Amnesty International Desak Polisi Investigasi Kasus Kerusuhan Mei
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Amnesty Internasional Indonesia mendesak Kepolisian dan Komnas HAM segera melakukan investigasi independen dan menyeluruh, terkait segala bentuk potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi saat aksi demonstrasi 21-22 Mei 2019 di sejumlah titik di Jakarta.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/5).
Baca Juga: Ambulans Bawa Batu Saat Kerusuhan, Gerindra akan Lakukan Investigasi
1. Siapapun pelaku kekerasan harus diinvestigasi
Rentetan aksi kekerasan terjadi saat aksi 21-22 Mei 2019. Di antaranya adalah penyerangan asrama Brimob di Petamburan, Jakarta Pusat. Terdapat delapan korban tewas, yang beberapa di antaranya disebabkan oleh luka tembak dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat dalam menangkap salah seorang warga di Kampung Bali, Jakarta Pusat.
“Para pelaku kekerasan, apakah itu berasal dari kepolisian maupun pihak-pihak dari luar yang memicu kerusuhan, harus diinvestigasi dan dibawa ke muka hukum untuk diadili. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga telah menyebutkan bahwa terdapat tiga anak tewas pasca-aksi 22. Harus ada investigasi mendalam dan menyeluruh untuk mengungkap fakta yang sebenarnya, dan segera mengadili para pelaku,” kata Usman Hamid.
2. Kepolisian dinilai langgar SOP
Menurut Usman, kepolisian telah gagal menerapkan prinsip hak asasi manusia dalam menjalankan tugas. Hal ini terlihat dari penangkapan seseorang di Kampung Bali, Jakarta Pusat.
“Indikasi pelanggaran HAM berupa perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia oleh aparat dalam melakukan penangkapan seseorang yang diduga sebagai 'perusuh' di Kampung Bali, seperti yang terlihat dalam video yang viral di media sosial dan telah dikonfirmasi oleh kepolisian," kata Usman.
Editor’s picks
Menurut dia, hal tersebut adalah pelanggaran serius terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) kepolisian itu sendiri.
"Karena apapun status hukum seseorang, aparat tidak boleh memperlakukan ia secara kejam dan tidak manusiawi yang merendahkan martabatnya sebagai seorang manusia. Aparat yang melakukan pemukulan harus diadili dan dihukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambah Usman.
3. Komnas HAM diminta aktif terlibat lakukan investigasi
Amnesty Internasional Indonesia sadar, ada penyerangan oleh sekelompok orang pada asrama Brimob padam aksi 21-22 Mei lalu. Namun, menurut Amnesty Internasional, respons kepolisian terhadap serangan semacam itu harus tetap proporsional.
Amnesty mengingatkan, penting untuk jajaran kepolisian tetap menghormati kaidah-kadiah hukum HAM. Meski aparat dibenarkan untuk dapat menggunakan kekuatan, tetapi itu hanya jika benar-benar diperlukan dan harus bersifat proporsional.
“Jadi jelas terlihat adanya indikasi pelanggaran HAM yang terjadi setelah demonstrasi 22 Mei. Oleh karena itu, penting untuk memastikan Komnas HAM secara aktif terlibat dalam melakukan investigasi untuk mengumpulkan bukti-bukti dugaan pelanggaran HAM yang terjadi,” ucap Usman.
4. Sayangkan keputusan pemerintah batasi akses media sosial
Amnesty International Indonesia juga menyayangkan langkah yang diambil pemerintah Indonesia, menerapkan restriksi terhadap platform media sosial mulai dari Facebook, Instagram, Whatsapp, dan Twitter selama beberapa hari pasca aksi 22 Mei.
Namun, pemerintah telah mencabut pembatasan itu sejak Sabtu (25/5) siang. Kendati demikian, Amnesty International mengingatkan pemerintah bahwa langkah ceroboh tersebut adalah pelanggaran hak orang untuk mendapatkan informasi dan lebih besar lagi adalah pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat.
Baca Juga: Kepolisian Menahan 11 Orang yang Diduga Dalang Kerusuhan 22 Mei