RKUHP Diserahkan ke DPR, LBH Jakarta: Masih Abaikan Keterbukaan Publik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru dan final diantar oleh Pemerintah ke DPR RI pada Rabu (6/7/2022). Draf itu sempat tak dibuka ke publik sejak 2019.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana, menilai hal ini membuktikan bahwa pemerintah sengaja mengabaikan prinsip keterbukaan publik.
“Menurut saya ini jadi bukti bahwa pemerintah sengaja mengabaikan prinsip keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan partisipasi yang bermakna dari masyarakat yang seharusnya dipatuhi pemerintah dan DPR sebagaimana putusan MK dalam uji formil UU Cipta Kerja,” kata dia kepada IDN Times, Kamis (7/7/2022).
1. Praktik pembentukan UU dinilai represif dan otoriter
DPR dan Pemerintah bersepakat untuk menyelesaikan RUU KUHP. Khususnya, terkait dengan 14 isu krusial RUU KUHP sebelum diserahkan ke pembicaraan tingkat selanjutnya sesuai dengan mekanisme ketentuan perundang-undangan.
Arif khawatir, jika pembahasannya langsung ke tingkat II, hal itu tidak sesuai dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang
“Sekali lagi, ini praktik pembentukan UU yang represif otoriter,” kata dia.
Baca Juga: Di RKUHP Final, Bikin Video Porno untuk Konsumsi Pribadi Bukan Pidana
2. Masyarakat bisa bersuara soal pengesahan RKUHP
Editor’s picks
Dia mengatakan, publik berhak menolak pengesahan RKUHP dan menyuarakan hal ini. Proses pembentukan undang-undang seperti ini dinilai berbahaya bagi demokrasi.
“Apalagi substansi aturannya yang mengancam kemerdekaan berpendapat dan berekspresi masyarakat, khususnya untuk mengkritik dan mengontrol pemerintah,” kata Arif.
3. RKUHP akan didiskusikan lagi, fokus 14 isu krusial saja
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Adies Kadir, mengungkapkan bahwa RUU KUHP masih akan didiskusikan bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada masa sidang berikutnya. Secara khusus, Adies menyebut diskusi-diskusi hanya fokus terhadap 14 isu krusial.
“Kalau KUHP masih ada diskusi-diskusi terkait dengan 14 isu krusial, hanya itu saja. Kita tidak masuk ke batang tubuh tapi kita akan mendiskusikan itu. Nanti kita akan memperjelas dalam penjelasan RUU KUHP, masih ada sedikit diskusi terkait dengan 14 isu krusial yang banyak juga menjadi pertanyaan-pertanyaan di masyarakat,” ujar Adies dilansir dari situs resmi DPR RI, Kamis.
4. Berharap masyarakat lebih mengerti penjelasan masing-masing pasal
Dia menjelaskan, pembahasan dilakukan agar nantinya masyarakat lebih mengerti dengan substansi di setiap pasal. Salah satu contohnya, kata Adies, terkait pasal penghinaan presiden itu nantinya yang akan dijelaskan berkaitan dengan bentuk dari pasal tersebut serta penjelasan pasal lainnya.
“Yang pasti RUU KUHP ini tidak ada yang merugikan masyarakat dan telah disesuaikan dengan kondisi masyarakat modern Indonesia saat ini. Kita masih diskusikan RUU KUHP ini, nanti kita baca dulu dan pada masa sidang berikutnya tentu Komisi III akan banyak melakukan rapat-rapat dengan Kemenkumham terkait dengan RUU KUHP," kata dia.
Baca Juga: Draf Final RKUHP: Persetubuhan Bukan Suami-Istri Dipenjara Setahun