Mengungkap di Balik Perang Tagar Jelang Pilpres 2019

Pencapaian di media sosial adalah trending

Jakarta, IDN Times - Pilpres 2019 memunculkan keunikan tersendiri. Melalui media sosial, persaingan antarkubu pasangan capres-cawapres ramai diperbincangkan hingga trending di setiap lini masa. 

IDN Times merangkum seluk-beluk perang tagar yang terjadi di media sosial di Tanah Air, yang berhubungan dengan calon Presiden Jokowi dan Prabowo. Munculnya perang tagar hingga akun-akun bayaran, berupaya menggiring opini masyarakat.

Simak penelusuran IDN Times terkait perang tagar jelang Pilpres 2019.

1. Politikus PKS Mardani Ali Sera pencetus tagar #2019GantiPresiden

Mengungkap di Balik Perang Tagar Jelang Pilpres 2019Twitter/@MardaniAliSera

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera merupakan pencetus gerakan #2019GantiPresiden, melalui penelusuran tim IDN Times, Mardani mengaku tidak ada niatan membuat gerakan tersebut.

“Jadi gak ada niat dan tidak ada rencana untuk launching tagar yang sekarang ini kayak snow balling efek, efek bola salju. Akhir Februari kalau gak salah, 27 Februari saya diundang di satu stasiun TV, kok yang hadir dalam bahasa saya memuji terlalu berlebihan Pak Jokowi,” kata Mardani dalam wawancara ekslusif bersama IDN Times baru-baru ini.

Mardani mengaku ide pembuatan tagar tersebut keluar begitu saja dan tidak ada perencanaan. Pada pertengahan Maret, #2019GantiPresiden diresmikan dan meramaikan jagat maya hingga kini.

"Kalau sampai sekarang gak ada perencanaan, jadi kalau idenya dari mana, ya ke luar begitu saja,” ujar dia.

Mardani mengatakan unggahan tagar tersebut ia sendiri yang melakukan dan mendapat respons banyak dari warganet berupa komentar. Dari situ lah Mardani merasa tagar yang ia cetuskan populer, hingga muncul juga berbagai aksesoris lain seperti gelang, kaos hingga lagu.

“Twitter-nya saya memang yang posting, terus tiba-tiba dikomen banyak. Ternyata kemudian banyak yang merasa ini tagar keren, lalu kemudian saya buat gelang, saya berkali-berkali Ganti Presiden, ternyata ada yang bikin kaos, kaosnya laku, kemudian ada yang mas Alang bikin lagu, lagunya ngetop, kemudian deklarasi dan seterusnya,” kata dia.

2. Isu dan sentimen yang menarik hati millennials

Mengungkap di Balik Perang Tagar Jelang Pilpres 2019pexels.com/Ba Phi

Pegiat Media Sosial Ulin Yusron, ketika ditanya isu dan sentimen apa yang berpotensi menarik kaum millennials di media sosial, berpendapat millennials lebih suka konten yang menghibur dan asik, sekaligus memiliki sisi edukatif, dan sisi itu ada di kubu Jokowi.

“Millennials ini sebetulnya tidak suka ekstrimis, gak suka yang ekstrem kanan dan kiri, frontal ke kanan frontal ke kiri, gak suka yang vulgar kekanan dan vulgar ke kiri. Lebih senang kalau kontennya itu asik, menghibur sekaligus edukatif, dan mereka lebih menginginkan konten-konten yang goal, dan dalam hal itu pasangan calon presiden sama wakil presiden yang asik itu ada di Jokowi,” ujar Ulin kepada IDN Times.

Hal-hal yang menyenangkan, kata Ulin, ada di kubu Jokowi. "Presiden yang asik, presiden yang tanpa batas tanpa jarak ya Pak Jokowi, ia bukan presiden yang menyeramkan. Karena kalimat-kalimatnya tak hanya membakar dan bikin kuping panas, tapi membuat orang berpikir lebih asik, Jokowi itu asik, yang lain gak asik,” ujar dia.

Baca Juga: Lucunya Saingan Tim Mi Instan di Medsos: Perang Tagar Hingga 'Agama'

3. Mereka yang ada di balik perang tagar

Mengungkap di Balik Perang Tagar Jelang Pilpres 2019IDN Times/Panji Galih Aksoro

Eksistensi keberadaan sebuah trending tagar ternyata ada di tangan buzzer politik. Tim IDN Times berkesempatan menemui seorang buzzer politik yang mengurusi trending-trending politik di media sosial di Indonesia. Sebut saja Rangger, yang sampai saat ini masih aktif sebagai buzzer politik.

Ranger mengatakan pencapaian dari cuitan-cuitan Twitter tersebut adalah trending. “Goals nya adalah trending, jadi nanti ketentuannya dari koordinator, oke stop. Oke mulai itu dari koordinatornya, jadi ketika mulai memang sampai ada isu yang mereka ingin angkat dan itu terangkat,” ujar dia.

Rangger juga mengakui seberapa dalam keterlibatan buzzer dalam suatu isu. Menurut dia buzzer bisa terlibat empat sampai enam kali.

“Kalau berapa kalinya, mungkin lebih dari empat kali atau bahkan lebih dari enam kali. Kalau ada oknum atau gaknya, pastinya ada, ada koordinatornya, tapi kalau untuk ke atasnya lagi biasanya terlalu banyak layer sih, jadi gak bisa sampai ketahuan,” kata dia.

Keberadaan oknum buzzer juga sulit ditelusuri keberadaannya, karena sistemnya satu pintu. Orang kesatu hanya bisa berinteraksi dengan orang kedua dan begitu seterusnya.

“Cuma oknumnya ada, memang tidak dibuka, jadi tahu paling di atasku pasti tahu siapa di atasnya, tapi dia belum tentu tahu siapa di atasnya lagi. Jadi interaksinya sistemnya satu pintu, dari orang satu ke orang dua, kalau dia sampai kelima yang bisa berinteraksi ke orang lima hanya orang empat," ujar Rangger.

Perihal akun palsu yang ada, Rangger menuturkan bagaimana akun-akun palsu dapat berkembang dan terus dilahirkan. Mereka dapat disebut sebagai 'pasukan khusus'. 

“Kalau dibilang pasukan khusus, pasti sebutannya mereka khusus, karena mereka dipilih terkait pasukan khusus. Tapi kalau untuk akun, akun palsu pasti atau mereka bikin akun anonim besar yang memang memberikan data-data, dan ternyata masyarakat suka, ada yang follow-follow dan mereka jadi besar. Nah, akun itu biasanya main account-nya, tapi mereka punya akun-akun kecil yang rata-rata palsu untuk support, kayak gitu sih polanya," kata dia.

Perihal bayaran, Rangger mengaku, mendapat upah per bulan dengan nominal di atas angka empat. Dengan profesi seperti itu, Rangger mengaku dirinya tidak tertekan, karena semua yang disampaikan berlandaskan data. Namun, perihal ancaman, Rangger mengatakan itu adalah hal biasa.

“Bulanan biasanya, di atas empat kali ya, bisa dibilang hampir di atas empat. Tapi itu mungkin kalau dua tahun terakhir, tapi kalau tiga tahun yang lalu empat tahun yang lalu, di atas dua di bawah tiga juta. Gak ada yang tertekan karena apa? Karena mereka menyatakan sesuatu dengan data, jadi gak ada tekanan sesuatu, mungkin kalau mereka diancam di dunia digital ketika lagi melakukan buzzer, itu biasa," ujar dia.

4. Perang tagar menurut data

Mengungkap di Balik Perang Tagar Jelang Pilpres 2019Dok. IDN Times/Indonesia Indicator

Menurut data yang dilansir dari Indonesia Indicator, perang tagar di media sosial Indonesia memiliki variasi statistik, yang menunjukan akun yang dikelola manusia lebih mendominasi, dibanding akun yang dioperasikan robot.

Lalu, apakah akun robot bisa memainkan isu? Menurut Direktur Komunikasi Indonesia Indicator Rustika Herlambang hal tersebut bisa terjadi, namun masih lebih banyak akun manusia.

“Ya dia bisa memainkan, namun kalau dari sisi jumlah akun, betul lebih banyak akun manusianya dibanding dengan akun robotnya" ujar Rustika.

Menurut Rusika millennials senang dengan keberadaan perang tagar. “Sebenarnya dari data ini menegaskan bahwa anak muda atau kaum millennials itu mereka senang dengan perang tagar, mereka senang untuk melakukan atau memberikan hastag di dalam percakapan mereka," tutur Rustika.

Berikut data perang tagar berdasarkan catatan Indonesia Indicator:

Account Status #2019PrabowoSandi

138.357 cuitan dari 19.030 akun

6.9 persen akun robot

93.1 persen akun manusia

Account Status #2019GantiPresiden

772.143 cuitan dari 49.396 akun

7.9 persen akun robot

92.1 persen akun manusia

Account Status #2019TetapJokowi

168.322 cuitan dari 20.518 akun

7,8 persen akun robot

92,2 persen akun manusia.

Akankah ada perang tagar jilid II jelang Pilpres 2019?

Baca Juga: Ratna Sarumpaet Sebar Hoaks, Kubu Jokowi dan Prabowo Perang Tagar

Topik:

  • Rochmanudin
  • Edwin Fajerial

Berita Terkini Lainnya