Menagih Janji Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Keluarga korban merasa dikecewakan Jokowi

Jakarta, IDN Times - Pada Pemilu 2014, Joko “Jokowi” Widodo yang kala itu berpasangan dengan Jusuf Kalla menyebutkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sebagai salah satu janjinya. Janji ini kemudian dikenal dengan nawacita.

Empat tahun menjabat, desakan dari berbagai pihak semakin mendekati Jokowi. Utamanya untuk menagih janji menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang masih abu-abu.

Jokowi kembali mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia pada Pemilihan Umum 2019. Kali ini, isu pelanggaran HAM berat menjadi sorotan dan tak jarang serangan bagi Jokowi.

Menjalani sisa tahun kepemimpinannya bersama Jusuf Kalla, Jokowi masih diharapkan untuk dapat memenuhi janjinya. Catatan-catatan merah dilemparkan berbagai pihak untuk pemerintahan Jokowi-JK terkait pelanggaran HAM berat masa lalu.

1. Keluarga korban: Bohong!

Menagih Janji Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Masa LaluIDN Times/Margith Damanik

Maria Catarina Sumarsih, ibu dari almarhum BR Norma Irmawan, seorang mahasiswa yang menjadi korban peristiwa Semanggi I 1998 angkat bicara terkait kinerja pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo-Jusuf Kalla (JK). Sumarsih mengaku, Nawa Cita yang dibawa Jokowi-JK sempat menjadi harapan besar bagi keluarga korban.

"Itu (Nawacita) pernah menjadi harapan besar keluarga korban," kata Sumarsih saat dihubungi IDN Times pada Senin (7/1).

Melihat kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang tak juga mendapat titik terang, Sumarsih mengaku kecewa terhadap pemerintah. Kembali membawa penyelesaian kasus pelanggaran HAM dalam kampanyenya pada Pemilu 2019 ini, Sumarsih tak lagi percaya pada Jokowi.

"Rasa-rasanya itu bohong. Itu hanya untuk meraup suara," kata Sumarsih. "Saya tidak percaya," katanya menegaskan.

Sejak kehilangan putra sulungnya, Sumarsih dan beberapa keluarga korban lainnya setia melakukan segala daya upaya untuk mencari keadilan kepada anak-anaknya. Belasan tahun Sumarsih selalu hadir setiap Kamis untuk melakukan aksi Kamisan di depan Istana Presiden bersama para pejuang HAM lainnya.

Baca Juga: Moeldoko: Kasus Novel Baswedan Bukan Pelanggaran HAM Berat

2. Jaksa Agung sebut berkas penyelidikan Komnas HAM tak lengkap

Menagih Janji Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Masa LaluSetkab.go.id

Jaksa Agung Republik Indonesia, H.M Prasetyo menegaskan bahwa semua orang termasuk pihak Kejaksaan punya semangat yang tinggi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Prasetyo tak memungkiri kasus-kasus ini sulit diatasi. Terlihat dari tak ada titik terang yang ditemui meski sudah beberapa kali berganti Presiden, Jaksa Agung, bahkan Komnas HAM.

Jaksa Agung juga sempat memberikan saran agar kasus pelanggaran HAM berat masa lalu diselesaikan secara non-yudisial. “Oleh karena itu waktu itu berdasarkan data dan fakta hasil penyelidikan katanya dari Komnas HAM itu saya menawarkan untuk diselesaikan dengan penegakan non yudisial,” kata Prasetyo pada Rabu (9/1). “Tawaran dari Jaksa Agung,” tambah dia.

Prasetyo menjelaskan, bahwa kasus pelanggaran HAM berbeda dengan kasus biasa. Kasus Pelanggaran HAM diselidiki langsung oleh Komnas HAM.

Sejak tahun 2007, Komnas HAM telah melakukan penyelidikan terkait kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Menurut Prasetyo, berkas Komnas HAM justru tidak lengkap.

“Menurut penelitian dari para jaksa kita dari waktu ke waktu dinyatakan belum terpenuhi sama sekali. Tidak ada bukti-bukti yang ada di sana yang bisa dijadikan sebagai dasar untuk meningkatkan ke penyidikan,” kata Prasetyo.

“Terakhir komnas HAM mengembalikan berkasnya kepada kita tapi tanpa sama sekali sedikitpun berusaha memenuhi petunjuk dari Jaksa,” tambah dia.

‘Oper-operan’ berkas yang kerap terjadi antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung inu membuat kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terkesan mandek.

3. Catatan Amnesti Internasional

Menagih Janji Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Masa LaluANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menyatakan sebenarnya sempat ada kemajuan terkait penyelesaian pelanggaran HAM pada era Jokowi-JK. Hal ini disampaikan Usman ketika dijumpai IDN Times pada Selasa (8/1) di Kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta.

Di tahun pertamanya menjabat, Jokowi berhasil melakukan pembebasan terhadap aktivis lingkungan perkelapasawitan pada 2014. “Kemajuan lainnya di tahun pertama, pembebasan tahanan politik Papua, lima atau enam orang di bulan Mei 2015,” sebut Usman.

Untuk pelanggaran HAM masa lalu, Jokowi juga sempat melakukan langkah baik. “Ada upaya untuk mengungkap kasus 65 dengan simposium di April 2016,” kata Usman. “Tapi hingga hari ini berhenti kasus yang lain,” tambah dia.

Usman juga mengingatkan bahwa Jokowi memperoleh rapor merah dari Komna HAM mengenai penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Menurut Usman, Kejaksaan Agung masih kerap mealkukan pengembalian berkas kepada Komnas HAM bukan justru melanjutkan berkas penyelidikan ke proses penyidikan.

“Tidak ada perubahan sikap dari jaksa Agung dari era SBY sampai yang sekarang, dan itu mencerminkan tidak adanya arahan baru dari Presiden yang baru,” kata Usman.

Aktivis 98 ini juga menyampaikan, Nawacita Jokowi yang di dalamnya terdapat point penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu menjadi salah satu faktor yang membuat Jokowi-JK memenangkan pemilu kala itu.

“Jokowi bukan seorang artikulator yang memiliki kemampuan retorika yang gemilang. Orang mencari cara lain untuk melihat apa yag bisa membuat kita bisa menganggap Jokowi membawa harapan baru,” kata Usman. “Nawacita itu menjelaskan,” tambah dia.

Nawacita Jokowi kala itu dinilai Usman membuat dirinya berbeda dengan rivalnya dan membuat masyarakat lebih menaruh harapan pada Jokowi. “Itu yang membuat Jokowi lebih terpilih dan membuatnya berbeda dari rivalnya,” kata Usman. “Saat itu. Saat ini? Ya kita lihat nantilah,” tambah dia.

Baca Juga: Komnas HAM: Siapapun Presidennya Harus Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM

4. Laporan Komnas HAM

Menagih Janji Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Masa LaluANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Komnas HAM memberikan beberapa catatan terkait berkas pelanggaran HAM. Komnas HAM menilai secara substansi belum ada petunjuk baru yang disampaikan oleh Jaksa Agung terkait sembilan berkas pelanggaran HAM berat yang dikembalikan.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menyatakan belum ada kemajuan yang signifikan yang menjadi proses hukum sesuai dengan ketentuan Undang-undang 26 Tahun 2000. Utamanya terkait kasus-kasus yang diselidiki Komnas HAM.

Beberapa berkas yang telah diserahkan oleh Komnas HAM, oleh Jaksa Agung belum diproses lebih lanjut. Kasus-kasus pelanggaran HAM berat ini ‘mandek’ di Kejaksaan Agung dan tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan.

5. LBH Jakarta: Banyak pelanggaran HAM era Jokowi

Menagih Janji Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Masa LaluIDN Times/istimewa

Selain memberi catatan merah bagi pemerintahan Jokowi-JK terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang menjadi Nawacita namun tak terlaksana, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga mencatat banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi di era pemerintahan Jokowi-JK.

“Terjadi banyak kasus pelanggaran HAM di zaman Jokowi,” kata Ketua LBH Jakarta, Arif Maulana dihubungi IDN Times pada Senin (7/1).

”Kasus Novel Baswedan tak kunjung tuntas dibiarkan saja,” tambah dia.

Arif menilai Jokowi tidak memiliki komitmen tinggi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Menurutnya, sikap Jokowi yang batal hadir ke Komnas HAM pada Desember 2018 lalu menjadi gong akhir penunjuk komitmen sang RI 1 dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.

“Jokowi tidak memiliki komitmen yang kuat untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu,” kata Arif. Dia menambahkan, Jokowi bahkan dapat disebut ingkar janji utamanya kepada para keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

6. Kubu Jokowi dan Kubu Prabowo

Menagih Janji Jokowi Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Masa LaluANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

Isu pelanggaran HAM utamanya pelanggaran HAM berat masa lalu menjadi salah satu topik bahasan selama masa kampanye di Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 ini. Kedua kubu, Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mempersiapkan diri untuk membahas topik ini.

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menyatakan Prabowo berada dalam posisi siap membantu pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Juru Bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjutak di kantor IDN Times pada Rabu (9/1).

“Kalau Pak Prabowo dalam posisi ya harus diungkap. Silakan,” kata Dahnil. “Pak Prabowo terbuka. Apapun harus kita ungkap dengan benar,” tambah dia.

Di waktu yang sama, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Arya Sinurlingga menilai Prabowo justru akan kesulitan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Menurut Arya, adanya dugaan keterlibatan Prabowo membuat hal itu tampak mustahil dilakukan Prabowo.

“Kalau ada beban sejarahnya berat juga kayaknya,” kata Arya di kantor IDN Times.

Dia mengatakan, Jokowi sendiri tidak memiliki kasus terkait pelanggaran HAM berat masa lalu. Hal itu membuat Jokowi lebih berpotensi menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.

“Pak Jokowi gak pernah terlibat kasus HAM. Jadi bebannya tidak begitu berat,” kata Arya. “Yang berat sebenarnya ketika orang tersebut “dicurigai” terlibat masalah HAM berat,” tambah dia.

Baca Juga: Soal HAM Masa Lalu, Erick Thohir: Jangan Anggap Jokowi Superman

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya