RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Hanya Bercorak Pada Satu Agama

RUU ini juga disebut tumpang tindih dengan aturan lainnya

Jakarta, IDN Times – Koalisi Gerak Perempuan turut menyoroti Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga yang saat ini tengah menuai kontroversi. Anggota Koalisi sekaligus pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Citra Referendum, menyebut RUU ini hanya bercorak pada satu agama saja yang dapat menerapkannya.

Tidak hanya itu, Citra juga menilai RUU Ketahanan Keluarga terlalu mengatur dan tumpang tindih dengan produk perundang-undangan yang telah ada. Salah satunya adalah UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991.

“UU No. 1/1974 jo 16/2019 tentang Perkawinan, sudah mengatur soal hubungan antara suami dan istri di dalam perkawinan, terlebih lagi Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam juga telah mengatur ketentuan antara orang yang beragama Islam,” kata Citra dalam keterangan tertulis, Senin (24/2).

Baca Juga: RUU Ketahanan Keluarga Dianggap Jiplak Orde Baru untuk Isolasi Wanita

1. Persoalan kesehatan kehamilan tidak perlu diatur lagi dalam RUU Ketahanan Keluarga, karena sudah ada di peraturan lainnya

RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Hanya Bercorak Pada Satu AgamaHUT ke-5 Komunitas Perempuan Berkebaya di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Sabtu (7/12) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Selain itu, ada beberapa peraturan lainnya yang berkaitan seperti persoalan kesehatan dengan kehamilan secara ilmiah, sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) a, b & c UU No. 36/2009 tentang Kesehatan dan PP No. 54/2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, yang juga menurutnya sudah cukup mengakomodir tata cara pelaksanaan pengangkatan anak, dan itu tidak perlu diatur lagi dalam RUU Ketahanan Keluarga.

2. RUU Ketahanan Keluarga berpotensi membuat standarisasi keluarga yang baik dan benar

RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Hanya Bercorak Pada Satu AgamaIlustrasi Perempuan (IDN Times/Lia Hutasoit)

RUU Ketahanan Keluarga juga dianggap mengembalikan perempuan ke dalam peran domestiknya, dengan membebani tanggung jawab rumah tangga kepada perempuan sebagai istri. RUU ini juga dinilai tidak menyebutkan kesetaraan antar pasangan dan anggota keluarga, sebagai indikator untuk mempertahankan keluarga.

“Baik naskah akademik maupun draf rancangan, kesetaraan antar pasangan dan anggota keluarga tidak disebut sebagai indikator dalam mempertahankan apa yang dimaksud dengan ketahanan keluarga, sebaliknya malah membuat standarisasi mana keluarga yang dianggap ‘baik dan benar’ dan mana yang dianggap harus dipulihkan,” katanya.

3. Satu anggota DPR pencetus RUU Ketahanan Keluarga menarik diri

RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Hanya Bercorak Pada Satu AgamaDiskusi RUU Ketahanan Keluarga di LBH Jakarta (IDN Times/ Lia Hutasoit)

Untuk diketahui, RUU Ketahanan Keluarga yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat ini masuk dalam Program Legislasi Nasional 2020, namun terus menuai kontroversi di masyarakat. RUU tersebut dinilai terlalu jauh mengatur ke ranah privasi bahkan hingga urusan ranjang sebuah keluarga.

RUU Ketahanan Keluarga ini merupakan ide dari anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher. Namun, Endang Maria Astuti menarik diri karena tidak secara intens membahas RUU Ketahanan Keluarga ini.

Baca Juga: Pengusaha Tolak Cuti 6 Bulan di RUU Ketahanan Keluarga: Gila Aja!

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya