4 Penilaian KontraS soal Pidato Kenegaraan Jokowi 

Jokowi dinilai gagal

Jakarta, IDN Times - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan pandangannya terhadap Pidato Kenegaraan yang disampaikan Presiden Republik Indonesia, Joko "Jokowi" Widodo. Ada sedikitnya empat hal yang dikritisi KontraS.

Pidato kenegaraan disampaikan Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR RI 2019 pada Jumat (16/8) di Ruang Sidang Paripurna MPR di Gedung MPR/DPR RI. Sidang tahunan dihadiri anggota dewan dan sejumlah petinggi negeri.

1. Pidato tidak menyinggung permasalahan HAM yang tengah dihadapi masyarakat

4 Penilaian KontraS soal Pidato Kenegaraan Jokowi Logo KontraS Sumut

KontraS menyayangkan lantaran pidato Jokowi tidak menyinggung soal Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi atau pun yang tengah dihadapi atau mengancam masyarakat.

"Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo lebih banyak membahas soal masa depan ekonomi nasional, namun tidak menyinggung soal pembangunan negara hukum dan penegakan hak asasi manusia," kata koordinator KontraS, Yati Andriyani, dalam keterangan pers yang dikeluarkan KontraS pada Jumat (16/8).

"Selebihnya, pidato ini lebih mengesankan untuk membangun citra tentang hubungan yang positif antara pemerintah dengan lembaga-lembaga negara melalui kalimat apresiasi yang disampaikan, ajakan dan seruan untuk persatuan, terobosan, dan perubahan secara umum, yang sebenarnya hal tersebut dapat disampaikan dalam forum–forum lainnya," lanjut dia.

Baca Juga: Amnesty International: Pidato Jokowi di DPR Soal HAM Cuma Omong Kosong

2. Kesan menghindari akuntabilitas negara atas pelanggaran HAM berat

4 Penilaian KontraS soal Pidato Kenegaraan Jokowi ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

KontraS menanggapi soal Jokowi mengatakan keberhasilan para penegak hukum bukan hanya diukur dari berapa kasus yang diangkat dan bukan hanya berapa orang yang dipenjarakan.

Jokowi menyebutkan keberhasilan penegak hukum harus juga diukur dari berapa potensi pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM yang bisa dicegah, berapa berapa potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan.

"Kami menghawatirkan pernyataan ini memberi kesan Presiden tengah menghindari akuntabilitas negara atas pelanggaran HAM berat masa lalu dan mengerdilkan upaya penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi," kata Yati.

Menurut KontraS, salah satu masalah besar bangsa ini adalah adanya impunitas yang membuat hukum tumpul dan kejahatan berulang kembali dalam bentuk yang sama atau pun berbeda.

3. Tidak ada penjelasan tentang kemajuan dan langkah legislasi HAM

4 Penilaian KontraS soal Pidato Kenegaraan Jokowi Antara FOTO/Sigid Kurniawan

Menurut KontraS, keberhasilan legislasi yang disinggung tidak menjelaskan kemajuan dan langkah yang diambil untuk legislasi di bidang HAM.

Rencana legislasi UU Anti-Penyiksaan juga dianggap jalan di tempat lantaran belum ditindaklanjuti pemerintah dan DPR. Menurut KontraS, sampai saat ini pemerintah dan DPR masih bersikeras untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU KUHP yang masih menyisakan sejumlah masalah.

Masalah-masalah yang dimaksud seperti pasal penghinaan terhadap Presiden, pembatasan kebebasan pers, masih adanya hukuman mati sebagai bentuk hukuman, kriminalisasi LGBT, penodaan, penistaan agama, dan sejumlah permasalahan lainnya.

Selain itu juga termasuk perihal pelaksanaan UU ITE, UU Ormas, dan Penanganan Tindak Pidana Terorisme yang dinilai masih rentan menimbulkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dan tumpang tindih kewenangan institusi negara.

4. Presiden dinilai gagal

4 Penilaian KontraS soal Pidato Kenegaraan Jokowi ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN

Perihal penegakan hukum dan HAM, KontraS menilai Pidato Kenegaraan Jokowi gagal menyentuh persoalan-persoalan substansial yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Mulai dari persoalan menyempitnya ruang-ruang sipil, perlindungan hak–hak fundamental, juga ketidakjelasan negara menjawab persoalan kebebasan berpendapat, berekspresi, berkumpul dan tuntutan kemerdekaan di Papua, termasuk dukungan negara untuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Aceh.

Sepanjang 2014-2018, KontraS mencatat 152 kasus pidana dengan vonis hukuman mati. 870 orang tercatat menjadi korban penyiksaan. KontraS menyebutkan kasus-kasus pembungkaman kebebasan berekspresi juga masih kerap terjadi.

"Selama tahun 2014-2018, kami mencatat setidaknya ada 926 peristiwa pembatasan kebebasan berekspresi; 71 kasus kriminalisasi. Dalam hak Kebebasan Beragama, Beribadah, dan Berkeyakinan, KontraS mencatat bahwa terjadi sebanyak 488 peristiwa," kata Yati.

"Kami menyayangkan persoalan-persoalan di atas adalah persoalan negara yang dan ada di depan mata, namun luput atau mungkin dihindari untuk disampaikan oleh Presiden dalam pidatonya. Dalam pemerintahannya di periode kedua, Presiden Joko Widodo seharusnya mendepankan persoalan–persoalan di atas sebagai prioritas yang juga harus diperhatikan," tutup dia.

Baca Juga: Nasib Aktivis Mei 98 yang Hilang, Kontras Nilai Jokowi Hanya Wacana

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya