Tahun 2020-2022 Komnas HAM Tangani 66 Kasus Intoleransi

Masyarakat paling banyak mendapat perlakuan diskriminasi

Jakarta, IDN Times - Komisioner Komnas HAM RI, Anis Hidayah, mengatakan, selama 2020-2022 ada 66 kasus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) yang ditangani Komnas HAM berbasis aduan masyarakat, baik kelompok agama lokal hingga penghayat kepercayaan.

"Mereka banyak mengalami perlakuan diskriminasi karena status minoritas, kemudian problem administrasi perizinan lembaga, tempat ibadah basisnya beberapa agama," ujar Anis dalam Diskusi Publik - Catatan Akhir Tahun Toleransi dan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia secara daring di YouTube Imparsial, Rabu (28/12/2022).

Baca Juga: Komnas HAM Segera Lakukan Tindak Lanjut Apabila RKUHP Langgar HAM

1. Ada aduan soal Muhammadiyah sulit bangun masjid di Aceh

Tahun 2020-2022 Komnas HAM Tangani 66 Kasus IntoleransiKomisioner Komnas HAM RI, Anis Hidayah dalam dalam  Diskusi Publik - Catatan Akhir Tahun Toleransi dan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia secara daring dari Youtube Imparsial, Rabu (28/12/2022).

Pihaknya juga turut menerima aduan larangan pembangunan masjid di Aceh oleh Muhammadiyah.

"Jadi sebenarnya intoleransi ini tidak hanya bagaimana antar agama tetapi internal agama juga besar sekali. Ini perlu dilihat secara bersama-sama," katanya.

Dari data pengaduan yang masuk ke  Komnas HAM, ujar Anis, wilayah yang paling tinggi melaporkan kasus KBB adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jambi, Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Aceh. 

"Itu yang selama tiga tahun terjadi kasus yang banyak dilaporkan ke Komnas HAM," kata dia.

Baca Juga: Komnas HAM: Tragedi Kanjuruhan Bukan Pelanggaran HAM Berat

2. Ada masalah harmonisasi kebijakan soal toleransi

Tahun 2020-2022 Komnas HAM Tangani 66 Kasus IntoleransiWarga korban penggusuran di Jakarta (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Dalam kasus KBB, Anis menyoroti komitmen negara yang bisa dilihat dari aspek kebijakan atau hukum. Termasuk soal kepastian tidak terulang lagi tindakan intoleransi yang nyata  dalam kasus yang sama.

"Saya melihat memang ada problem di tingkat harmonisasi kebijakan soal toleransi. Kita selalu mengatakan, gak ada masalah tentang hak atas kebebasan beragama dan keyakinan kalau basisnya konsitusi, tetapi dalam banyak regulasi yang lain pada level yang beragama, berbeda. Apakah itu peraturan pemerintah, perda atau surat keputusan bersama ini masih banyak memicu persoalan intoleransi," ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, perlu ada harmonisasi kebijakan yang menghargai hak asasi manusia dan toleran yang hingga saat ini belum tegak. Menurutnya, aturan yang ada membuka ruang praktek intoleransi, diskriminasi, kriminalisasi, kekerasan hingga pembunuhan.

Baca Juga: Ketua Komnas HAM: Jurnalis Juga Pembela HAM!

3. Minimnya perlindungan kelompok minoritas

Tahun 2020-2022 Komnas HAM Tangani 66 Kasus IntoleransiPetugas gabungan memberhentikan pengendara motor yang berboncengan saat uji coba penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (23/4/2020). Pemerintah Kota Makassar terus melakukan sosialisasi hingga hari terakhir uji coba penerapan PSBB dengan harapan penerapan PSBB yang diterapkan pada 24 April - 7 Mei 2020 di daerah itu berjalan efektif dalam rangka percepatan penanganan COVID-19. (ANTARA FOTO/Arnas Padda

Menurut Anis, ada persoalan perlindungan terhadap kelompok minoritas yang tidak ditunjukkan secara eksplisit dan memicu perlakuan diskiminasi selalu muncul berulang.

Padahal, kata dia, Indonesia hadir dari berbagai kebergamaan yang menciptakan cara bergama yang moderat. Pola-pola keberagamaan juga dinilainya semakin simbolik. 

"Jadi bergama dan beragam ini kan dekat. Dasar kita berbangsa dan bernegara ini  beragam. Sejak kita lahir, Indonesia itu dasarnya sudah beragam, etnis, kultur, agama dan lain sebagainya," kata dia.

Baca Juga: Alasan Komnas HAM Buat Tim Ad Hoc Selidiki Pelanggaran HAM Berat Munir

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya