Tutupan Hutan di Jambi Terus Menyusut, 17 Desa Menjadi Percontohan

Perlu pelibatan masyarakat untuk mengelola hutan

Jambi, IDNTimes - Tutupan hutan di Jambi terus mengalami pengurangan. Saat ini hanya tinggal 900 ribu hektare, atau 18 persen dari 5 juta hektare luas Provinsi Jambi. Kawasan yang sangat jauh di bawah batas angka minimal keseimbangan ekosistem yang mewajibkan 30 persen harus berupa hutan.

Langkah penting untuk menghentikan kerusakan hutan adalah melibatkan masyarakat sekitar untuk mengelola hutan, termasuk dengan skema perhutanan sosial.

“Masyarakat bisa mengelola hutan dengan baik, dan juga mampu mendapatkan kesejahteraan dari hutan mereka,” kata Ade Candra, Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia Warsi di Jambi melalui keterangan pers, Rabu (30/9/2020).

1. Perlu dukungan kebijakan anggaran dari pemerintah daerah

Tutupan Hutan di Jambi Terus Menyusut, 17 Desa Menjadi PercontohanIlustrasi anggaran. IDN Times/Arief Rahmat

Untuk mewujudkan itu, perlu dukungan kebijakan dan anggaran dari pemerintah daerah. Seperti dengan pengembangan insentif fiskal berbasis ekologi, skema bagi pemulihan serta penjagaan lingkungan atau ekologi.

Dalam sistem anggaran pemerintah terbuka peluang untuk pemberian dana afirmatif, dana tunjangan khusus untuk percepatan pembangunan yang bisa ditujukan untuk pemulihan ekologi dan pemberdayaan masyarakat.

Terkait dengan ini, masyarakat yang sudah memiliki izin perhutanan sosial didampingi lembaga swadaya masyarakat yang berkegiatan di Merangin, yaitu Warsi, Walhi, LTB dan Pundi Sumatera. Mereka mengusulkan pemanfaatan insentif fiskal ini berdampak pada penyelamatan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Merangin.

“Kita mengusulkan 17 desa yang sudah memiliki izin perhutanan sosial yaitu dengan skema hutan adat dan hutan desa untuk mendapatkan insentif dari Pemerintah Kabupaten Merangin,” kata Ade.

Baca Juga: Begini Cara Guru di Jambi Semarakkan Hari Literasi Internasional

2. Sebanyak 17 desa akan dijadikan model perlindungan hutan

Tutupan Hutan di Jambi Terus Menyusut, 17 Desa Menjadi PercontohanIlustrasi hutan. (IDN Times/Bagus F)

Kabupaten Merangin sendiri terdapat 48.089 hektare areal Perhutanan Sosial dengan 29 izin, diantaranya 10 Izin Hutan Adat, 17 Hutan Desa, dan 2 Hutan Tanaman Rakyat. Jumlah ini cukup besar jika dilihat dengan perizinan perhutanan sosial di Provinsi Jambi seluas 200.512 hektare.

Selain itu, Pemkab Merangin melalui perangkat daerahnya seperti Bappeda, Dinas PMD dan Dinas Lingkungan Hidup serta KPH Merangin, juga mendukung penerapan insentif berbasis ekologi ini.

Dengan dukungan yang diberikan, maka lembaga-lembaga pendamping perhutanan sosial di Kabupaten Merangin menyerahkan proposal kegiatan pengelolaan Perhutanan Sosial untuk 17 desa yang akan dijadikan desa model. Proposal kegiatan ini akan didanai dari dana afirmasi alokasi dana desa Kabupaten Merangin tahun 2021.

Dalam pengajuan ini, dana afirmatif ditujukan untuk konservasi dan perlindungan kawasan, pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pengembangan kelembagaan serta operasional lembaga pengelola perhutanan sosial.

“Perlindungan kawasan menjadi fokus utama kita, karena memang ancaman terhadap hutan yang tersisa ini masih sangat tinggi. Banyak sekali pihak lain yang berkeinginan untuk mengganti hutan dengan non hutan, tentu untuk mengatasi ini, pengelola perhutanan sosial harus melakukan patroli rutin,” kata Ade.

3. Perambahan dan penambangan emas liar jadi ancaman terbesar

Tutupan Hutan di Jambi Terus Menyusut, 17 Desa Menjadi PercontohanIlustrasi Hutan (IDN Times/Sunariyah)

Dikatakannya, selama ini ancaman terbesar di Merangin adalah perambahan dan penambangan emas liar yang sudah masuk ke dalam kawasan hutan.

Menurutnya, untuk pencegahan yang paling penting dilakukan adalah pengembangan ekonomi masyarakat berbasiskan potensi masyarakat melalui aktivitas yang tidak merusak hutan. Sebaliknya dengan menambah tutupan hutan, misalnya dengan pengembangan pengayaan tanaman hutan bernilai ekonomi.

"Seperti kayu manis, kopi, kemiri, kepayang, rotan, manau dan karet yang saat ini sudah mulai dikembangkan masyarakat pengelola hutan adat dan hutan desa,” kata Ade.

Lebih lanjut Ade mengatakan, kearifan masyarakat dalam mengelola hutan berbasiskan ekologi juga masih sangat tinggi. Misalnya masyarakat Guguk Kecamatan Renah Pembarap mengelola hutannya, bahkan berani memberikan denda yang tidak sedikit kepada pelaku pengrusakan hutan.

Ditambahkannya, penerapan nilai ini tidak lepas dari pentingnya hutan bagi masyarakat, tidak hanya dari segi ekonomi, namun juga secara sosial dan budaya. Sehingga perlu mendapatkan perhatian dan dukungan insentif dengan anggaran untuk mendapatkan dukungan pendanaan dari Pemerintah Kabupaten Merangin.

“Anggaran ini akan digunakan lebih banyak untuk pengembangan ekonomi masyarakat, sehingga dengan berkembanganya ekonomi masyarakat maka kegiatan yang dapat merusak hutan seperti perambahan hutan dan penambangan akan berkurang,” kata Ade.

Baca Juga: Kasus Kematian COVID-19 di Jambi Bertambah, Pasien Sempat dari Sumsel

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya