Jangan Biarkan Garda Depan Penanganan Virus Corona Merana karena APD

Rumah sakit teriak minimnya APD, tenaga medis pun terpapar

Jakarta, IDN Times – Nasib dan keselamatan tenaga medis Indonesia yang menangani kasus-kasus pasien positif virus corona (COVID-19) kian mengkhawatirkan. Minimnya Alat Pelindung Diri membuat mereka rentan terpapar wabah ini. 

Ikatan Dokter Indonesia dan sejumlah organisasi profesi bahkan sempat mengeluarkan pernyataan mogok kerja jika pemerintah tidak mampu memenuhi kebutuhan APD tenaga medis yang berada di garda depan penanganan pasien penderita virus corona.

"Bila hal ini tidak terpenuhi, maka kami meminta kepada anggota profesi kami untuk sementara tidak ikut melakukan perawatan penanganan pasien COVID-19 demi melindungi dan menjaga keselamatan sejawat,” kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih, Jumat (27/3).

Daeng menjelaskan, ancaman mogok kerja yang dilakukan IDI dan empat organisasi lainnya yakni Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) demi mencegah jatuhnya korban jiwa dari kalangan dokter dan perawat, kendati akibatnya pasien COVID-19 akan terbengkalai.

“Sejawat yang tertular COVID-19, selain akan jatuh sakit, akan berdampak pada terhentinya pelayanan penanganan kepada pasien serta dapat menularkan kepada pasien,” ujarnya.

Kurangnya APD untuk tenaga medis mendapat perhatian dari masyarakat. Salah satunya pengamat musik Adib Hidayat. Ia menggagas donasi APD bagi tenaga kesehatan yang menangani COVID-19 melalui kitabisa.com.

"Awalnya ada teman yang ngasih beberapa screen capture dari keluh-kesah di Twitter (tentang) yang sulit mendapatkan alat-alat kesehatan untuk mereka (tim medis)," kata Adib menyampaikan alasannya mulai penggalangan dana saat dihubungi IDN Times pada Kamis (19/3). 15 Hari berlangsung, dana yang sudah berhasil dikumpulkan Adib dan teman-temannya mencapai Rp1,7 miliar lebih dari target Rp2 miliar.

1. Masyarakat bantu galang dana untuk ketersediaan APD bagi tenaga medis Indonesia

Jangan Biarkan Garda Depan Penanganan Virus Corona Merana karena APDDonasi untuk Tenaga Medis di Kitabisa yang digagas Adib Hidayat hingga 29 Maret 2020. Website/Kitabisa.com

Baca Juga: Fatwa MUI: Tenaga Medis COVID-19 Pemakai APD Boleh Salat Tanpa Bersuci

Berdasarkan pantauan IDN Times hingga pukul 10.00 WIB, Minggu (29/3), dana yang terkumpul dalam penggalangan yang dilakukan Adib sebesar Rp1.714.196.407 setelah penggalangan dilakukan selama 15 hari.

"Awalnya kami sebenarnya sepakat (target capaian) cuma Rp100 juta, melihat kondisi yang ada kita naik menjadi Rp500 juta, terus kita naikkan lagi jadi satu miliar. Mungkin minggu ini akan kami naikkan menjadi Rp2 miliar kalau ternyata memang kondisinya kan belum membaik dari berita-berita yang beredar hari ini," kata Adib kepada IDN Times.

Hingga saat ini, sebagian uang yang telah terkumpul menurut Adib telah digunakan untuk membeli APD bagi tenaga kesehatan berupa masker standar, masker N95, vitamin dan suplemen untuk diberikan kepada tenaga medis. Bantuan dari Adib memang bukan berupa uang, melainkan barang.

Penggalangan dana juga dilakukan  influencer, Rachel Vennya. Guna membantu orang-orang yang bekerja di sektor kesehatan, Rachel Vennya menggalang dana sejak Senin (16/3).

Penggalangan dana oleh Rachel juga dilakukan melalui kitabisa.com. Hingga Minggu (29/3), dana yang terkumpul sudah mencapai  Rp8.210.367.996 dari target Rp7 miliar dengan jumlah donatur sebanyak 122.967.

