Taktik DARVO, Buat Korban Kekerasan Seksual Minta Maaf

Korban juga cenderung menarik laporannya

Jakarta, IDN Times - Korban kasus kekerasan seksual di Indonesia menemui banyak jalan terjal dalam proses pencarian keadilannya. Tak sedikit korban yang malah mengalami diskriminasi.

Bahkan, dalam proses penangannya pelaku kerap menyalahkan korban dan meneror sehingga berujung permohonan maaf atau penarikan laporan dari korban. 

Peneliti IJRS, Bestha Ashila menjelaskan bahwa ada pola dari pelaku kekerasan seksual dan aparat penegak hukum ketika korban melaporkan suatu kasus.

"Biasanya ada taktiknya, kita kenal namanya ‘DARVO’: deny, attack, lalu reverse victim and offender,” katanya dikutip dari situs IJRS, Senin (23/5/2022).

"Istilahnya pertama pasti menyangkal, ‘enggak saya tidak melakukan’. Kemudian menyerang balik korban, dan juga membalikkan kasus tersebut, dilaporkan balik. Konsepnya mirip gaslighting (menyerang dan mempertanyakan kredibilitas)," lanjut dia lagi.

1. Taktik DARVO ubah pandangan partisipan terhadap korban kekerasan

Taktik DARVO, Buat Korban Kekerasan Seksual Minta MaafLukisan anti kekerasan seksual di Kota Lama Semarang. Dok Humas LBH Apik Semarang

Studi psikologi dari Sarah Harsey University of California Santa Cruz Amerika Serikat mengungkapkan, lebih dari 300 mahasiswa pada 2020 menemukan bahwa taktik DARVO mengubah pandangan partisipan terhadap korban kekerasan seksual. Mereka menjadi lebih skeptis dan cenderung menyalahkan korban.

Sementara, dalam riset dari Harsey pada 2016, taktik DARVO lebih banyak menimpa korban perempuan dan membuat mereka lebih rawan menyalahkan diri sendiri.

Baca Juga: Komnas Perempuan: Kasus Kekerasan Seksual Tinggi di Sekolah Agama

2. Laporan kasus pada kepolisian belum berperspektif korban

Taktik DARVO, Buat Korban Kekerasan Seksual Minta MaafIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, Peneliti Hukum pidana dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Arsa Ilmi Budiarti menjelaskan, mekanisme pelaporan kekerasan seksual ke kepolisian belum didukung perspektif perlindungan korban yang baik.

“Alih-alih memperoleh perlindungan dan bantuan, saat melaporkan kekerasan seksual yang dialami, para korban justru mengalami menjadi korban kembali (reviktimisasi) serta harus menghadapi pertanyaan yang seringkali menyudutkan, tidak empati, hingga melecehkan,” ujarnya.

3. Pertanyaan yang menyudutkan perempuan

Taktik DARVO, Buat Korban Kekerasan Seksual Minta MaafIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

Dia mengatakan, ada beberapa pertanyaan yang menyudutkan dan merendahkan perempuan apalagi hingga mempertanyakan aktivitas seksualnya.

"Polisi seharusnya memastikan keberadaan pendamping korban, jaminan keselamatan korban, adanya pernyataan atau pertanyaan yang tidak menghakimi dan menghargai korban hingga jaminan terwujudnya akses keadilan,” kata Arsa.

Pada perkara kekerasan seksual di mana korban kerap takut dan malu untuk melapor, bahkan diteror untuk meminta maaf dan mencabut laporannya. Maka, peran pihak-pihak bisa dipercaya dapat mendorong supaya penanganan kasus lebih adil dan inklusif bagi korban.

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya