Upaya Hapus Praktik Sunat Perempuan, Butuh Peran Aktif Berbagai Pihak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Praktik sunat perempuan atau perlukaan dan pemotongan genitalia perempuan (P2GP) masih jadi permasalahan di Indonesia. Komnas Perempuan sudah mendorong penghapusan praktik sunat perempuan ini lewat pelibatan berbagai elemen masyarakat dan stakeholder.
Dorongan ini melibatkan berbagai pihak yang fokus pada hak asasi manusia, kesetaraan gender, pendidikan seksual komprehensif, dan perhatian terhadap kebutuhan perempuan dan anak perempuan yang menderita akibat praktik tersebut.
“Peringatan Hari Anti P2GP atau sering dikenal dengan sunat perempuan tahun 2024 dimaksudkan pada upaya penghapusan praktik P2GP dengan memusatkan pada penciptaan lingkungan, di mana anak perempuan dan perempuan dapat menggunakan kekuasaan dan pilihan mereka, menikmati hak penuh atas kesehatan, pendidikan, dan keselamatan,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Satyawanti Mashudi dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (9/2/2024).
Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Praktik Sunat Perempuan Dihapus: Itu Kekerasan!
1. Ada 12 ribu anak perempuan berisiko alami praktik sunat
Pada 2024, hampir 4,4 juta anak perempuan, lebih dari 12.000 setiap harinya berisiko mengalami praktik ini di seluruh dunia. Hal tersebut diprediksi meningkat menjadi 4,6 juta di 2030 jika upaya untuk mengakhiri praktik ini tidak intensif. UNFPA memperkirakan akan dibutuhkan 2,75 miliar dolar AS untuk mengakhiri praktik ini pada 2030 di 31 negara prioritas.
“Di Indonesia sendiri, hasil Survey Pengalaman Hidup (SPHPN) 2021 memperlihatkan bahwa masih terjadi praktik P2GP pada perempuan usia 19-45 tahun sebanyak 21, 6 persen, sedangkan yang melakukan secara simbolis sebanyak 33, 1 persen,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini.
Baca Juga: Realitas Perempuan Berjuang di Politik: Sendirian-Berpotensi Dibully
Editor’s picks
2. Datanya menurun dibanding 30 tahun lalu
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 2016 sudah berupaya menghilangkan praktik sunat perempuan ini dan akan dikawal sepenuhnya hingga 2030 sesuai dengan SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) goal 5, yaitu gender dengan menggunakan tema global Ending Female Genital Mutilation By 2030.
Pada 2024, tema peringatan hari penghapusan P2GP adalah: Her Voice. Her Future. Investing in Survivors-Led Movements to End Female Genital Mutilation atau dalam bahasa Indonesia, “Suaranya. Masa Depannya. Berinvestasi dalam Gerakan yang Dipimpin oleh Korban untuk Mengakhiri Mutilasi Alat Kelamin Perempuan”.
Dari catatan PBB, selama tiga dekade terakhir, prevalensi Female Genital Mutilation (FGM) atau P2GP telah menurun secara global. Saat ini, sepertiga anak perempuan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami FGM dibandingkan 30 tahun yang lalu. Penurunan yang lamban disebabkan, antara lain karena adanya krisis kemanusiaan seperti wabah penyakit, perubahan iklim, dan konflik bersenjata.
3. Pengawasan iklan dan penawaran sunat perempuan
Komnas Perempuan merekomendasikan agar upaya yang dilakukan tidak terbatas pada pencegahan akan tetapi juga penanganan, perlindungan dan pemulihan korban. Memang tidak dapat dimungkiri praktik ini telah berjalan lama secara turun temurun dari generasi ke generasi yang berdampak pada kondisi korban ketika dewasa.
Pemerintah juga perlu mengawasi berbagai iklan dan praktik-praktik medis sunat perempuan yang ditawarkan melalui klinik atau tenaga kesehatan.