23 Tahun Reformasi, Perlindungan Kebebasan Sipil Jadi Sorotan

Ada 24 kasus kebebasan berekspresi selama 2021

Jakarta, IDN Times - Memperingati 23 tahun reformasi, Amnesty International Indonesia meminta pemerintah lebih serius melindungi hak-hak sipil warga negara Indonesia.

Hak-hak sipil yang dimaksud, termasuk hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, yang dalam beberapa tahun terakhir dinilai rentan mengalami pengekangan dan represi.

Perlindungan terhadap hak-hak sipil menurut Amnesty International Indonesia, sebagai aspek yang diperjuangkan dalam reformasi Indonesia.

“Selama beberapa tahun terakhir, ruang kebebasan sipil di Indonesia semakin menyempit," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulisnya, Jumat (21/5/2021).

Baca Juga: Cerita Kesetiaan Habibie pada Soeharto Jelang Lengser saat Reformasi

1. Perhatian khusus Amnesty dalam 23 tahun reformasi

23 Tahun Reformasi, Perlindungan Kebebasan Sipil Jadi SorotanIDN Times/Margith Juita Damanik

Terjadinya sejumlah insiden baru-baru ini, menurut Amnesty International Indonesia, dapat menjadi bukti ruang kebebasan sipil di Indonesia semakin menyempit.

"Mulai dari kriminalisasi dengan menggunakan pasal bermasalah dalam UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) hingga serangan digital terhadap kritik pemerintah,” kata Usman.

Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Amnesty Internasional Indonesia, terutama dalam peringatan 23 tahun reformasi.

2. Amnesty soroti pasal bermasalah di UU ITE

23 Tahun Reformasi, Perlindungan Kebebasan Sipil Jadi SorotanDeretan pasal di UU ITE yang multi tafsir atau karet (IDN Times/Arief Rahmat)

Amnesty International Indonesia mencatat ada 8 pasal yang bermasalah dalam UU ITE. Terkhusus di dalamnya mengenai dua pasal multitafsir, yakni Pasal 27 (3) tentang penghinaan dan pencemaran nama baik, serta Pasal 28 (2) tentang ujaran kebencian berdasarkan SARA.

Amnesti Internasional Indonesia berpendapat kedua pasal ini telah menjadi alat untuk membatasi hak atas kebebasan berpendapat. Korbannya beragam, mulai dari warga biasa hingga tokoh oposisi telah menjadi korban kriminalisasi akibat aturan ini, hanya karena menyampaikan kritik.

3. Catatan kasus pelanggaran hak kebebasan ekspresi 2020-2021

23 Tahun Reformasi, Perlindungan Kebebasan Sipil Jadi SorotanIlustrasi Kebebasan Bersuara (IDN Times/Arief Rahmat)

Sepanjang 2020 Amnesty mencatat 119 kasus dugaan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dengan menggunakan UU ITE.

Amnesty mencatat ada total 141 tersangka, termasuk di antaranya 18 aktivis dan empat jurnalis. Sepanjang 2021 hingga Mei, Amnesty mencatat setidaknya terdapat 24 kasus serupa dengan total 30 korban.

Kasus terbaru atas pelanggaran kebebasan berekspresi dengan UU ITE menjerat Stevanus Mimosa Kristianto.

4. Catatan kasus serangan digital pada 2020 - Mei 2021

23 Tahun Reformasi, Perlindungan Kebebasan Sipil Jadi Sorotanpexels.com/@tofros-com-83191

Sepanjang 2020, Amnesty juga mencatat ada sedikitnya 66 kasus serangan digital yang melanggar hak kebebasan berekspresi dengan total 86 korban. Termasuk di antaranya 30 aktivis dan 19 akademisi.

Pada 2021, Amnesty mencatat sudah ada setidaknya 14 kasus serangan digital yang melanggar hak kebebasan berekspresi dengan total 26 korban, dengan korban tertinggi, yaitu 12 orang, adalah aktivis.

“Pemerintah harus menunjukkan komitmennya untuk melaksanakan visi reformasi dengan menginvestigasi kasus-kasus seperti ini, dan melindungi hak warga untuk mengutarakan pendapatnya secara damai, sekalipun pendapat tersebut berbeda dengan pandangan pemerintah,” kata Usman.

Baca Juga: [Wawancara Ekslusif] Aktivis ITB Agung Wicaksono Blak-Blakan Soal Peran ITB dalam Reformasi 98

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya