Jaksa KPK: Markus Nari Terima Uang Suap US$1,4 Juta dari Proyek E-KTP
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mantan Anggota DPR RI, Markus Nari disebut menerima uang sebesar US$1.400.000 untuk memperkaya diri sendiri dalam kasus suap KTP elektronik (e-KTP).
Hal itu disebutkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadian Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat pada Rabu (14/8). Dalam pembacaan dakwaan juga disebutkan ada 26 pihak yang turut diperkaya dalam kasus ini.
1. Terima duit US$1,4 juta
Jaksa mengatakan, Markus memperkaya diri sendiri dan menerima uang sebesar US$1.400.000. "Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya terdakwa sebesar US$1.400.000," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan untuk Markus.
Markus menerima US$400.000 dari Anang Sugiana Sudihardjo melalui Sugiharto dan US$1.000.000 dari Andi Agustinus atau Andi Narogong. Uang ini merupakan bagian dari keuangan negara yang seharusnya untuk membiayai proyek penerapan KTP elektronik pada tahun 2011-2013.
2. Memperkaya sejumlah pihak
Selain menerima uang sebesar US$1.400.000, politikus Partai Golkar itu juga disebut telah memperkaya sejumlah pihak terkait hal yang sama.
Dalam surat dakwaan dituliskan setidaknya ada 26 pihak yang turut diperkaya Markus, yakni:
1. Setya Novanto sejumlah US$7.300.000
2. Irman sebesar Rp2.371.250.000 dan US$877.700 dan SGD6.000
3. Sugiharto sejumlah US$3.473.830
4. Andi Narogong sejumlah US$2.500.000 dan Rp1.186.000.000
5. Gamawan Fauzi sejumlah Rp50.000.000 dan satu unit ruko di Grand Wijaya dan sebidang tanah di Jalan Brawijaya III melalui Asmin Aulia
6. Diah Anggraeni sejumlah US$500.000 dan Rp22.500.000
7. Drajat Wisnu Setyawan sejumlah US$40.000 dan Rp25.000.000
8. Anggota panitia pengadaan barang/jasa sebanyak enam orang masing-masing sejumlah Rp10.000.000
9. Johanes Marliem sejumlah US$14.880.000 dan Rp25.242.546.892
10. Miryam S. Haryani sejumlah US$1.200.000
11. Ade Komarudin sejumlah US$100.000
12. M. Jafar Hafsah sejumlah US$100.000
13. Beberapa anggota DPR RI periode tahun 2009-2014 sejumlah US$12.456.000 dan Rp44.000.000.000
Editor’s picks
14. Husni Fahmi sejumlah US$20.000 dan Rp10.000.000
15. Tri Sampurno sejumlah Rp2.000.000
16. Beberapa anggota Tim Fatmawati, yakni Yimmy Iskandar Tedjasusila, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Supriyantono, Setyo Dwi Suhartanto, Benny Akhir, Dudy Susanto, dan Mudji Rachmat Kurniawan masing-masing sejumlah Rp60.000.000
17. Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri sejumlah Rp2.000.000.000
18. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku Direksi PT LEN Industri masing-masing mendapatkan sejumlah Rp1.000.000.000 serta untuk kepentingan gathering dan SBU masing-masing sejumlah Rp1.000.000.000
19. Mahmud Toha sejumlah Rp3.000.000
20. Manajemen Bersama Konsorsium PNRI sejumlah Rp137.989.835.260
21. Perum PNRI sejumlah Rp107.710.849.102
22. PT Sandipala Artha Putra sejumlah Rp145.851.156.022
23. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra sejumlah Rp148.863.947.122
24. PT LEN Industri sejumlah Rp3.415.470.749
25. PT Sucofindo sejumlah Rp8.231.289.362
26. PT Quadra Solution sejumlah Rp79.000.000.000
Baca Juga: Setnov Belum Lunasi Uang Pengganti e-KTP, Kok Dibiarkan oleh KPK?
3. Merugikan negara triliunan rupiah
Tindakan Markus disebut-sebut merugikan negara dalam jumlah yang besar. Negara mengalami kerugian sebesar Rp2.314.904.234.275,39.
Jumlah tersebut sesuai dengan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia Nomor : SR-338/D6/01/2016 tanggal 11 Mei 2016 atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Paket Penerapan KTP Berbasis NIK secara Nasional tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
4. Undang-undang yang dilanggar
Atas perbuatannya, Markus disebut melakukan tindak pidana. Ia disebut melanggar undang-undang tindak pidana korupsi.
Markus menghadapi aturan yang tertulis dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Baca Juga: Jadi Tersangka ke-8 Kasus e-KTP, Markus Nari Akhirnya Ditahan KPK