Dalam penjelasan soal donasi yang digalangnya, Rachel menyampaikan keprihatinannya terhadap pekerja medis dan informal seperti ibu-ibu yang tetap harus bekerja untuk anaknya. Misalnya, seorang ibu yang jadi perawat atau petugas kesehatan di rumah sakit rujukan, mereka masih harus merawat pasien positif COVID-19. Risiko pekerjaan mereka sangat tinggi demi melindungi kita semua. 

"Bayangin itu aja aku udah terharu sama pengorbanan mereka. Tapi, terharu aja gak cukup, sebagai perempuan dan seorang ibu aku gak bisa diem aja. Aku pingin bantu mereka sebisaku. Makanya aku buat galang dana ini," dia menjelaskan. 

Rachel pun mengajak masyarakat berdonasi membantu melindungi orang-orang di sektor kesehatan dan informal dari COVID-19. Donasi di galang dana akan digunakan untuk menyediakan masker, hand sanitizer, sarung tangan plastik, dan alat perlindungan diri lainnya untuk tenaga kesehatan di Rumah Sakit rujukan COVID-19. 

Dana juga akan digunakan untuk menyediakan alat perlindungan diri untuk keluarga petugas kesehatan di RS rujukan COVID-19, memberikan bantuan keseharian untuk pekerja sektor informal seperti ibu-ibu pedagang agar untuk sementara bisa beristirahat di rumah.  

Pengadaan APD juga dilakukan desainer kondang Anne Avantie. Hatinya tergerak melihat nasib tenaga medis di rumah sakit yang membutuhkan APD. Bunda Anne, begitu ia biasa dipanggil, menghentikan produksi gaun di butiknya demi bisa memproduksi APD.

Desainer 53 tahun itu mengerahkan para penjahitnya untuk memproduksi APD yang akan dibagikan ke rumah sakit. 

2. Tenaga medis tidak punya cukup APD yang memadai untuk melindungi diri

Jangan Biarkan Garda Depan Penanganan Virus Corona Merana karena APDANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Daeng Mohammad Faqih mengakui berdasarkan laporan dari tenaga kesehatan yang bertugas menangani wabah COVID-19, APD yang saat ini tersedia jauh dari kata cukup. “Terbatas sekali. Sehingga makanya kami meminta semua pihak untuk membantu menyediakan APD,” kata Daeng saat dihubungi IDN Times.

APD di sini, menurut Daeng, bukan hanya sekadar masker, namun juga alat penunjang lainnya. Mulai dari Hazmat, atau baju dekontaminasi yang tertutup dari ujung kepala hingga ujung kaki, penutup kaki, penutup tangan, juga kacamata hingga penutup kepala.

“Barang itu lumayan mahal. Dan sekarang itu dibutuhkan karena kan peningkatan pasiennya luar biasa cepatnya. Sehingga yang biasanya disediakan tidak ada wabah itu kan tidak ini tidak mencukupi,” kata Daeng.

Sekadar diketahui sejumlah rumah sakit yang kekurangan APD kini menggunakan jas hujan sekali pakai untuk melindungi diri mereka saat melakukan perawatan terhadap pasien terindikasi virus corona. Bahkan tidak sedikit yang menggunakan APD berulang kali karena keterbatasan APD. Padahal seyogyanya APD hanya digunakan satu kali saja.

3. Sudah banyak tenaga medis yang menjadi korban, termasuk menjadi ODP

Jangan Biarkan Garda Depan Penanganan Virus Corona Merana karena APDIlustrasi. Petugas medis yang tangani pasien COVID-19 harus mengenakan alat pelindung diri atau APD (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Jumlah tenaga kesehatan yang menjadi korban wabah virus corona pun terbilang banyak. Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra menyebutkan sebaran tenaga medis yang masuk dalam daftar Orang Dalam Pemantauan (ODP) terbilang merata.

Dia mengingatkan, seperti kasus 01 dan 02 yang semula ditangani oleh salah satu rumah sakit swasta. "Begitu terkonfirmasi positif 76 orang staf rumah sakit yang pernah berinteraksi langsung di rumah kan saat itu," kata Hermawan saat dihubungi IDN Times.

Hal ini menurut dia mengganggu kebutuhan layanan di rumah sakit. "Itu bahkan dokter-dokter spesialis paru itu hampir semuanya itu ODP sekarang ini," klaim Hermawan lagi.

Hal senada disampaikan Ketua IDI Daeng M Faqih. Menurut dia, siapa pun, tim medis, pejabat yang pernah kontak dengan yang positif masuk dalam ODP atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

“Tergantung hasil klinisnya. Kalau dia sudah ada gejala pneumonia dia masuk ke PDP tapi kalau belum ada pneumonia gejalanya masih ini atau tidak ada gejala itu masuk ODP,” kata Daeng.

Di Jakarta saja, hingga 26 Maret 2020, menurut Gubernur DKI Anies Baswedan, sudah ada 50 tenaga medis yang tertular virus corona, dan dua orang di antaranya meninggal dunia.  Anies menyebut, penularan terhadap tenaga medis ini terjadi di 24 rumah sakit di ibu kota.

Sementara IDI menyebut sudah tiga dokter yang meninggal dunia selama menangani wabah virus corona. 

Baca Juga: Gugus Tugas COVID-19: 151 Ribu APD dari Tiongkok Telah Disalurkan 

4. Jumlah tenaga medis yang ada saat ini terbilang kurang

Jangan Biarkan Garda Depan Penanganan Virus Corona Merana karena APDSuasana di RSPI, Jakarta Utara, Minggu 15 Maret 2020 (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Daeng mengatakan, dari laporan rumah sakit yang membantu menangani COVID-19, jumlah tenaga medis bahkan terbilang tak lagi cukup. “Itu sebenarnya mulai kewalahan. Baik tenaganya, fasilitasnya, alatnya, sudah mulai kewalahan,” kata Daeng.

Hal serupa juga disampaikan oleh Hermawan. Dia bahkan mendesak agar pemerintah lewat Gugus Tugas COVID-19 yang dipimpin Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Munardo, memberikan langkah konkret untuk membantu mengatasi masalah ini.

"Mengimbau sekaligus meminta agar memiliki volunteer-volunteer, sukarelawan untuk kesiapsiagaan. Baik dari aspek pencegahan dan promosi, edukasi, termasuk penanganan," kata Hermawan.

5. Nasib rumah sakit dan tenaga medis swasta juga perlu jadi perhatian

Jangan Biarkan Garda Depan Penanganan Virus Corona Merana karena APDGedung Isolasi pasien suspect virus corona di RSUP Persahabatan (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Dengan peningkatan kasus yang terjadi cukup besar, Daeng tak menyangkal pemerintah kini juga mendorong agar Rumah Sakit Swasta juga dilibatkan. “Nah, itu juga perlu diback-up APD-nya. Karena tidak mungkin kawan-kawan rumah sakit menyediakan APD sebanyak pasien sekarang ini. Karena biasanya APD itu disiapkan dalam kondisi normal nggak sebanyak itu,” jelas Daeng.

Senada dengan Daeng, Hermawan juga mengatakan pelibatan seluruh stake holder bidang kesehatan, termasuk swasta sangat dibutuhkan dalam penanganan wabah COVID-19 saat ini.

“Hanya saja swasta ini biasanya mereka membutuhkan insentif. Ketersediaan alat pelindung diri, kemudian juga dukungan fasilitas prosedur lainnya, ini yang belum optimal dilakukan pemerintah memang,” kata Hermawan.

Hingga Sabtu (28/3), kasus positif virus corona di Indonesia pada hari ini, sudah tembus di angka 1.155 kasus. Jumlah tersebut naik 109 kasus dari data sebelumnya yaitu 1.046 kasus.

Jumlah angka kematian akibat virus corona di Indonesia menembus ke 102 kasus. Angka tersebut membuat Indonesia bertengger di posisi teratas sebagai negara ASEAN dengan jumlah kematian akibat virus corona terbanyak. Indonesia juga termasuk di dalam negara yang memiliki fatality rate tertinggi di dunia dengan angka 8,83 persen.

 

Baca Juga: Peserta Diklat BLK Dikerahkan Jahit APD Tenaga Medis COVID-19

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya