereka adalah orang-orang yang berjuang. Berjuang mempertahankan hidupnya. Perjuangan-perjuangan mereka itu penting diapresiasi dan penting didukung oleh lembaga-lembaga filantropi. Dan kita juga penting untuk mengajak semua orang supaya melakukan dekonstruksi, bacaan ulang terhadap asnaf zakat,” ujarnya.

“Zakat itu tidak hanya di mana mengenai delapan golongan yang lama saja, tetapi juga harus ada pemaknaan-pemaknaan baru, siapa sebenarnya yang layak mendapatkan zakat,” kata dia.

Baca Juga: Miris! Kekerasan Seksual Lingkungan Pendidikan Tertinggi di Kampus

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya