Tawuran Marak Lagi Usai Pembelajaran Tatap Muka, KPAI Soroti Orangtua

Kekerasan pelajar kembali terjadi di tengah pandemik 

Jakarta, IDN Times - Selama 2022, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sejumlah kekerasan yang melibatkan remaja. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa pengeroyokan dan tawuran pelajaran kembali marak terjadi setelah Pembelajaran tatap Muka (PTM) digelar di tengah pandemik COVID-19.

“Ternyata, meski masa pandemik COVID-19 tidak menghentikan para remaja terlibat tawuran. Selain tawuran, ada peristiwa pengeroyokan remaja terhadap seorang remaja yang videonya viral, seperti terjadi di alun-alun kota Semarang dan di kota Cimahi,” ungkap Retno Listyarti, Komisioner KPAI, dalam keterangannya, Kamis (23/6/2022).

1. Kekerasan pelajar terbagi jadi dua, pengeroyokan dan tawuran

Tawuran Marak Lagi Usai Pembelajaran Tatap Muka, KPAI Soroti OrangtuaIlustrasi senjata tajam. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Retno menjelaskan kekerasan pelajar setidaknya terbagi dalam dua jenis, yaitu yang pengeroyokan, yang terdiri dari satu orang korban dan sekelompok pelaku dengan tangan kosong dan dipicu masalah asmara, kekalahan main game hingga perundungan di media sosial.

Sedangkan tawuran pelajar yang umumnya terjadi antara sekelompok anak menghadapi sekelompok anak lainnya, dengan membawa senjata tajam dengan waktu pertemuan yang sebenarnya sudah diatur.

Hasil pantauan KPAI ada sejumlah daerah yang tercatat terjadinya peristiwa tawuran pelajar, yaitu di Kabupaten Pati (Jawa Tengah), Jakarta Timur (DKI Jakarta), Kota Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), Kabupaten Tangerang (Banten), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), dan Soppeng (Sulawesi Selatan). 

Sedangkan empat kasus pengeroyokan terjadi, di Kota Cimahi (Jawa Barat), Kota Semarang (Jawa Tengah), Jakarta Selatan (DKI Jakarta) dan Kota Kotamobagu (Sulawesi Utara). Bahkan, kasus  di Kotamobagu mengakibatkan korban meninggal dunia. 

2. Kasus pengeroyokan tewaskan siswa di Kotamobagu

Tawuran Marak Lagi Usai Pembelajaran Tatap Muka, KPAI Soroti Orangtuailustrasi bullying (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam catatan KPAI pada Juni 2022 ada kasus pengeroyokan yang menewaskan seorang siswa di MTs di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara. BT (13) meninggal dunia diduga dikeroyok sembilan temannya dengan cara dipukul di bagian perut.

Kemudian pada akhir Mei 2022 di alun-alun kota Semarang, seorang anak perempuan mengalami pengeroyokan oleh sejumlah anak perempuan lainnya, bahkan korban juga dipukul dan didorong hingga terjatuh.

Tawuran pelajar juga kembali terjadi usai PTM mulai digelar. Retno menuturkan alasan tawuran para pelajar juga tidak jelas. Pada 2022, tercatat sejumlah tawuran terjadi di beberapa wilayah.

Menurut data dari Polresta Bogor, pada periode Januari-Februari 2022 sudah ada 92 orang yang diamankan, 21 orang di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka, dengan usia antara 15-25 tahun. Sebagian besar tawuran menggunakan senjata tajam seperti celurit, pedang, golok, parang, pisau hingga stick golf. 

Baca Juga: Tawuran Antar Desa di Jepara, Pemuda Pelaku Pembacokan Dibekuk Polisi

3. KPAI dorong orangtua turut awasi anak-anaknya

Tawuran Marak Lagi Usai Pembelajaran Tatap Muka, KPAI Soroti OrangtuaSeorang guru mengajar siswa dan siswi pada pembelajaran tatap muka (PTM) di SMA Negeri 1, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (1/11/2021) (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Dengan sejumlah kejadian yang terjadi di tengah pendidikan Indonesia saat ini, KPAI mendorong para orangtua mengawasi dan melakukan pola pengasuhan positif pada anak-anak. Tawuran yang kerap terjadi dini hari harusnya bisa diantisipasi dengan membatasi akses anak keluar malam.

“KPAI dorong orangtua pantau media sosial anaknya secara berkala sebagai bentuk pencegahan. Pengeroyokan maupun tawuran, kerap kali diawali dengan saling bully di media sosial sehingga dapat menjadi pemicu,” kata dia.

KPAI mendorong satuan Pendidikan, baik sekolah di bawah kewenangan Kemendikbud Ristek maupun Madrasah dan pondok pesantren di bawah kewenangan Kementerian Agama untuk membangun sistem pencegahan di lingkungan sekolah, seperti menyediakan system pengaduan kekerasan yang melindungi korban dan saksi, termasuk pembentukan satgas anti kekerasan.

Baca Juga: Kepergok Mau Tawuran, 11 Remaja di Kota Tangerang Ditangkap Polisi

4. Mengeluarkan anak pelaku tawuran bukan solusi, perlu ada pencegahan

Tawuran Marak Lagi Usai Pembelajaran Tatap Muka, KPAI Soroti OrangtuaPetugas Polresta Bandar Lampung mengamankan 36 pemuda notabene masih berstatus pelajar, diduga terlibat dalam aksi tawuran di seputaran Mall Ramayana. (IDN Times/Istimewa)

Retno juga mengatakan KPAI mendorong revisi Permendikbud No. 82/2015 terkait penanganan kekerasan dengan mendasarkan kepentingan terbaik bagi anak. Karena selama ini, peserta didik yang terlibat kekerasan, selalu diberikan sanksi dikeluarkan dari sekolah atau tidak dinaikan atau diluluskan.

“Dampak mengeluarkan siswa yang melakukan kekerasan bisa membuat peserta didik tersebut berhenti sekolah atau DO, bisa karena faktor tidak ada biaya tapi bisa juga karena faktor ditolak sekolah lain. Kalaupun diterima di sekolah lain, anak pelaku kekerasan belum tentu memiliki efek jera, bahkan kerap kali malah memindahkan kekerasannya di tempat lain,” kata Retno.

KPAI mendorong Dinas Pendidikan memiliki program pencegahan tawuran pelajar. Anak pelaku tawuran yang dikeluarkan dari sekolahnya juga tak menyelesaikan masalah.

“Perlu dipikirkan cara-cara pencegahan yang lebih tepat dan berbasis ke akar masalahnya,” kata dia.

Perlu ada kebijakan afirmasi pada anak-anak yang tertinggal seperti miskin, difabel atau korban kekerasan. Pihaknya juga meminta agar kepolisian lebih  meningkatkan pengawasan pencegahan tawuran di wilayah-wilayah yang selama ini rawan jadi tempat tawuran.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya