KontraS Desak Presiden Bentuk Tim Pencari Fakta Aksi 21-22 Mei

KontraS nilai keterangan kepolisian tidak lengkap

Jakarta, IDN Times - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) berpendapat keterangan yang diberikan oleh pihak kepolisian dalam rilis "Perkembangan Kerusuhan 21-22 Mei 2019" yang disiarkan pada Selasa (11/6) belum detail dan justru menimbulkan asumsi-asumsi di tengah masyarakat.

Oleh karena hal itu, pihak KontraS mendesak dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengungkap berbagai persoalan terkait aksi 21-22 Mei. Hal ini disampaikan pihak KontraS di kantornya di kawasan, Senen, Jakarta Pusat pada Rabu (12/6).

1. Desak presiden bentuk TGPF

KontraS Desak Presiden Bentuk Tim Pencari Fakta Aksi 21-22 MeiIDN Times/Margith Juita Damanik

KontraS mendesak presiden Joko "Jokowi" Widodo sebagai kepala negara untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) sebagai bentuk pertanggungjawaban dan usaha menyelesaikan persoalan ini.

KontraS menyoroti banyaknya nama-nama tokoh yang diduga terlibat dan masifnya dampak dari aksi tersebut sebagai alasan diperlukannya pembentukan tim itu.

"Untuk mengurai ini, hanya bisa dilakukan dengan Tim Gabungan Pencari Fakta untuk menemukan tentang peristiwa yang benar itu seperti apa? Siapa yang berperan untuk apa?" kata Feri Kusuma, Wakil Kordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi ditemui usai konferensi pers yang dilakukan di kantor KontraS pada Rabu (12/6).

"Tujuannya membantu polisi mengungkap terduga-terduga yang diduga terlibat dalam tindakan tindakan pelanggaran hukum dalam peristiwa ini," tambah dia. Pembentukan TGPF ini dinilai kontraS dapat menjadi tolak ukur sejauhmana pemerintahan Jokowi mengedepankan penegakan supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

2. Ada dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 21-22 Mei

KontraS Desak Presiden Bentuk Tim Pencari Fakta Aksi 21-22 MeiIDN Times/Margith Juita Damanik

"Kalau kontras melihat karena Ada dugaan pelanggaran HAM yang berat peristiwa ini," kata Feri. Menurut dia, peristiwa aksi 21-22 Mei 2019 dapat dikategorikan sebagai peristiwa yang terencana, sangat sistematis, dan ada banyak aktor yang terlibat.

Kalau berangkat dari unsur itu maka terpenuhi unsur adanya dugaan pelanggaran HAM yang berat, kalau kita menggunakan undang-undang 26 tahun 2000, tentang pengadilan HAM," kata Feri lagi.

Baca Juga: Ini Kendala dalam Ungkap Penyebab Tewasnya Korban Aksi 21-22 Mei

3. Ada perbedaan data korban meninggal antara KontraS dan kepolisian

KontraS Desak Presiden Bentuk Tim Pencari Fakta Aksi 21-22 MeiIDN Times/Margith Juita Damanik

Ada perbedaan data yang dirilis oleh pihak kepolisian dengan hasil temuan KontraS di lapangan. Salah satunya adalah jumlah korban. KontraS mencatat ada delapan korban meninggal dunia, sedangkan kepolisian mencatat ada sembilan korban.

"Kita merespon apa yang dirilis dari mabes polri tujuannya supaya, apa yang disampaikan itu kan masih banyak informasi-informasi yang belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh publik," kata Feri.

"Keterangan polisi bahwa yang meninggal itu perusuh akan memicu persoalan akan lebih jauh. Sementara polisi belum melakukan rekonstruksi, memastikan profil dari para korban," kata dia lagi.

Feri menyampaikan, KontraS berharap keterangan dari kepolisian itu merupakan keterangan yang komprehensif sehingga tidak membingunhkan masyarakat.

Baca Juga: Cerita IF, Perusuh Aksi 22 Mei yang Dijanjikan Liburan oleh Kivlan Zen

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya