Tragedi Kanjuruhan: Tak Ada Ancaman, Tapi Aparat Masuk Bawa Senjata

Tak ada upaya pencegahan sebelum pakai kekuatan senjata

Jakarta, IDN Times - Tim pencari fakta koalisi masyarakat sipil mengungkapkan hasil investigasi terkait tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Tim pencari fakta yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lokataru, IM 57+ Institute, dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), telah melakukan investigasi selama kurang lebih 7 (tujuh) hari.

Salah satu temuannya adalah bahwa pada saat pertengahan babak kedua pertandingan antara Arema FC dan Persebaya, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata.

"Padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu," ujar Ketua Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldi dalam keterangannya, Senin (10/10/2022).

1. Tak ada upaya pencegahan sebelum gunakan kekuatan senjata

Tragedi Kanjuruhan: Tak Ada Ancaman, Tapi Aparat Masuk Bawa SenjataSuporter sepak bola berukumpul di Stadion Maguwoharjo dari Sleman untuk Kanjuruhan. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo).

Tim juga menjelaskan bahwa sebelum tindakan penembakan gas air mata, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak.

"Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, Polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata," kata Andi.

Baca Juga: 12 Temuan Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil dalam Tragedi Kanjuruhan

2. Masuknya suporter ke lapangan karena ingin beri dukungan

Tragedi Kanjuruhan: Tak Ada Ancaman, Tapi Aparat Masuk Bawa SenjataSuasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Kemudian, saat pertandingan antara Arema FC dan Persebaya selesai, diketahui terdapat sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan, didasari pada keterangan saksi-saksi yang ada, hal tersebut terjadi oleh karena para suporter hanya ingin memberikan dorongan motivasi dan memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain.

"Namun, hal tersebut direspons secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan. Hal inilah yang kemudian, para suporter lain ikut turun ke dalam lapangan bukan untuk melakukan penyerangan tetapi untuk menolong suporter lain yang mengalami tindak kekerasan dari aparat keamanan," ujarnya.

3. Tindak kekerasan juga dilakukan oleh aparat TNI

Tragedi Kanjuruhan: Tak Ada Ancaman, Tapi Aparat Masuk Bawa SenjataSuasana Stadion Kanjuruhan pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Dia melanjutkan, tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk seperti menyeret, memukul, dan menendang.

Kemudian, berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian Tribun sisi Selatan, Timur, dan Utara sehingga hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di Tribun.

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan: Kisah Muzaki di Kejadian 'Horor' Pintu 12

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya