Tak Punya KTP untuk Dapat Bansos, Orang Rimba Diberi ID Sementara

Orang Rimba Jambi pun ikut terkena dampak pandemik COVID-19

Jambi, IDN Times - Kementerian Sosial menyerahkan bantuan sosial tunai (BST) senilai Rp2,4 miliar kepada 1.341 Orang Rimba, Batin Sembilan dan Talang Mamak yang tersebar di Provinsi Jambi. Penyerahan bantuan dilakukan sebagai respons atas dampak pandemi COVID-19 yang juga mendera Komunitas Adat Terpencil (KAT) di dalam hutan, perkebunan sawit dan hutan tanaman industri.

Suku adat marginal di Provinsi Jambi ini umumnya hidup bergantung dengan alam, dari hasil berburu dan meramu hutan dan hanya sedikit kelompok yang sudah bercocok tanam sederhana. Selama pandemik, kelompok ini punya cara unik untuk menghindari virus yaitu dengan bersesandingon. Mereka melakukan pembatasan dan memisahkan diri dari anggota kelompok lainnya, termasuk membatasi bertemu dengan pihak luar.

Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf mengatakan pada awal sesandingon, kelompok Orang Rimba yang tinggal di dalam rimba masih mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Sedangkan, yang tinggal di bawah perkebunan sawit dan perkebunan karet langsung terdampak.

"Hasil buruan mereka tidak ada yang membeli. Mereka juga takut untuk keluar menjual hasil buruannya,” kata Rudi Syaf pada Sabtu (18/7/2020).

Namun seiring waktu, suku-suku ini turut mengalami kesulitan untuk pemenuhan kebutuhan pangan mereka. “Kami mendorong pemerintah bisa menjangkau Orang Rimba dengan pemberian bantuan langsung sebagaimana yang dilakukan pada kelompok masyarakat terdampak lainnya,” tutur dia lagi. 

Berapa besar nominal BST yang diberikan oleh Kemensos bagi Orang Rimba?

1. Orang Rimba sebagian besar tidak terikat dengan desa sehingga menyulitkan untuk pendataan

Tak Punya KTP untuk Dapat Bansos, Orang Rimba Diberi ID SementaraPenyaluran Bansos dari Kemensos RI kepada Orang Rimba Jambi/IDN Times/Dok KKI Warsi

Rudi mengatakan Orang Rimba bukanlah warga negara yang sama dengan kelompok masyarakat lainnya. Orang Rimba sebagian besar belum memiliki nomor induk kependudukan (NIK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kondisi ini yang menyebabkan sebagian besar suku–suku ini belum masuk sebagai daftar yang menerima bantuan.

“Orang Rimba sebagian besar tidak terikat dengan desa. Sehingga ini menyulitkan untuk pencatatan administrasi mereka. Akibatnya menjadi kendala untuk Orang Rimba bisa mengakses bantuan pemerintah,” kata Rudi. 

Rudi menjelaskan, syarat dari pemerintah, penerima bantuan merupakan penduduk yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementrian Sosial. Lantaran Orang Rimba tidak punya NIK, tak tercatat dalam DTKS. Persoalan ini sudah dikemukakan kepada kementrian sosial.

Respons cepat diberikan Kementrian Sosial dengan adanya kebijakan Mentri untuk perlakuan khusus kepada Orang Rimba. Caranya, dengan memberikan identitas diri (ID) sementara, sambil NIK/KTP berproses pada dinas terkait.

“Kami mengapresiasi langkah kementrian sosial yang memberikan bantuan sosial langsung kepada Orang Rimba. Bantuan ini sangat bermanfaat untuk menopang kehidupan Orang Rimba yang terdampak COVID-19,” kata Rudi.

Penyerahan bantuan ini dilakukan secara serentak melibatkan Kantor Pos Jambi dan 13 kantor pos cabang kecamatan kecamatan, pada 17-20 Juli 2020. Penyerahan dilakukan dengan sistem Orang Rimba mendatangi kantor pos yang sudah ditentukan.

Tapi, ada juga petugas pos yang mendatangi komunitas Orang Rimba. Terutama untuk Orang Rimba yang berada di lokasi yang sulit untuk dimobilisasi keluar hutan.

Baca Juga: Suku Baduy Tolak Bantuan Sosial COVID-19 dari Pemerintah 

2. Banyak komunitas adat terpencil tidak terdata administrasi negara

Tak Punya KTP untuk Dapat Bansos, Orang Rimba Diberi ID SementaraOrang Rimba Jambi saat mengambil Bansos di Kantor Pos/IDN Times/Dok KKI Warsi

Kementrian Sosial dengan berbagai programnya ditujukan untuk mengatasi kesulitan hidup masyarakat miskin dan terpinggirkan termasuk kelompok masyarakat pedalaman yang diistilahkan dengan Komunitas Adat Terpencil (KAT). Komunitas ini hidup dalam tataran nenek moyang yang mereka yakini dan belum beradaptasi dengan norma umum masyarakat lainnya.

Dengan kondisi ini, banyak suku KAT ini yang tidak terdata dalam administrasi negara. Penyebabnya suku-suku ini sebagian tidak terintegrasi ke dalam wilayah administrasi desa yang menjadi dasar untuk pendataan penduduk. Dengan kondisi ini, menyebabkan program pemerintah untuk pemberdayaan suku-suku ini cukup sulit sampai di kelompok ini.

“Terobosan dengan memberikan ID sementara dan kemudian memproses data kependudukan suku adat marginal seperti Orang Rimba, Batin Sembilan dan Talang Mamak, sangat baik,” ungkap Rudi. 

Ia menjelaskan kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan oleh komunitas ini. Apalagi kini, sumber penghidupan suku-suku yang bergantung dengan alam semakin sempit dan adaptasi mereka terhadap perubahan belum berjalan dengan baik. 

“Mereka akan sulit untuk beradaptasi dengan perubahan penghidupan mereka tanpa campur tangan pemerintah, selaku pengayom seluruh rakyat Indonesia,” katanya lagi. 

3. Pendataan administrasi bagi komunitas adat terpencil diharapkan diberlakukan dengan khusus

Tak Punya KTP untuk Dapat Bansos, Orang Rimba Diberi ID SementaraPenyaluran Bansos kepada Orang Rimba Jambi/IDN Times/Dok KKI Warsi

Untuk itu, Rudi mengatakan proses pencatatan secara administratif kepada suku-suku ini bisa diberlakukan secara khusus. Selama ini data yang bisa diinput yakni alamat desa yang dijadikan sebagai tempat domisili. Sementara, sebagian besar dari suku ini masih semi nomadik atau tidak terikat dengan desa tertentu. 

Orang Rimba, kata Rudi, masih memiliki lokasi tinggal dan ruang jelajah. Penamaan dan domisili mereka mengacu pada nama sungai di lokasi mereka bermukim.

"Misalnya, Orang Rimba Makekal, Kedudung Muda, Sako Lado, Terap, dan lainnya itu mengacu pada nama lokasi mereka," tutur Rudi. 

"Dengan posisi ini kami berharap sistem kependudukan yang disiapkan pemerintah adaptif terhadap lokasi mereka. Kami berharap akan ada kekhususan untuk pendataan, sehingga tidak berbasis desa sebagaimana sebelumnya pemerintah melakukan pendataan penduduk,” katanya. 

Perlakukan khusus ini, menurut Rudi sangat penting untuk membantu para suku bisa hidup dengan baik dan layak, sebagai warga negara yang setara dengan kelompok masyarakat lainnya di masa mendatang.

“Seperti untuk masuk sekolah, ketertarikan suku ini pada pendidikan sudah semakin baik. Pilihannya tidak hanya sebatas baca tulis dan hitung, namun sekolah formal yang diakui negara. Sehingga mereka bisa sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan sekolah formal dan mendapatkan pengakuan negara, kami berharap masa depan anak-anak suku pedalaman juga bisa lebih baik,” katanya.

Untuk masuk sekolah formal dibutuhkan data masing-masing individu, seperti akta, KK dan KTP orang tuanya. Data administrasi kependudukan juga dibutuhkan untuk penanganan layanan kesehatan, bantuan pemberdayaan dari pemerintah dan program lainnya dari negara.

Administrasi penduduk dengan kekhususan, diharapkan bisa disesuaikan dengan kondisi riil suku-suku ini. “Kami berharap program perekaman data kependudukan bisa segera direalisasikan,” ujarnya. 

4. Sejak pandemik COVID-19, Orang Rimba makin jauh masuk ke dalam hutan

Tak Punya KTP untuk Dapat Bansos, Orang Rimba Diberi ID SementaraOrang Rimba Jambi menerima bantuan sosial dari Kemensos RI/IDN Times/Dok KKI Warsi

Sementara itu, Menti Ngelembo dari Orang Rimba Terap mengucapkan rasa terima kasihnya kepada pemerintah yang sudah memberikan bantuan langsung. “Kami akan gunokan bantuan untuk beli beras,” kata Ngelembo, Orang Rimba dari kelompok Tumenggung Menyurau yang bermukim di Sungai Terap pinggir Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi.

Tumenggung Ngamal, pimpinan Orang Rimba yang kini bermukim di Sako Lado TNBD menyebutkan sejak pandemik, anggota kelompoknya makin jauh masuk ke dalam hutan. Di dalam hutan bahan pangan mereka adalah gadung, benor dan umbut-umbut rotan.

“Kalau gadung, harus diolah tiga hari di darat dan tiga hari dalam air, kalau tidak diolah dengan baik maka bisa menyebabkan mabuk. Kalau ambil benor kami harus gali sangat dalam bisa dua meter gali tanah baru ketemu umbinya. Buahnya kira-kira sebesar jempol kaki, sehari menggali bisa dapat satu periuk,” kata Ngamal.

Sementara, mereka memilih untuk tidak mengonsumsi hewan buruan. Ngamal mengatakan, hal itu dilakukan lantaran memperoleh informasi virus Sars-CoV-2 berasal dari binatang liar. 

“Kami ketakuton, kami hopi bemakon hewan buruan, tokut korona, (kami ketakutan, informasi yang kami dapatkan corona dari virus hewan liar, kami berhenti dulu makan hewan buruan,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan bantuan yang nominalnya masing-masing per bulan mencapai Rp600 ribu itu akan digunakannya membeli beras dan bahan pangan. Orang Rimba memperoleh BST selama tiga bulan yaitu dari April hingga Juni.

Baca Juga: Mengenal Sesandingon, Social Distancing ala Orang Rimba di Jambi

Topik:

Berita Terkini Lainnya