Soal Temuan BPK, Ini Penjelasan Lengkap Inspektorat DKI Jakarta
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sejumlah catatan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta muncul dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah DKI Jakarta Tahun 2020 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mulai dari pemborosan pengadaan makser N95, alat rapid test hingga pembayaran gaji pada pegawai yang sudah pensiun dan wafat.
Menanggapi hal ini, Inspektur Provinsi DKI Jakarta, Syaefuloh Hidayat menjelaskan bahwa Pemprov DKI sudah menjalankan rekomendasi BPK untuk memperbaiki adminstrasi ke depannya dan menyatakan tidak ada kerugian daerah yang timbul. Pihaknya juga mengklaim masalah serupa tak hanya muncul di DKI Jakarta saja.
“Dalam membaca LHP BPK, tidak bisa dibaca hanya sepotong-sepotong, melainkan harus secara utuh, dari penyebab sampai rekomendasinya. Pada pemeriksaan yang dilakukan BPK, pasti terdapat temuan, tidak hanya di Pemprov DKI Jakarta, tetapi juga di provinsi-provinsi lain dan instansi/lembaga negara di tingkat Pusat," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (8/8/2021).
1. Temuan BPK disebut bersifat administrasif
Syaefuloh menyatakan, sejumlah temuan BPK pada LKPD 2020 bersifat administratif yang mana tidak berdampak terhadap kewajaran laporan keuangan dan tidak berdampak juga terhadap opini.
Maka dari itu dia mengatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta tetap dapat memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK, karena memang tidak ada kerugian daerah atas temuan tersebut.
Baca Juga: Dinkes DKI: Temuan BPK soal Pemborosan Masker N95 Sudah Sesuai Aturan
2. Paparkan tiga klasifikasi temuan BPK
Editor’s picks
Dia memaparkan tiga klasifikasi temuan BPK yang juga perlu dipahami masyarakat agar tidak salah mengartikan hasil temuan. Pertama, temuan berindikasi adanya kerugian daerah yang tindak lanjutnya berupa pengembalian dana ke kas negara atau daerah.
Kedua, temuan kekurangan penerimaan daerah, seperti sewa atau denda belum dipungut atau pajak belum dibayar, maka tindak lanjutnya adalah menagih dan setorkan ke kas negara atau daerah.
Ketiga, temuan administratif yang mana tidak ada satupun ketentuan perundangan yang dilanggar dan tidak ada kewajiban tindak lanjutnya untuk mengembalikan atau menyetorkan dana ke kas negara atau daerah.
"Sejumlah temuan yang ramai diperbincangkan publik kemarin termasuk ke dalam klasifikasi temuan administratif. Oleh karena itu, publik memang harus cermat dalam melihat ini agar tidak menimbulkan sensasi. Kalau kita mencermati rekomendasi BPK di dalam LHP-nya, itu tidak ada rekomendasi untuk menyetorkan. Rekomendasinya bersifat perbaikan sistem ke depan," ujar Syaefuloh.
3. Rekomendasi BPK disebut sudah ditindaklanjuti oleh OPD terkait
Syaefuloh mengatakan bahwa seluruh rekomendasi telah ditindaklanjuti oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti adanya instruksi Kepala Dinas maupun teguran Kepala Dinas terhadap para PPK untuk lebih tertib administrasi.
Kemudian, tindak lanjut tersebut juga telah dilaporkan kepada BPK dengan melampirkan bukti-bukti tindak lanjut dan telah dibahas dalam forum tripartit Pembahasan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK.
“Dari hasil pembahasan itu, Alhamdulillah, BPK menyatakan bahwa ini sudah selesai ditindaklanjuti,” ujarnya..
Baca Juga: Temuan BPK PNS Wafat Digaji, Wagub DKI: Rp200 Juta Sudah Dikembalikan