Serikat Buruh Nilai Cara Pemerintah Sampaikan Wacana Omnibus Law Buruk
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi mengatakan saat ini tidak ada rasa saling percaya dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja "Ciptaker". Menurut dia, stakeholder utama dalam hubungan ini yakni pengusaha, pekerja dan pemerintah sama-sama sedang saling tak percaya satu sama lain lantaran takut undang-undang baru tersebut akan merugikan mereka.
Ristadi mengakui sulit melihat RUU Omnibus law dengan kacamata optimistis.
"Makanya tadi dikatakan bahwa Serikat Pekerja jangan apriori terus, karena memang situasinya hari ini begitu," ungkap Ristadi dalam diskusi bertajuk "Omnibus Law dan Kita" di kawasan Jakarta Pusat pada Sabtu (1/2).
Lalu, apa solusi supaya terbentuk rasa saling percaya di antara para stakeholder?
1. Serikat pekerja dan pemerintah belum membahas substansi omnibus law
Kondisi saling tidak percaya yang dimaksud Ristadi adalah antara para stakeholder saling bersikap tidak terbuka satu dengan yang lain. Serikat buruh, kata Ristadi, belum membahas substansi terkait omnibus law dengan pemerintah.
Ristadi menambahkan ia tidak ada masalah dengan RUU Omnibus Law, selama mengedepankan kesejahteraan dan perlindungan bagi para pekerjanya.
"Kemarin kita baru ketemu ngobrol soal omnibus law itu baru kulit-kulit nya saja. Yang tadi saya sampaikan soal peningkatan investasi, untuk meningkatkan dunia usaha, pengangguran," ujarnya.
Editor’s picks
Baca Juga: DPR Usul Omnibus Law Diberi Nama 'Ciptaker' Bukan 'Cilaka', Kenapa?
2. Pemerintah mengklaim secara sepihak serikat buruh sudah setuju terhadap RUU Omnibus Law
Ia juga menyoroti bagaimana pemerintah justru tiba-tiba sudah menyimpulkan serikat pekerja sepakat dengan keberadaan RUU omnibus law. Padahal, mereka belum melihat naskah dan substansi dari draf rancangan undang-undang tersebut.
"Kemudian kayak pemerintah mengatakan kami sudah sepakat (dengan RUU omnibus law) itu yang kemudian jangan pemerintah main klaim begitu. Rasa kepercayaan itu juga jadi ya udahlah kami gak akan lagi ketemu pemerintah. Nanti jangan-jangan belum apa-apa sudah diklaim setuju padahal kan hanya baru bicara," tutur Ristadi.
3. Informasi soal omnibus law setengah-setengah
Serikat buruh juga mengkritik cara pemerintah yang menyampaikan informasi tidak utuh mengenai omnibus law. Alhasil, persepsi yang terbentuk di mata buruh justru keliru.
"Kadang disampaikan oleh menterinya. Padahal, dia belum tentu paham betul. Akhirnya disampaikan seadanya saja. Contohnya soal jam kerja yang fleksibel, padahal yang mau diatur fleksibel itu adalah yang di bawah 8 jam kerja per hari bukan berlaku untuk semua pekerja," kata dia.
Baca Juga: DPR Targetkan Terima Naskah Omnibus Law Pada Senin Esok