Cerita dari Carita, Satu Tahun Usai Silent Tsunami di Banten

Silent Tsunami, fenomena baru yang jadi bahan penelitian

Pandeglang, IDN Times - Sabtu 22 Desember 2018 lalu, bencana tsunami menerjang Provinsi Banten dan Lampung Selatan. Tanpa gempa, gelombang air laut itu menyapu pemukiman warga Banten dan Lampung dan penginapan-penginapan yang saat malam kejadian rata-rata penuh karena saat musim libur akhir tahun.

Belakangan diketahui, bencana yang merenggut 437 jiwa, 150 lebih hilang, dan 14.059 orang luka-luka ini disebabkan oleh Gunung Anak Krakatau yang sedang erupsi dan mengakibatkan longsor bawah laut.

Tepat satu tahun pasca-tsunami, IDN Times melakukan reportase bagaimana cerita para saksi mata dalam kejadian tragis Sabtu malam itu. Berikut hasil penelusuran kami.

1. Ada arug sebelum tsunami, banyak warga tak menyangka kejadian tragis terjadi

Cerita dari Carita, Satu Tahun Usai Silent Tsunami di BantenIDN Times/Reynaldi Wiranata

Dikri (38), salah seorang pengelola pantai wisata di daerah Carita, terlihat duduk di salah satu saung dari deretan saung yang berada di kawasan pantai yang dia kelola. Tak ada tamu saat itu. Kepada kami, Dikri pun mengaku bahwa pasca-tsunami yang terjadi tahun lalu itu, kunjungan wisatawan masih sepi.

Dia pun masih ingat betul atas peristiwa yang hingga kini mengakibatkan usahanya masih lesu. Dikri bercerita, dia tak menyangka malam itu tsunami tanpa gempa memporak-porandakan tempat usahanya.

"Jadi pas kejadian waktu tsunami itu, ombak lagi tenang, angin pun gak ada.Nah setelah itu ada yang beda dari Gunung Anak Krakatau ini. Jadi letusannya lebih besar itu kurang lebih jam 21.30 kejadiannya," tuturnya.

Dikri mengatakan sempat ada gelombang rob sebelum kejadian ]tsunami. Namun menurutnya, hal tersebut adalah hal ladzim ditemukan di pesisir barat Banten saat akhir tahun.

"Itu ada ombak rob, Sebelum ada tsunami, ada ombak rob, kalau kata orang sini ombak arug ya," kata Dikri.

Dikri mengungkapkan, usai gelombang arug itu, air laut surut sejauh delapan meter. Usai surutnya air, hal menyeramkan terjadi.

"Abis ada arug, nah air surut, nah saya gak tahu kalau itu tanda akan tsunami," ungkapnya.

2. Puskesmas Carita jadi tempat tersibuk penanganan korban

Cerita dari Carita, Satu Tahun Usai Silent Tsunami di BantenIDN Times/Reynaldi Wiranata

Serupa Dikri, Kepala Puskesmas Carita, Siti Nurmawati (40), yang tengah piket malam saat kejadian, tak menyangka bahwa malam itu merupakan malam yang bakal membuatnya sibuk selama lebih dari satu minggu.

"Waktu itu saya piket malam ya. Pas kebetulan saya juga gak tahu kenapa, ada firasat mungkin, malam itu juga saya kayanya pakaian rapi. Pakai sweater juga, biasanya gak pernah kayak gitu. Nah saya sampai ke puskesmas, saya pikir biasa tiduran, terus teman saya juga belum datang yang dua orang. Biasa teman saya itu gak pernah gendong-gendong tas, biasa aja cuek, lalu saya tanya, 'neng, kenapa gak disimpan tasnya?', dia jawab, 'enteu (gak), takut ada apa-apa, teh', gitu bilangnya," tuturnya.

Selang beberapa menit usai dialognya dengan salah satu perawat, dirinya dikejutkan dengan kedatangan beberapa warga sambil berteriak meminta tolong.

"Kemudian ada sekitar 15 menit, jam 21.20 kira-kira itu kejadian orang-orang teriak-teriak. 'Kebakaran, kebakaran, kebakaran,' kata masyarakat itu. Pas itu kita tanya, ada apa kebakaran di mana. Eh ternyata air dan airnya itu sudah kena rumah, sudah naik tinggi. Pas dengar keluar ombak, kita langsung ikut lari," ungkapnya.

Nurmawati menjelaskan, korban tsunami rata-rata terluka akibat sobekan karena tsunami itu datang secara simultan hingga totalnya berjumlah 117 orang di hari Minggu 23 Desember 2018.

"Itu korban luka-luka itu bertahap, dari pertama 50, 60, 70, sampai total dua hari itu sudah 117 orang luka-luka. Yang meninggal semuanya 70 orang," kata Nurma.

Dijelaskannya, jenazah korban datang dengan jumlah banyak di hari ke empat selepas kejadian. Banyaknya mayat itu tak diletakkan di Puskesmas, melainkan di tanah lapang.

"Gak semuanya ke sini. Mayat saja di depan perumahan sana, berserakan," ungkapnya.

Baca Juga: Cerita Angker di Villa Stephanie, Tempat Terparah Tsunami Banten 2018 

3. Satu tahun berlalu, 700 orang masih hidup di hunian sementara

Cerita dari Carita, Satu Tahun Usai Silent Tsunami di BantenIDN Times/Reynaldi Wiranata

Meski sudah satu tahun berlalu, 700 korban tsunami hingga kini masih hidup di hunian sementara menunggu relokasi atau pembangunan hunian lama mereka yang sudah hancur. Hal tersebut diungkapkan Bupati Pandeglang, Irna Narulita, kepada IDN Times, Jumat (13/12).

Irna pun bercerita saat kejadian itu terjadi, dia yang datang tiga jam pasca-kejadian mengaku sempat bingung atas tsunami ini.

"Sempat jalan putus, akses putus, sinyal juga putus, wajarlah panik ya karena begitu dahsyat tsunami yang mengguncang Pandeglang. Dan tsunami itu silent lagi ya, belum pernah kan, fenomena baru ini tsunami yang silent," kata Irna.

4. Banyak pegawai Pemda cuti di akhir tahun, membuat Bupati sempat panik

Cerita dari Carita, Satu Tahun Usai Silent Tsunami di BantenIDN Times/ Helmi Shemi

Dalam proses evakuasi itu, Irna pun memberikan komando langsung dari lokasi kejadian yang cukup parah yaitu daerah Kecamatan Labuan.

"Saya selalu dengan Forkopimda, TNI-Polri ada di posko kami di Labuhan untuk bisa terus melakukan evaluasi di mana banyak mayat-mayat yang belum ditemukan, sehingga keluarganya pun merasa pemerintah hadir," ungkap Irna.

Meski begitu, diakuinya kejadian yang terjadi di akhir tahun itu sempat membuatnya panik lantaran banyak pegawai pemerintahan yang mengambil cuti.

"Waktu di akhir tahun, banyak yang cuti, makannya setelah kejadian kemarin, tahun ini saya gak kasih cuti di akhir tahun," ungkapnya.

5. Usai kejadian, banyak negara luar meneliti fenomena baru yang disebut silent tsunami ini

Cerita dari Carita, Satu Tahun Usai Silent Tsunami di BantenIDN Times/Reynaldi

Berbulan-bulan pasca-kejadian, banyak delegasi negara-negara lain mendatangi Pandeglang. Kedatangan para delegasi yang rata-rata adalah peneliti untuk melakukan penelitian terhadap fenomena baru bencana yang disebut silent tsunami.

"Tsunami datangnya diam-diam njempling begitu ya, sehingga ini juga jadi pelajaran, dikaji, dibahas oleh pemerintah pusat dan oleh negara-negara yang juga ingin belajar ke Pandeglang. Karena mereka khawatir juga akan terjadi fenomena ini di negara lain selain Indonesia. Biasanya kan harus ada gempa dahulu baru ada air bah begitu ya," kata Irna.

"Air yang sangat tinggi, ini tidak ada sama sekali gempa tetapi air itu betul-betul bisa ada 10 meter di hadapan masyarakat yang bercerita kepada saya," sambungnya.

https://www.youtube.com/embed/DzNZjrXGvQ0

Baca Juga: 15 Tahun Tsunami Sudah Berlalu, Aceh Masih Butuh Alat Pendeteksi Gempa

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria
  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya