Bawaslu: KPU Harusnya Atur Sanksi Tegas Pelanggaran Protokol COVID-19

Bawaslu nilai perlu sanksi tegas bukan hanya teguran

Jakarta, IDN Times - Komisioner Badan Pengawasan Pemilu Ratna Dewi Pettalolo mengkritik soal Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 yang tidak mengatur sanksi tegas kepada pelanggar protokol kesehatan pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

"Padahal sanksi menurut saya menjadi menjadi instrumen yang sangat penting untuk mengendalikan pengendalian sosial tentang penyebaran COVID," ujar Ratna dalam diskusi daring yang disiarkan Radio Smart FM pada Sabtu (19/9/2020).

1. Bawaslu nilai perlu ada sanksi tegas dan bukan sekadar teguran

Bawaslu: KPU Harusnya Atur Sanksi Tegas Pelanggaran Protokol COVID-19Seorang petugas berjalan di depan baliho pengumuman pendaftaran bakal calon wali kota dan wakil wali kota di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (3/9/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Menurut dia, ada kendala besar tentang penindakkan pelanggaran protokol kesehatan dalam Pilkada 2020 karena tidak adanya sanksi yang tegas. Sanksi tegas yang dimaksudkan Ratna bukan hanya berupa sanksi teguran.

"Misalnya nanti kalau ada kampanye kemudian melanggar protokol kesehatan harusnya kan kita ada ketegasan di dalam memberikan sanksi,"

Dia mencontokan sanksi tegas itu bisa berupa kampanye dihentikan, dibubarkan, atau peserta atau pasangan calon itu tidak diberi kesempatan untuk mengikuti kampanye berikutnya.

Baca Juga: Cegah Kerumunan saat Kampanye, Bawaslu Bentuk Pokja Bersama Polri

2. Jika tidak diatur di peraturan pemilu, maka aparat keamanan harus tegas pakai sanksi pidana

Bawaslu: KPU Harusnya Atur Sanksi Tegas Pelanggaran Protokol COVID-19Komisioner Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Menurut catatan Bawaslu, ada 243 kasus kerumunan massa di masa tahapan pilkada beberapa waktu belakangan. "Sampai hari ini kita belum melihat apa tindakan hukum dari aspek pidananya. Padahal di dalam Undang-undang kekarantinaan kesehatan dan juga di KUHP jelas," kata Ratna.

Ratna menilai satgas, kementerian sektoral, dan lembaga terkait bisa membantu KPU dan Bawaslu dengan menggunakan Undang-undang yang berhubungan dengan kondisi darurat COVID-19. "Pertama kalau memang tidak akan diatur di dalam undang-undang pemilihan, berarti proses penegakan hukum tindak pidana umumnya itu harus diperkuat," kata Ratna.

"Artinya jajaran kepolisian sebagai lembaga yang diberi kewenangan harus mampu menegakkan aturan itu," lanjut dia.

3. Kerumumann massa masih mungkin tercipta, Bawaslu nilai penegakan hukum sangat perlu

Bawaslu: KPU Harusnya Atur Sanksi Tegas Pelanggaran Protokol COVID-19Ilustrasi pilkada serentak (IDN Times/Mardya Shakti)

Dia mengatakan masih akan ada beberapa momentum dalam pilkada serentak ini yang sangat berpeluang menciptakan kerumunan massa. Mulai dari momentum penetapan paslon, masa kampanye, hingga pemungutan dan perhitungan suara. Untuk itu, kata dia, sangat penting untuk segera menetapkan aturan sanksi yang tegas bagi pelanggaran tersebut.

"Menurut Bawaslu kan ini penting dari sisi penegakan hukum. Kalau tidak dilakukan penegakan hukum kita khawatir, ini kan potensi berkumpulnya massa akan terjadi," kata Ratna.

Baca Juga: Rawan Terjadi Kerumunan, Penetapan Nama Paslon Jadi Atensi Khusus

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya