Kubu Jokowi: Neno Warisman Menjadikan Agama Sebagai Kedok Politik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional ( TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding, menilai ucapan Neno Warisman dalam Munajat 212 di Monas pada Kamis (21/2) tidak pantas disebut doa.
Menurut Karding melalui keterangan tertulis yang diterima IDN Times pada Sabtu (23/2), ucapan Neno Warisman justru lebih cocok disebut orasi politik yang bersifat pragmatis berkedok agama.
Berikut alasan Karding menyebut Neno Warisman terjebak fanatisme politik.
1. Karding: Neno tidak fanatik agama
Karding tidak menganggap Neno Warisman sebagai sosok yang terlalu fanatik agama. "Kalau ada yang menganggap Neno terlalu fanatik agama bagi saya itu keliru," kata Karding.
Menurut Karding, orang yang fanatik agama berarti sosok yang mengerti betul tentang nilai-nilai esensial yang diajarkan agama, seperti menghargai, menghormati, dan menjaga perasaan sesama manusia.
"Bukan mengklaim seolah kelompoknya yang paling benar dan yang lain salah," kata Karding.
Baca Juga: Dibacakan dengan Takbir dan Air Mata, Ini Isi Puisi Neno Warisman
2. Neno disebut terjerat fanatisme politik
Karding justru menyebutkan Neno terjerat dalam fanatisme politik. Hal itu menurut karding lebih tepat ketimbang menyebut Neno fanatik agama.
"Bagi saya Neno sedang terjerat dalam fanatisme politik. Ucapannya bukan saja mendiskreditkan kelompok yang berlainan politik dengannya tapi bahkan juga berani mendikte dan mengancam Tuhan," kata Karding.
3. Pilihan diksi Neno dianggap menggiring opini publik
Editor’s picks
Karding menilai pilihan diksi yang diucapkan Neno tampak dibuat untuk menggiring opini publik. "Seolah-olah hanya merekalah kelompok yang menyembah Allah. Sedangkan kelompok lain yang berseberangan bukan penyembah Allah," kata Karding.
Karding justru mempertanyakan dari mana Neno mengambil kesimpulan tersebut. "Apa ukurannya sampai ia bisa mengatakan jika pihaknya kalah maka tak akan ada lagi yang menyembah Allah?" Kata Karding.
4. Karding: Neno menjadikan agama sebagai kedok politik
Karding menyebutkan Neno Warisman menjadi contoh gamblang bagaimana agama dijadikan kedok untuk tujuan politik.
"Ia menafikan kenyataan bahwa Pak Jokowi-Maruf didukung oleh begitu banyak kiai, santri pondok pesantren, umat Islam yang juga menjalankan salat, zakat, haji, dan berbagai kelompok lintas agama," kata Karding.
Karding kembali mempertanyakan perihal apakah Neno merasa hanya dia dan kelompoknya yang menjalankan ibadah.
5. Karding menyebut Neno jadikan nama Tuhan untuk tujuan politik
"Saya mengerti seorang umat beragama tidak bisa melepaskan ketentuan-ketentuan yang telah diatur Tuhan dalam menjalankan aktivitasnya, termasuk saat berpolitik," kata Karding.
Namun menurut Karding tindakan Neno yang menjadikan nama Tuhan untuk tujuan politik dan juga menggiring opini masyarakat agar berfikir seolah lawan politiknya tidak menyembah Tuhan, merupakan hal menggelikan.
"Apa Neno mengira bahwa surga dan Tuhan hanya untuk kelompok mereka?" tanya Karding.
Baca Juga: Hadiri Malam Munajat 212, Neno Warisman Berpuisi