Bagir Manan: Pers Bisa Jadi Korban Undang-undang MD3

Ada pasal yang dianggap antidemokrasi

Jakarta, IDN Times - Disahkannya Revisi Undang-undang No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) mendapat kecaman dari banyak pihak, termasuk Dewan Pers. 

Undang-undang tersebut antara lain memberikan kewenangan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), salah satu alat kelengkapan DPR, memanggil pihak-pihak yang dianggap merendahkan DPR. Kewenangan ini berpotensi merenggut kebebasan pers yang selama ini doyan mengkritisi anggota DPR.

Kewenangan MKD tersebut tertuang pada Pasal 122 huruf k yang berbunyi, "Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR". 

"Wartawan atau pers itu perlu memberi perhatian yang khusus atau konsen benar karena itu," kata Mantan Ketua Dewan Pers Bagir Manan di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Kamis (15/2).

1. Pers rawan kena Pidana

Bagir Manan: Pers Bisa Jadi Korban Undang-undang MD3IDN Times/Linda Juliawanti

Menurut Bagir, dalam perundang-undangan berkarakter kolonialisme, outhoritarianisme atau paham lain yang kontrademokrasi, yang paling berpotensi kena pidana adalah pers.

"Pengalaman kita di masa kolonial ya begitu, pers meskipun pasal-pasal yang dikenal delik kebencian, permusuhan, itu ditujukan pada siapapun, tapi yang kena dalam praktiknya adalah pers. Begitu pemberitaan kita dianggap tidak menyenangkan kekuasaan, maka kita kena pasal," ujar Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia periode 2001—2008 itu.

Selain itu, Bagir melanjutkan, di dalam praktiknya pers merupakan pihak terlemah dari cabang-cabang atau pranata sosial yang ada karena bekerja berdasarkan kode etik.

"Di dalam pers tidak ada struktur atau satu alat untuk mempertahankan dirinya. Pers adalah lembaga profesional yang bekerja atas dasar prinsip etik. Jadi kalau dia dikenakan satu pasal maka akan sangat tidak berdaya," ujarnya.

Baca juga: UU MD3 Disahkan, Masyarakat Masih Boleh Kritisi Kinerja DPR

2. Pers adalah penyeimbang penguasa

Bagir Manan: Pers Bisa Jadi Korban Undang-undang MD3IDN Times/Linda Juliawanti

Bagir juga menilai dalam hubungan antar alat kelengkapan negara, pers bertugas sebagai penyeimbang.

"Kalau bicara tentang hubungan antarlembaga negara itu ada check and balance, dan pers menjalankan fungsi balancing karena dia tidak punya wewenang untuk melakukan cek," ucapnya.

Sehingga Undang-undang MD3 maupun RKUHP akan mengancam kebebasan pers dan mengganggu demokrasi.

"Kalau balancing terganggu maka akan menganggu sistem demokrasi secara keseluruhan, ini tidak boleh. Hakekat demokrasi adalah saling menjaga keseimbangan itu, maka kalau ada satu yang terganggu ya tidak lagi balancing," jelasnya.

3. UU MD3 dan RKUHP tidak berguna

Bagir Manan: Pers Bisa Jadi Korban Undang-undang MD3IDN Times/Linda Juliawanti

Untuk itu Bagir akan meyakinkan pihak pembentuk undang-undang, dalam hal ini DPR, bahwa pasal-pasal itu tidak ada gunanya.

"Pasal-pasal itu nggak ada gunanya bagi mereka untuk melindungi kehormatan mereka, tidak ada gunanya itu. Karena apa? Karena kalau publik berbicara tentu publik tidak begitu perhatikan bagi kaidah-kaidah hukum pokoknya mereka yakin itu benar mereka akan ngomong aja, gitu kan," ucapnya.

Bagir menyarankan agar pasal-pasal yang akan mengganggu hubungan baik antarsesama ini, cabang-cabang kekuasan ini baiknya dihilangkan.

"Dan kita lebih mendorong agar para pejabat atau lembaga negara yang konsen terhadap kemungkinan terganggu oleh sikap pers lebih baik mereka membangun diri dalam bentuk menegakkan kehormatannya sendiri, menjaga integritasnya, menjunjung tinggi etik dalam pekerjaannya dan betul-betul bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara," tuturnya.

"Saya yakin kalau hal itu yang selalu dikedepankan oleh beliau-beliau itu, kehormatan mereka akan tinggi dan kita akan sangat menghormati mereka," tandasnya.

Baca juga: UU MD3 Tak Halangi Langkah KPK Berantas Korupsi

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya